Gowes Imlek, Bersepeda Dari Klenteng Ke Klenteng

Peserta Gowes Imlek 2574 istirahat sejenak dan berfoto bersama di Kelenteng Poncowinatan, Kota Yogyakarta. (Foto: Kiriman Y. Sri Susilo)

bernasnews – Menyambut dan memeriahkan Tahun Baru Imlek 2574, komunitas gowes “Sabtu Pagi” menggelar event Gowes Imlek, Sabtu (21/01/2023). Hadir dalam acara gowes tersebut perwakilan komunitas gowes BNB, Tjeret Gosong, Kafegama dan Langenastran. Sepeda Gembira (fun bike) menempuh jarak sekitar 15 kilometer.

“Gowes Imlek pada tahun ini sudah memasuki tahun ke-3. Adapun ide Gowes Imlek ini diinisiasi oleh Singgih Rahardjo (Kadispar DIY) bersama Jimmy Parjiman (Kepala OJK DIY) dan saya sendiri dua tahun lalu,” terang Koordinator Gowes “Sabtu Pagi”, Y. Sri Susilo kepada bernasnews, usai gowes.

Dikatakan, rute gowes dimulai dari Langenastran menuju Krematorium Pingit dan dilanjut ke Kelenteng Poncowinatan. Kemudian dari kelenteng tersebut menuju Kampung Ketandan. Setelah berfoto sejenak, dilanjutkan ke kelenteng Gondomanan. Rute bersepeda berakhir di Warug Soto di wilayah Langenastran, Kelurahan Panembahan, Kemantren Kraton, Yogyakarta.

Sebagaimana diketahui menurut keterangan BPCB DIY, 2023, bahwa kelenteng Kwan Tee Kiong didirikan pada tahun 1879. Klenteng yang dikenal dengan sebutan Kelenteng Poncowinatan ini didirikan di atas tanah hibah dari Sultan Hamengku Buwono VII, yang diberikan kepada masyarakat Tionghoa. Untuk menghormati Keraton Yogyakarta, maka kelenteng ini dibangun menghadap ke selatan.

Peserta Gowes Imlek 2574 berfoto bersama, di Klenteng Fuk Ling Miau atau yang lebih dikenal dengan sebutan Klenteng Gondomanan, Yogyakarta. (Foto: Kiriman Y. Sri Susilo)

Sementara klenteng Fuk Ling Miau atau yang juga dikenal dengan nama Klenteng Gondomanan,  menurut BPCB DIY, 2023 didirikan pada 1846 oleh masyarakat Cina yang tinggal di Yogyakarta. Berdasarkan surat keterangan hak milik tanah Nomor 121 tanggal 28 Juli 1846, klenteng ini dibangun di tanah milik De Chinese Bevolhing.

“Nama Fuk Ling Miau berasal dari tiga suku kata yaitu Miau berarti kelenteng, Fuk  maknanya berkah, dan ‘Ling’ artinya tak terhingga. Jadi Fuk Ling Miau dapat dimaknai sebuah kelenteng penuh berkah yang tak terhingga,” beber Y. Sri Susilo, yang juga sebagai penggiat pariwisata.

Wahyu Wiryono dari Komunitas Tjeret Gosong, yang bertindak selaku marshall atau leader Gowes Imlek mengungkapkan, gowes menuju kelenteng dan beberapa tempat yang terkait dengan saudara kita Tionghoa ternyata sangat menarik. Menurut Wahyu, menarik dalam arti bangunan kelenteng mempunyai daya tarik dan kekhasan. “Disamping itu, juga dapat belajar sejarah bangunan cagar budaya termasuk kelenteng,” tandasnya.

Lobiantoro dari Komunitas BNB, yang juga merupakan aktivis gowes mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih lantaran para sahabat gowes juga ikut menyambut Tahun Baru Imlek. Pihaknya berharap pada tahun mendatang Gowes Imlek dapat diselenggarakan lagi.

“Saya pribadi selaku WNI keturunan Tionghoa sangat gembira dan bangga dilibatkan dalam Gowes Imlek ini,” ujar Lobiantoro, yang merupakan produsen bakpia, makanan khasnya Jogja. (ted)