Menyambung Rantai Mata Pencaharian, Warga Desa Somongari Membuat Gula Jawa dari Nira Kelapa

BERNASNEWS.COM — Gula merah atau lebih dikenal dengan sebutan Gula Jawa merupakan salah satu olahan yang sering dikonsumsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan masakan, minuman, kesehatan ataupun yang lainnya.

Selain itu, Gula Jawa berbahan baku khas dari nira kelapa (legen, red) atau semacam getah dari tandan kelapa yang belum terbuka. Nira sendiri berupa cairan bening dengan rasa manis.

Para pemetik kelapa menggunakan nira kelapa sebagai bahan baku pembuatan gula, sebagai penghasilan tambahan. Karena pohon kelapa memiliki banyak sekali sekali manfaat mulai dari buah kelapanya, daun,batang, dan nira yang ada di tandan kelapanya.

Nira kelapa atau legen dalam bahasa Jawa yang telah dimasak hingga mengental berwarna kecoklatan siap untuk dituangkan dalam cetakan. (Foto: Kiriman Sianggun Nadila)

Adalah Ibu Ngatini  salah satu warga Desa Somongari, Dukuh Rejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang memanfaatkan nira kelapa sebagai pembuatan Gula Jawa.

“Proses pembuatan Gula Jawa lumayan susah dan lama karena niranya harus disadap terlebih dahulu. Butuh 3-4 hari baru bisa disadap kembali, sehari dua kali untuk penyadapan atau mengumpulkan nira. Setelah itu nira, baru bisa diolah dan butuh 2-3 hari baru bisa menjadi Gula Jawa untuk siap dijual,” terang Ngatini, di sela-sela kegiatannya, Selasa (21/9/2021).

Dalam proses penyadapannya nira sendiri yakni tangkai bunga kelapa sebelumnya dipukul-pukul secara perlahan, lalu setelah 3-4 hari baru boleh disadap. Setelah terkumpul, air nira disaring terlebih dahulu baru dimasukkan ke dalam kuali atau wajan besar dan dimasak hingga berwarna kecoklatan dan sampai mendidih.

Setelah mendidih adonan nira berwarna kecoklatan itu diaduk terus dengan satu arah sekitar 1,5 hingga 2 jam sampai adonan benar-benar mengental. Kemudian dicetak dengan cara mengambil adonan menggunakan batok kelapa sedikit demi sedikit, dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari bambu atau batok kelapa dan pada bagian dalam cetakan diberi janur (daun pohon kelapa) agar proses pelepasan setelah mengeras nanti mudah.

“Gula yang kami produksi rasanya dijamin asli karena tidak ada campuran apapun. Jadi gula kami memiliki kekhasan tersendiri dan soal rasa dijamin enak. Lumayan bisa jadi tambah-tambah penghasilan,” ujar Ngatini.                                                             

Nira yang mengental dalam cetakan yang lebih dikenal dengan sebutan Gula Jawa atau gula merah ini siap untuk dipasarkan. (Foto: Kiriman Sianggun Nadila)

Di desa Somongari sendiri ibu Ngatini bukanlah satu-satunya pembuat Gula Jawa, namun ada 2 sampai 3 orang warga yang berkelompok bekerja sama dalam membuat Gula Jawa. Hal itu, mereka manfaatkan sebagai pengisi waktu luang dan menambah penghasilan di masa pandemi seperti ini.

Gula Jawa mereka kemas dan disetorkan ke warung, toko atau pasar langganan mereka. Juga menyetorkan dan keliling menjajakan gulanya sampai ke desa, bahkan kecamatan lain agar menambah pelanggan dan lebih dikenal oleh orang-orang.

Dalam mengantisipasi kondisi yang masih seperti ini, banyak warga Desa Somongari memanfaatkan waktu luangnya dengan berbagai kegiatan yang memanfaatkan pohon kelapa. Jadi tidak hanya membuat Gula Jawa saja melainkan membuat yang lainnya dan tentunya dapat menghasilkan uang. (Sianggun Nadila, Mahasiswa Program Studi Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta)