Jembatan Bantar Kali Progo, Jembatan Tiga Orde yang Sarat Sejarah

BERNASNEWS.COM — Jembatan Bantar yang melintang di atas sungai Progo, tepatnya berada di antara wilayah Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul dan Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, DIY ternyata memiliki sejarah panjang yang juga berkaitan dengan sejarah perjuangan bangsa dan menarik untuk dikisahkan kembali pada masyarakat.

Terdapat 3 ruas jembatan yang masing-masing ruas dalam kacamata sejarah pembangunannya dapat dikatakan mewakili tiga orde atau jaman. Ruas jembatan Bantar yang berada di sisi utara bisa disebut jembatan orde lama, kemudian yang tengah order baru dan paling akhir jembatan Bantar yang berada di sisi selatan disebut jembatan orde reformasi.

Jembatan Bantar yang melintang sungai Progo perbatasan wilayah Kabupaten Bantul dan Kulon Progo menjadi jembatan yang ikonik di DIY sebagai tempat wisata dan spot foto yang unik. (Foto: Kiriman Whyu dan Handono, Komunitas Speda Onthel)

Seperti diungkapkan oleh Prof Dr Ir Indroyono Soesilo, bahwa Jembatan Bantar yang pertama (sisi utara) dibangun pada tahun 1916, setelah Ir Verhoog dan Ir Jurgensen West dari Burgerlijek Openbare Werken (sekarang Dinas Pekerjaan Umum) merancang sebuah jembatan dengan teknologi paling modern pada jamannya.

“Pembangunan fisik dimulai pada tahun 1917, namun terkendala dengan meroketnya harga baja usai Perang Dunia Pertama, jembatan Bantar kembali dilanjutkan pada tahun 1928 dan selesai pada tahun 1929, dilakukan peresmian oleh Gubernur Yogyakarta, J.E. Jasper, sehingga dinamakan jembatan Gouverneur Jasperbug,” terang Indroyono saat meresmikan prasasti sejarah jembatan, Jumat (17/8/2021).

Bupati Kulonprogo Drs H Sutedjo saat menyampaikan sambutan dan mengapresiasi apabila Jembatan Bantar dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata. (Foto: Kiriman Wahyu dan Handono, Komunitas Sepeda Onthel)

Dikatakan, bahwa besi baja untuk jembatan dibuat di Pabrik “Werkspoor”, Utrech, Belanda diangkut dengan kapal laut dan tiba di Pelabuhan Cilacap pada April 1928, yang kemudian diangkut dengan kereta hingga tiba di Stasiun Sentolo dan Sedayu. Pembangunan jembatan disebutkan menelan biaya sebesar 455.000 Gulden, biaya tersebut dibagi rata antara Pemerintah Kolonial Belanda dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Jembatan Bantar punya nilai sejarah yang tinggi bagi perjuangan Bangsa Indonesia, terutama bagi para pejuang yang berada di bataliyon Wehkreise III saat merebut Kota Yogyakarta,” beber Indroyono putra dari Jenderal (Purn) Soesilo Soedarman, Menteri Pariwisata era Presiden RI Suharto.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Dr Ir Indroyono Soesilo bersama dengan Komunitas Jogja 45 dan Towil Fiets menggelar acara Napak Tilas dan Peresmian Prasasti Peringatan Sejarah Jembatan Bantar. Kegiatan itu juga dihadiri oleh Bupati Kulonprogo Drs H Sutedjo dan Kepala Pusat Sejarah Akmil Magelang, Letkol Caj Ilham. (ted)