News  

Kadin DIY Respon soal Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen

bernasnews – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyayangkan adanya rencana Pemerintah yang menaikkan pajak hiburan menjadi 40 sampai 75 persen.

Wakil Ketum Bidang Perpajakan dan Kepabeanan Kadin DIY, Deddy Suwadi menyampaikan Kadin DIY keberatan karena sektor pariwisata baru saja pulih pasca pandemi Covid-19 dan belum stabil.

Menurut dia, terkait dengan penetapan tarif pajak hiburan 40-75% Kadin DIY tidak dilibatkan dalam pembahasan. Kadin DIY mengaku berat jika tarif pajak hiburan naik, dan dampak lebih jauhnya lagi bisa menurunkan kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY.

“Kami nyatakan sikap atas kebijakan pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.58 Tahun 2023, serta Peraturan Menteri Keuangan No.168 Tahun 2023, penetapan tarif pajak 40%-75% Kadin DIY meminta penundaan penerapan dari pajak,” paparnya.

Deddy menyampaikan kenaikan tarif pajak akan membuat wisata DIY menjadi mahal. Selain itu, kenaikan tarif pajak hiburan ini juga dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah mendorong peningkatan devisa. 

Oleh karena itu, Deddy meminta agar Pemerintah kabupaten/kota untuk menunda dulu terkait penerapan pajak hiburan tersebut.

“Wisawatan akan berpikir dua kali, sehingga dampak lainnya hunian berkurang, teman-teman di PHRI dan lainnya. Dampaknya bisa PHK, industri ikutan lainnya juga akan terdampak. Kami menyatakan untuk ditunda, teman-teman akan bayar pajak dengan tarif lama,” katanya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, salah satu asosiasi anggota KADIN DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengatakan hal senada.

Adanya kenaikan ini dinilai sangat memberatkan pelaku usaha. Ditambah asosiasi pengusaha di DIY tak dilibatkan dalam penetapan aturan kenaikan pajak tersebut. Alhasil dia menilai, dampak kenaikan pajak hiburan ini akan sangat besar terhadap perekonomian DIY yang selama ini bergantung pada sektor pariwisata.

“Kalau bisa saya katakan, DIY marah dengan kebijakan ini. Karena kita destinasi wisata,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono.

Selain memberatkan pelaku usaha khususnya wisata, kenaikan pajak hiburan itu juga dikhawatirkan bisa berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Mengapa hanya naik 40 sampai 75 persen? Itu nanggung, kenapa ga sekalian 100 persen saja? Kan lebih baik naik 100 persen biar kita pelaku pariwisata mati sekalian. Wisatawan pun malas jika biayanya mahal,” pungkasnya. (lan)