BERNASNEWS.COM – HARI Sabtu (7/12/2019) merupakan momen yang sangat mengesankan bagi para Bunda Yatim peserta Program Sekolah Juragan di Sasana Kreatif Mandiri, Panti Yatim Kreatif Mandiri, Gunung Plencing, Wukirsari, Imogiri, Bantul.
Betapa tidak, pada hari itu, yang menjadi “guru” atau instruktur di sekolah kreatif tersebut adalah para pakar atau ahli dan praktisi bisnis untuk mengajar ilmu kewirausaan baik secara teoristis maupun aplikatif. Namun pada siang itu, Yayasan justru mengundang anak-anak yatim difabel untuk mengajar di sekolah juragan tersebut.
“Ini momen yang luar biasa bagi kami karena yang mengajar justru anak-anak difabel, bukan para pakar atau praktisi bisnis seperti yang kami lalukan sebelumnya,” kata Ariyo Suro selaku Koordinator Program dalam rilis yang dikirim ke Redaksi Bernasnews.com, Sabtu (7/12/2019).
Menurut Ariyo Suro, anak-anak difabel asuhan Panti Yatim Difabel Bina Siwi, Pajangan, Bantul ini didaulat untuk memberikan pelajaran praktek membuat kerajinan dari bahan kain perca. Walaupun tampak kesulitan dalam berkomunikasi, namun dua anak difabel penyandang tuna grahita ini nampak bersemangat memberikan contoh cara membuat kerajinan dari kain perca.
Walaupun yang mengajar adalah anak anak difabel, namun Bunda-Bunda Yatim peserta program Sekolah Juragan nampak antusias mengikuti dan mencoba mempraktekannya secara langsung. “Kami tidak melihat siapa yang mengajar, namun kami sangat antusias dengan apa yang diajarkan,” ungkap salah satu peserta.
Menurut Ariyo Suro yang juga Ketua Yayasan Panti Yatim Kreatif Mandiri, pihaknya sengaja mengundang dan mendatangkan anak yatim difabel untuk mengajar di Program Sekolah Juragan ini untuk memberikan inspirasi kepada bunda-bunda yatim peserta program Sekolah Juragan, bahwa untuk belajar tidak perlu memandang apa pendidikan pengajarnya, tapi harus memandang apa yang diajarkan.
“Walaupun pengajarnya masih anak-anak dan bahkan difabel (tuna grahita) namun mereka sangat ahli membuat aneka kerajinan tangan seperti sarung bantal, sprei, keset, aneka dompet, membatik, melukis, membuat bantal dacron dan berbagai ketrampilan lainnya. Ilmu itulah yang harus diserap. Sebagai calon calon juragan, kita harus terus mau belajar dari manapun sumber belajarnya, asal positif lakukan,” kata Ariyo.
Dikayakan, tujuan lain dari mendatangkan anak yatim difabel sebagai pengajar adalah untuk memberikan inspirasi dan semangat peserta (yang rata-rata juga memiliki anak yatim), bahwa sebagai calon juragan, mereka berkesempatan untuk memberdayakan anak anak yatim difabel ini supaya bisa memiliki pekerjaan dan penghasilan untuk kehidupan agar mampu kreatif dan mandiri.
Program Sekolah Juragan Kreatif Mandiri itu sendiri di programkan dilaksanakan selama 12 bulan dengan target utama membuat bunda-bunda yatim menjadi calon-calon juragan baru yang kreatif dan mandiri serta peduli dengan lingkungannya. (lip)