News  

Atasi Persoalan Limbah, Ibu-ibu PKK di Gunungkidul Diajak Ubah Kulit Singkong Jadi Banyak Manfaat

Tim mahasiswa dari Fakultas Pertanian UGM, lakukan penyuluhan di Dusun Klepu untuk ibu-ibu anggota PKK di Gunungkidul. (Foto : Istimewa)

bernasnews – Inovasi gula cair yang diolah dari limbah singkong mendapatkan sambutan hangat oleh Ibu-ibu PKK di Dusun Klepu, Kalurahan Nglegi, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul.

Untuk mengatasi permasalahan limbah salah satunya kulit singkong, sebagian besar orang berpikir hanya akan memanfaatkannya sebagai pakan ternak tanpa fermentasi namun tidak untuk tim PKM-PM yang didampingi oleh Diah Fitria Widhiningsih, S.P., M.Sc.

Selaku pendamping, Diah mengatakan ada cara unik dalam memanfaatkan kulit singkong. Bahkan kulit singkong memiliki banyak manfaat. Selain dapat mengurangi limbah, inovasi ini diharapkan dapat mengubah pola hidup masyarakat untuk mengonsumsi gula yang lebih sehat.

“Selain itu, masyarakat juga dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga dalam membeli gula pasir dan dapat pula menjadikan pengolahan gula cair singkong menjadi solusi bisnis yang tepat,” kata pendamping pendamping tim PKM-PM yang juga dosen di UGM, Diah Fitria Widhiningsih, S.P., M.Sc., Selasa (1/8/2023).

Diah menceritakan ide gula cair ini berawal ketika dirinya mendapatkan souvenir berupa gula cair dari singkong yang saat ini masih sangat jarang dijumpai. Sehingga ia pun memutuskan untuk menyimpan botol gula cair tersebut hingga sekarang.

Kemudian, terbesit ide untuk memanfaatkan juga kulit singkongnya sebagai bahan baku gula cair untuk mengatasi penumpukan limbah kulit singkong yang dapat mencemari lingkungan.

Bersama dengan tim mahasiswa dari Fakultas Pertanian UGM, ia mengoordinasi kegiatan penyuluhan di Dusun Klepu untuk ibu-ibu anggota PKK yang tidak memiliki pekerjaan. Kegiatan positif ini juga merupakan kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai salah satu bentuk kontribusi penerapan teori penyuluhan dan komunikasi pertanian.

“Bersyukur saya memiliki tim mahasiswa yang memiliki motivasi dan jiwa sosial yang tinggi. Butuh waktu dan uji coba berkali-kali untuk membuat gula cair dengan standar kualitas seperti yang telah dipasarkan namun mereka pantang menyerah. Program ini juga membutuhkan waktu untuk dapat mengubah pengetahuan, keterampilan, hingga perilaku masyarakat dalam memanfaatkan limbah organik menjadi produk bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” jelasnya.

Ia pun menjelaskan bahwa tantangan sekaligus peluang dari produk gula cair ini adalah kebaruannya. Sementara terkait tujuan program ini awalnya adalah pengurangan limbah organik karena ada industri pengolahan singkong menjadi tape dan keripik di sini (Dusun Klepu) tetapi kulitnya masih dibuang.

Namun, ketika berpikir bahwa tidak semua masyarakat punya ternak, produk gula cair ini menjadi solusinya karena semua orang di desa mengonsumsi gula setiap hari. Ini masih baru di kalangan masyarakat.

“Ada yang mengganggap unik, ada bertanya apa bisa dikonsumsi, namun banyak yang termotivasi untuk membuatnya,” tambahnya.

Program ini dilakukan di Dusun Klepu selama empat bulan sebagai langkah awal. Sudah ada beberapa lokasi yang ingin diberdayakan untuk program serupa yaitu di Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul dan Berbah, Kabupaten Sleman.

Diah menuturkan jika sudah berhasil, harapannya semua kelompok dapat bekerja sama dan menjadi sentra kegiatan perempuan yang produktif. (lan)