BERNASNEWS.COM — Dalam rangka memperingati 100 tahun Prinses Juliana School (PJS) dan 70 tahun STM Jetis 1 Yogyakarta (kini menjadi SMK Negeri 2 Yogyakarta), Kamis (15/08/2019), diselenggarakan Seminar Nasional, di Aula SMK N 2 Yogyakarta, Jalan AM. Sangaji, Yogyakarta.
Dodot Yuliantoro, S.Pd, M.T selaku Kepala Sekolah, menjelaskan, bahwa seminar nasional dengan tema “Membangun Generasi Modern yang nJawani” menghadirkan nara sumber Menteri Tenaga Kerja RI Tahun 2005 – 2009 Dr. Ir Erman Suparno, MBA MSi yang juga sebagai alumni STM Jetis 1 Yogyakarta, Direktur PT. Komatsu Indonesia Risdhianto Budi Irawan, dan sebagai Keynote Speaker Gubernur DIY Sri Sultan HB X.
Paparan dari Sri Sultan HB X yang dibacakan oleh Sekda DIY Ir. Gatot Saptadi, menerangkan, bahwa orang Jawa sudah kehilangan “Jawanya”. Hal ini berdasar adagium yang berkembang di tengah para punggawa dan budayawan yang peduli terhadap hidup matinya Budaya Jawa. Ada yang begitu pesimis, jika Budaya Jawa di tahun-tahun ke depan akan hilang, baik itu dari sisi filolosofinya sampai kepada warisan peradaban Jawa yang adiluhung pada generasi muda.
“Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan. Dari Budaya Jawa kita belajar unggah-ungguh, budi pekerti, penghormatan kepada orang tua, yang pada ujungnya menumbuhkan karakter dan jati diri,” papar Sultan HB X.
Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini menerangkan, pengguna baca tulis Aksara Jawa (Huruf Jawa) di DIY yang sudah kehilangan fungsi komunikasi sosialnya. Sehingga sudah mengalami pada titik “krisis” bahkan “kritis” untuk urusan Budaya Jawa. Dan bukan perkara mudah merawat Budaya Jawa di tengah masyarakat gadget seperti sekarang ini.
“Sangat membutuhkan energy yang luar biasa, dimana generasi muda kita sudah dimanjakan oleh berbagai aplikasi yang memudahkan segala segala urusan. Shingga generasi muda kita perlujuga di-edukasi melalui aplikasi Ha Na Ca Ra Ka, sebuah aplikasi tentang Aksara Jawa yang mudah diperoleh melalui android,” terang Sultan HB X.
Menurut Sultan, Budaya Lokal DIY dimaknai sebagai sebuah warisan yang harus dilestarikan. Menjadi keprihatinan kita semua jika generasi muda kita cuek dan tak peduli. Kita masih diuntungkan karena masih mempunyai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Pakualaman yang menjadi center culture yang sampai hari ini juga masih menjadi rujukan dalam mencari referensi Budaya Jawa.
“Yogyakarta adalah salah satu kota yang berpotensi dan memungkinkan untuk menerapkan konsep smart city tetapi tidak meninggalkan ciri Budaya Jawa-nya. Hal itu mengingat beberapa modal dasar yang dimiliki oleh Yogyakarta, antara lain dari faktor kesejarahan. Pendidikan di DIY harus mengacu pada konsep pendidikan Jawa, yaitu ngangsu kawruh, nyecep ilmu. Artinya pendidikan tidak hanya proses pembelajaran semata, namun juga terjadi enkulturasi dan akultarasi budaya. Pendidikan merupakan proses pembudayaan, sekaligus dipandang sebagai alat transformasi budaya,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur PT Komatsu Indonesia, Risdhianto Budi Irawan dalam seminar nasional tersebut, menyampaikan paparan dengan tema Tantangan Dunia Kerja di Era Modern dan Revolusi Industri 4.0. Yaitu, berisi profil bisnis Komatsu di Indonesia, Perkembangan Era Industri 4.0 terkait tuntutan untuk tenaga kerja, Pilar-pilar Industri 4.0, Kondisi Industri dan Kesenjangan Kebutuhan Tenaga Kerja, Tantangan era Industri 4.0, Kebutuhan Budaya Industri dan Budaya Jawa dalam keselarasan nilai nJawani.
“Komatsu Indonesia belajar dari ajaran Ki Hajar Dewantoro dalam membudayakan budaya perusahaan dalam rangka menciptakan daya saing perusahaan. Apa pun era-nya, sikap pekerja yang mencerminkan budaya (industry) merupakan kunci. Sikap (kerja) harus dibangun sedini mungkin. Dan peran leader merupakan kunci dalam melakukan transformasi bisnis dan budaya,” kata Risdhianto. (nun/ ted)