Uniknya Soto Bumbong, Mangkuknya Terbuat dari Potongan Bambu Ukuran Jumbo

Pramusaji Soto Bumbong saat mengantarkan soto dengan tempat mangkuk yang terbuat dari bambu, Rabu (30/11/2022). Foto: Tedy Kartyadi/ bernasnews.

bernasnews — Tresno iku kadang Koyo Criping Telo, Iso Ajur Nek Ora ngati-ati Nggowone. Demikian tulisan nasihat bijak dalam bahasa Jawa, yang artinya Cinta itu ibarat seperti keripik ubi, bisa hancur jika tidak hati-hati membawanya. Paparan tulisan itu dapat dijumpai apa bila berkuliner di Soto Bumbong, di Jalan Tentara Pelajar, Trirenggo, Kabupaten Bantul. Tepatnya barat Kantor Terpadu Pemkab Bantul.

Soto Bumbong merupakan soto daging sapi, yang membedakan hanya pada tempat penyajian dan pelayanan penjualnya. Potongan bambu jenis petung berukuran jumbo sebagai tempat penyajian soto daging sapi. Sebagai pelengkapnya, goreng tempe garit dan mendoan yang disajikan panas atau digorengkan berdasar pesanan. Juga aneka sate, sate usus, ampela dan hati ayam.

Sajian Soto Bumbong dalam mangkuk dari potongan bambu petung. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

“Awalnya buka Soto Bumbong di dalam kampung Dusun Manding, awal Agustus 2019. Kemudian terjadi puncak pandemi Covid-19 dan ada kebijakan lockdown. Usaha soto di kebun yang sempat menjadi viral di media sosial dan laris, terpaksa dipindahkan di sini, bulan Maret 2020. Buka stiap hari pukul 06:30 – 14:30 WIB, hari Kamis tutup atau libur,” terang Pemilik Warung Soto Bumbong Heru Tusdiyanto didampingi sang istri Sugiyanti, kepada bernasnews, Rabu (30/11/2022).

Dikatakan Heru, bahwa gagasan mendirikan usaha soto disajikan dengan mangkok dari potongan bambu tersebut berawal dari selepas ikut pengajian, di dekat pondok pesantren melihat warung soto yang sangat laris pasalnya tempat penyajiannya dari bathok atau tempurung kelapa. Ia sebelumnya pernah bekerja sebagai desainer di sebuah perusahaan keramik di Semarang.

Pasangan suami istri Heru Tusdiyanto dan Sugiyanti menujukkan mangkuk dari potongan bambu petung yang berukuran jumbo, yang merupakan hasil gagasannya. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

“Dari situ timbulah keinginan membuat usaha serupa di Bantul namun harus beda. Sampai rumah muncul ide bikin tempatnya dari bambu. Tiang bambu untuk cagak rumah jadi percobaan, saya potong saya bersihkan saya tes untuk tempat mie instan panas ternyata kuat,” papar Sarjana ISI Jogja, Jurusan Kriya, Tahun 2004.

Menurut Heru, usaha kuliner itu selain cita rasa masakan juga harus mempunyai keunikan tempat yang dipadukan dengan karya seni. Selain pelayanan yang baik serta ada semacam ‘tantangan’ untuk pembeli. “Sajian yang tak kalah menarik dari soto dengan mangkok bambu, adalah es campur yang terdiri dari 12 item dimana pembeli dipersilakan untuk meracik sesuka hati. Pembeli juga bisa menikmati pemandangan hamparan sawah di sekitar warung,” ujarnya setengah berpromosi. (ted)