News  

Jogja Cross Culture 2023: Tatag, Teteg, Tutug

Suasana Tik Nol bagian dari sudut ikonik pariwisata Kota Yogyakarta, di ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

bernasnews — Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta kembali mempersembahkan Jogja Cross Culture (JCC) di jantung Kota Yogyakarta. Gelaran ini akan diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2023, pada pukul 19.30 bertepatan dengan car free night di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta.

JCC 2023 ini mengusung tema ‘Tatag, Teteg, Tutug’, yang akan disajikan dalam ansambel perkusi hasil kolaborasi para seniman perkusi, sound artist, lighting performance, bersama 14 Kemantren.

Tema tersebut diangkat sebagai upaya reproduksi dalam merayakan keragaman. Tidak hanya perayaan kolektif, perhelatan ini diharapkan dapat menciptakan ruang kontemplasi untuk membentuk mentalitas diri yang kuat (tatag), membentuk ketahanan dan konsisten (teteg), juga tuntas dalam melaksanakan tanggung jawab (tutug).

Nilai-nilai itu membawa kita pada tekad dalam mengenali keanekaragaman ekosistem secara lebih luas: relasi manusia, kebudayaan, dan kosmologinya. Temuan istilah tatag, teteg, tutug dengan perkusi itu juga bersumber dari istilah masyarakat Jawa ketika mendengar sumber bunyi dari benda-benda sekitar.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti,S.Sos, M.M menjelaskan, JCC 2023 ini adalah penyelenggaraan yang ke-5 kalinya sejak diluncurkan oleh Dinas Kebudayaan pada tahun 2019. “Jogja Cross Culture merupakan perhelatan seni lintas budaya yang dikemas dengan memanfaatkan perkembangan teknologi seni pertunjukan,” kata dia, Selasa (16/5/2023).

Lebih lanjut Yetti mengungkapkan, dengan dukungan dana keistimewaan, JCC sebagai salah satu ikon event seni budaya di Yogyakarta terus menyuguhkan pembaruan-pembaruan yang menjangkau kolaborasi lintas budaya secara luas.

Menjaga Detak Jantung Seni Budaya Malioboro

Pemanfaatan Malioboro sebagai ruang publik selayaknya juga menjadi ruang budaya yang mengekspresikan capaian-capaian peradaban Kota Yogyakarta dan terbuka untuk keragaman budaya. Bukan hanya sebagai pusat perbelajaan, Malioboro dikenal memiliki sejarah panjang dalam melahirkan banyak seniman besar yang berkontribusi dalam memperluas kota dengan imajinasi dan pikiran penikmatnya.

“Oleh sebab itu, penting untuk terus menghidupkan ikon seni budaya ini untuk menjaga geliat para seniman dalam menciptakan produk-produk seni,” tandas Yetti. (*/ nun)