News  

BKKBN RI Sebut Prevalensi Stunting DIY Capai 5 Terbaik di Indonesia 

BKKBN Kota Yogyakarta selenggarakan kegiatan Promosi dan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting. (Foto : Wulan/ bernasnews)

bernasnews – Angka prevalensi stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah mencapai angka 16,4 persen, di bawah nasional yakni 21,6 persen. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo mengatakan Hal ini menjadikan DIY sebagai salah satu provinsi terendah atau berada di posisi 5 terbaik di Indonesia yang angka stuntingnya di bawah rata-rata nasional.

Adapun target penurunan stunting tersebut mampu dicapai juga berkat upaya dari Pemerintah Daerah dalam melakukan pencegahan dini termasuk lewat kegiatan Promosi dan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting yang hari ini disosialisasikan kepada mitra kerja hingga masyarakat setempat.

“DIY stuntingnya jauh di bawah 20 persen angka nasional, saya kira ini bagus,” ujar Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo, Rabu (7/2/2024).

Meski begitu, masih ada PR pemerintah untuk terus fokus menyelesaikan persoalan stunting itu, apalagi di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo tercatat masih tinggi jika dibandingkan daerah lainnya.

Menurut Hasto, untuk mempercepat penekanan angka stunting, ada beberapa pencegahan dini yang bisa dilakukan mulai dari calon pengantin harus dikawal dan diberi arahan hingga local wisdom untuk menekan prevalensi stunting karena dapat menjadi alternatif kreatif untuk mengedukasi keluarga. 

Ia tak menepis bahwa budaya memang menjadi senjata ampuh untuk edukasi kepada masyarakat yang dalam hal ini untuk mempercepat penurunan stunting.

“Untuk merubah mindset harapan saya di DIY lebih gampang dibandingkan di tempat lain dan juga penggunaan dana keistimewaan bisa dipakai sebagai inisiasi untuk penurunan stunting, sekaligus membangun kesadaran kesehatan berbasis budaya,” ucap dia.

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan urusan stunting perlu juga perhatian lingkungan tempat tinggal. Konsentrasi pada SDM, dengan membentuk generasi yang sehat butuh dukungan lingkungan.

Berkurangnya produktivitas lahan pertanian, lalu ditambah soal kualitas air, juga kualitas udaranya yang buruk di Yogyakarta juga akan menjadi faktor stunting itu terjadi.

“Lingkungan juga harus mendukung dan yang penting juga edukasi terhadap proses mulai dari mau menikah ada konsultasi kemudian dalam pernikahan juga sehat lalu juga pas mengandung harus ada pendampingan dan lain-lain,” kata Eko Suwanto.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Yogyakarta, Yunianto Dwi Sutono mengatakan hal senada dimana penyebab stunting ini bersifat multidimensional, tidak hanya kemiskinan dan akses pangan tetapi juga pola asuh dan pemberian makan pada balita Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dalam jangka waktu lama dan kurangnya stimulasi psikososial sejak didalam kandungan dan setelah dilahirkan. Tidak hanya faktor spesifik gizi tetapi juga faktor sensitif gizi yang berinteraksi satu dengan lainnya. 

Sehingga dikhawatirkan stunting berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas SDM dan bonus demografi (pertambahan jumlah penduduk produktif yang besar) tidak termanfaatkan dengan baik.

Menurut dia, upaya penurunan stunting kiranya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi diharapkan bisa dilakukan oleh semua pihak pemangku kepentingan. 

“Dengan adanya sinergi dan kerja sama di berbagai sektor pemerintahan diharapkan bisa menurunkan angka stunting. Melalui upaya kegiatan yang dilakukan salah satunya, pada hari ini, melalui Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja di Kota Yogyakarta, kiranya pesan dan gagasan dapat tersampaikan kepada stakeholder terkait dan masyarakat pada umumnya,” pungkasnya. (lan)