News  

Kongres Diaspora Jawa 2025, Jejak Leluhur Jadi Jembatan Budaya Antarbangsa

kongres diaspora jawa
kongres diaspora jawa

bernasnews – Suasana khidmat menyelimuti Kagungan Dalem Sasana Hinggil Dwi Abad, Sabtu, 14 Juni 2025, saat ratusan peserta dari berbagai penjuru dunia menghadiri Kongres Diaspora Jawa Internasional.

Sri Sultan Hamengku Buwono X secara langsung memimpin dialog budaya dalam forum akbar tersebut, menyampaikan pesan mendalam tentang peran sejarah dan identitas dalam membentuk masa depan.

Panitia menggelar kongres ini sebagai bentuk penghormatan dan ruang interaksi antara kerajaan dan komunitas diaspora Jawa yang tersebar di berbagai belahan dunia, mulai dari Suriname, Belanda, hingga kawasan Asia Tenggara.

Acara ini bukan sekadar pertemuan budaya, melainkan momentum spiritual dan emosional yang menyatukan kembali tali batin antara tanah leluhur dan keturunannya di perantauan.

Dalam sambutannya, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan bahwa sejarah bukan sekadar masa lalu, tetapi menjadi fondasi utama yang membentuk identitas, mengarahkan tujuan, dan memberi makna dalam kehidupan masa kini.

“Sejarah itu bukan hanya tentang masa lalu. Ia meninggalkan jejak yang bisa menempelkan identitas dan mengarahkan kita pada tujuan yang bermakna di masa kini,” tutur Ngarso Dalem dengan penuh makna.

Diaspora Jawa: Rumpun yang Kuat dan Lentur

Beliau menggarisbawahi bahwa kisah diaspora Jawa merupakan salah satu bab penting dalam sejarah peradaban nusantara. Ia mencontohkan migrasi besar-besaran masyarakat Jawa ke Suriname pada tahun 1890 sebagai bukti keberanian, daya tahan, dan semangat mempertahankan budaya dalam menghadapi tantangan hidup lintas benua.

“Mereka menyeberang benua, membangun kehidupan baru sebagai buruh kontrak, namun tetap menjaga warisan budaya dan bahkan menciptakan identitas baru hasil akulturasi,” ungkap Sultan dengan bangga.

Sri Sultan juga menyinggung gelombang migrasi ke Belanda pada tahun 1975 yang terjadi karena dinamika sosial-politik pascakolonial. Ia mengakui peran diaspora Jawa yang terus aktif menjaga nilai-nilai budaya Jawa, meski telah bermukim di luar negeri selama puluhan tahun.

“Di manapun mereka tinggal—baik di Malaysia, Singapura, maupun Eropa—para diaspora tetap memelihara seni, tradisi, dan falsafah Jawa seperti unggah-ungguh dan tata krama,” lanjutnya.

Beliau mengajak para peserta kongres untuk tidak memandang sejarah sebagai nostalgia, tetapi sebagai jembatan penghubung lintas generasi yang menguatkan jati diri.

Ngarso Dalem juga mengapresiasi tema kongres tahun ini, Hamemayu Hayuning Bawono, sebagai panggilan jiwa untuk merawat harmoni semesta dalam kehidupan global yang semakin kompleks.

“Saya percaya, para diaspora tidak hanya kembali secara fisik ke tanah Jawa, tetapi juga menyentuh batin mereka sebagai orang Jawa,” ucapnya lirih namun mantap.

Menutup pidatonya, Sri Sultan mengibaratkan jaringan diaspora Jawa sebagai rumpun bambu yang saling menopang—kuat, lentur, dan penuh makna. Simbol ini mencerminkan kekokohan solidaritas antarwarga diaspora yang meski tersebar, tetap terhubung dalam satu akar budaya yang sama.

Sebelum dialog utama dimulai, KPH Wironegoro membuka acara dengan penegasan pentingnya merawat akar budaya dalam perjalanan diaspora Jawa.

Ia mengungkap bahwa selama hampir 15 tahun, pihaknya konsisten membersamai diaspora Jawa dalam upaya pelestarian nilai-nilai luhur.

“Setiap dua tahun mereka datang kembali ke tanah leluhurnya. Sudah menjadi kewajiban kami untuk menanamkan nilai-nilai baik, agar perjalanan ini tak sekadar wisata, tapi juga menghidupkan potensi budaya dan pariwisata di DIY,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa sebelum kongres berlangsung, panitia mengajak komunitas diaspora berkunjung ke Gunungkidul. Tujuan dari kunjungan ini bukan hanya untuk memperkenalkan keindahan daerah, melainkan untuk menyentuh kembali akar budaya yang dalam.

“Kami ajak mereka ke akar rumputnya, balik ke oyoté. Di sana, mereka kami kenalkan lagi pada nilai-nilai seperti unggah-ungguh, subo-sito, dan toto kromo,” paparnya.

KPH Wironegoro berharap dialog ini memberi manfaat nyata dan memperkuat komitmen para diaspora sebagai ujung tombak pelestarian budaya Jawa di seluruh dunia. Ia percaya bahwa akar budaya yang kuat akan menumbuhkan jati diri yang kokoh dan relevan dalam segala zaman.

Pada kesempatan yang sama, Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih menyampaikan apresiasi mendalam atas kunjungan diaspora ke wilayahnya. Ia merasa bangga karena produk UMKM Gunungkidul mendapat perhatian dan dukungan dari para peserta kongres.

“Kami merasa terhormat karena Gunungkidul menjadi bagian dari agenda Kongres Diaspora Jawa Internasional. Banyak produk kami diapresiasi dan dibeli langsung oleh diaspora. Ini bisa menjadi awal kerja sama untuk memasarkan produk lokal kami ke kancah internasional,” ujar Endah dengan penuh haru.

Bupati Endah juga menyampaikan permintaan maaf bila terdapat kekurangan dalam penyambutan, namun ia menegaskan bahwa Gunungkidul akan terus berbenah demi menyambut tamu-tamu kehormatan seperti para diaspora di masa depan.

Dengan penuh kehangatan, kongres ini berhasil membangun ruang refleksi, dialog lintas generasi, serta menjadi simbol kekuatan budaya Jawa yang tak lekang oleh waktu dan batas wilayah.