BERNASNEWS.COM —Tenaga ahli di bidang penyusunan konsep peraturan(legal drafting) di daerah, seperti Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Desa (Perdes), masih sangat minim bahkan masih langka. Akibatnya, banyak peraturan yang dihasilkan di daerah tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak dan menghambat investasi karena hanya mengakomodir kepentingan para elit politik lokal.
Selain itu, tidak sedikit aturan yang dibuat atau dihasilkan di daerah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sehingga banyak peraturan daerah yang kemudian dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu ke depan, harus banyak tenaga ahli yang menguasai bidang legal drafting untuk membantu pemerintah daerah dan DPRD dalam membuat konsep peraturan yang berpihak pada kepentingan rakyat, tidak bertentangan dengan Pancasila maupun UUD 1045 serta tidak menghambat investasi.
“Kami siap bekerja sama dengan mahasiswa dari daerah maupun pemerintah daerah dalam bidang pembuatan konsep peraturan (legal drafting) yang baik dan benar maupun melakukan pelatihan-pelatihan,” kata Sri Handayani Retna Wardani SH, Ketua Pusat Kajian Hukum Konstitusi dan Perintis Forum Diskusi Konstitusi dan Penyusun Perda Provinsi/ Kabupaten/ Kota, Trainer Legal Drafting dan Dosen Universitas Janabadra Yogyakarta (UJB) pada seminar tentang legal drafting dengan tema Mendorong Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan Rakyat yang diadakan oleh Ikatan Keluarga Ile Ape (TALA IA) Lembata, Flores Timur, Provinsi NTT yang tinggal di Yogyakarta di Kampus STPMD “APMD” Jalan Timoho Yogyakarta, Sabtu (24/8/2019).
Dalam seminar yang dihadiri ratusan mahasiswa dan aktivis asal Lembata, NTT maupun dari daerah lainnya itu, Sri Handayani Retna Wardani mengaku sangat prihatin dengan kondisi tersebut sehingga banyak peraturan yang dihasilkan di daerah tidak memenuhi standar. Akibatnya, peraturan yang ada tidak berpihak kepada kepentingan rakyat banyak, namun hanya menguntungkan para elit lokal atau kepala daerah.
Dikatakan, tenaga ahli pembuat konsep peraturan tidak harus atau hanya lulusan fakultas hukum atau sarjana huku, tapi juga bidang-bidang lainnya. Karena peraturan yang dibuat harus mengakomodir semua aspek, baik aspek hukum, ekonomi, sosial, politik, iklim usaha, budaya dan sebagainya.
“Dan peraturan yang benar harus memenuhi unsur-unsur dalam lima sila Pancasila, mulai sila pertama hingga sila kelima. Bila ada salah satu sila dalam Pancasila saja tidak diakomodir maka peraturan itu harus dibatalkan,” tegas Sri Handayani Retna Wardani yang telah banyak bekerja sama dengan pemda maupun DPRD dalam membuat legal drafting.
Ketua Ikatan Keluarga Ile Ape Yogyakarta Adrianus Patong mengatakan, seminar dengan topik membuat Legal Drafting ini sengaja digelar karena adanya keprihatinan minimnya tenaga ahli di daerah yang mampu membuat peraturan yang baik dan benar serta berpihak kepada kepentingan rakyat.
“Banyak di daerah kami, beberapa instansi yang belum mengerti dan awam soal menyusun legal drafting. Karena itu, kami mendorong mahasiswa agar belajar untuk menguasai pembuatan legal drafting guna membantu daerah, seperti biro hukum, kepala daerah dan DPRD, untuk membuat konsep peraturan yang baik dan benar,” kata Adrianus Patong.
Hal yang sama juga disampaikan Alumni Ikatan Keluarga Ile Ape Yogyakarta Antonius Bunga Thomas. Bahkan ia sendiri yang berlatar belakang pendidikan bukan hukum merasa awam dan asing soal legal drafting. Sehingga ketika suatu saat diminta ikut membuat peraturan desa (perdes), ia merasa tidak mampu, apalagi ia bukan berlatar belakang pendidikan hukum atau sarjana hukum.
Karena itu, ia sangat mendukung apa yang dilakukan para mahasiswa di Jogja yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Ile Ape Yogyakarta yang menggelar seminar tentang Legal Drafting dengan menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya. Ia berharap setelah seminar ini banyak yang bisa membuat konsep legal drafting sehingga bisa menjadi staf ahli anggota DPRD, biro hukum dan kepala daerah.
“Saya sangat apresiasi dengan panitia yang menggelar seminar ini, karena selama 15 tahun Ikatan Keluarga Ile Ape Yogyakarta berdiri, baru kali ini go public atau menggelar kegiatan ilmiah yang melibatkan masyarakat umum/luas, tidak hanya internal orang Lembata,” kata alumni Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta ini.
Ketua Panitia Pelaksana Seminar Paulus Mean Atawolo mengatakan, seminar ini bertujuan untuk menambah wawasan peserta tentang Legal Drafting. Dan tema ini diangkat karena setelah melihat kebijakan-kebijakan yang ada di daerah kurang transparan dengan masyarakat, sehingga panitia penyelenggara berharap melalui seminar ini peserta mampu melihat dan menjawab kebutuhan masyarakat.
“Tema ini diambil agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sepadan atau sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sehingga dapat menopang perekonomian masyarakat setempat,” kata Paulus Mean dalam laporannya.
Paulus Mean yang juga Wakil Ketua TALA IA Yogyakarta menjelaskan, TALA IA diambil dari bahasa daerah Lembata yang berarti ‘kita lewat di sini’. Dan ini sebagai ajakan untuk teman-teman dari daerah yang kuliah di Jogja agar mau bergabung dan berproses dalam wadah ini sekaligus mememberdayakan potensi untuk memenuhi kepentingan individu maupun organisasi.
Dengan demikian, apa yang diperoleh melalui wadah ini bisa diimplementasikan di kampung halaman. “TALA IA menerima siapa saja yang mau berproses dan belajar di dalam wadah ini, dan sifatnya terbuka untuk siapa saja. TALA IA berasaskan kekeluargaan dan bergerak di bidang kemanusiaan,” kata mahasiswa Semester V Prodi Manajemen FE UST ini. (lip)