BERNASNEWS.COM — Tunatera atau cacat fisik/difabel bukan halangan bagi Mohammad Furqon (28) untuk belajar dan berkarya. Kondisi fisik yang terbatas itu justru menjadi ‘senjata’ bagi sarjana lulusan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta tahun 2016 ini untuk memotivasi dan menginspirasi siapa pun, baik sesama kaum difabel maupun mereka yang memiliki fisik yang lengkap atau normal.
Dan motivasi itu tidak sekadar dalam bentuk kata-kata atau wacana di ruang ber-AC tapi dengan karya nyata di alam terbuka, di jalan-jalan umum. Hal itu dilakukan bukan untuk mendapat belas kasih dari siapa pun tapi benar-benar ingin memotivasi, memberi contoh nyata dan inspirasi bagi siapa pun. Dengan demikian, siapa pun yang melihat diharapkan akan tergerak untuk melakukan hal yang sama.

“Saya ingin mengajarkan pada anak didik saya supaya termotivasi untuk menjadi wirausaha, entah jualan online, membuka toko, membuka bengkel sepeda motor, servis komputer dan lain-lain. Saya ingin mereka melihat saya yang difabel saja tidak hanya duduk di rumah, meminta atau menunggu belas kasihan dari orang lain, tapi menunjukkan karya nyata yang terbaik untuk masyarakat pada umumnya dan kaum difabel khususnya. Karena meski difabel saya tetap harus berkarya,” kata Muhammad Furqon dengan suara lantang saat dicegat Bernasnews.com ketika sedang berjalan tertatih-tatif menyusuri Jalan Timoho sambil mengasong dagangan, Jumat (9/8/2019) pagi.
Dengan menggunakan tongkat khas kaum tunanetra sebagai penunjuk jalan, Muh Furqon mengasong dagangan berupa makroni, kripik bakso, krupuk oven, kripik pisang, kacang koro kupas, kripik bayam dan sebagainya. Barang tersebut dijual dengan harga sama, Rp 10.000 per bungkus. “Harganya sama Rp 10.000 per bungkus untuk memudahkan pengembalian,” kata Muh Furqon yang mengaku setiap hari membawa 25-30 bungkus makanan ringan tersebut.
Setiap hari Senin dan Selasa pagi ia menyusuri Jalan Gejayan dan Jalan Timoho sepanjang 8-10 kilometer menjajakan dagangan dengan cara mengasong. Di belakang punggungnya tergantung sebuah eblek dengan tulisan “Jualan Snack” sebagai penanda atau petunjuk bahwa ia sedang berjualan atau menjajakan dagangan. Dengan membaca eblek itu, ia berharap ada yang mau berhenti dan membeli dagangannya.
Dengan berjalan pelan sambil mengayun-ayunkan tongkat khas tunanetra sebagai penunjuk jalan, pria lajang kelahiran Demak, Jawa Tengah 22 November 1991 ini menyurusi jalan di antara kendaraan bermotor yang bersliweran di Jalan Timoho. “Setiap hari jalan antara 8-10 km. Saya tidak ngoyak sampe habis tapi kalau sudah capai ya pulang. Dan kalau pulang bisa pakai grab atau gojek,” kata Muh Furqon yang masuk Prodi Pendidikan Agama Islam, Fak Tarbiyah dan Keguruan, UIN Suka Yogyakarta tahun 2012 dan lulus 22 Juni 2016.
Muhammad Furqon yang berasal dari RT 2/RW 5 Kel Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah dan kini tinggal di Jalan Ori II Nomor 8 Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman ini tidak setiap hari berjualan karena ia juga menjadi guru di SMK Muhammadiyah Kretek, Bantul sejak 16 Juli 2018. Ia berjualan setiap hari Senin dan Selasa pagi, kemudian pada hari Rabu dan Kamis sore serta kadang-kadang pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu kalau pas libur.
Setiap jualan ia bisa mendapat hasil kotor antara Rp 250 ribu-Rp 300 ribu. Dengan dibantu dua temanya, ia mengemas dagangan yang dibuat teman lainnya itu untuk dijual. “Saya mengemas sendiri dagangan dibantu teman. Yang jual dua orang termasuk saya dan setiap hari membawa 25-30 bungkus dan kadang-kadang habis, kadang-kadang tidak habis. Tapi saya tidak ngoyak sampe laku semua atau habis. Kalau sudah merasa cape yang saya pulang,” kata Muh Furqon.
Ketika ditanya mengapa harus berjualan keliling dengan berjalan kaki dalan kondisi seperti itu (tunanetra), Muh Furqon mengaku tidak punya modal untuk menyewa kios atau tempat untuk berjualan. Namun, yang lebih penting lagi baginya adalah dia ingin menunjukkan kepada siapa pun agar tetap dan terus berkarya meski dalam kondisi cacat/difabel seperti dirinya.
“Meski difabel tetap harus berkarya. Karena berkarya hukumnya wajib. Dan dalam agama, belajar itu diwajibkan. Kalalu tidak belajar, tidak sekolah atau tidak kursus, kita tahu apa? Kalau tidak dari itu (belajar), kita bisa apa? Saya ingin membangkitkan semangat untuk memberi yang terbaik bagi masyarakat,” kata Muh Furqon yang dicegat Bernasnews.com di tepi Jalan Timoho, Jumat (9/8/2019) pagi. (lip)