bernasnews — Jaringan Jagal Indonesia (JJI) menyelenggarakan kegiatan Obrolan Angkringan, bertajuk ilmu titen belanja sapi kurban agar tidak keblondrok atau kemahalan. Acara ini berlangsung di Masjid Gede Mataram Kotagede, Yogyakarta, Minggu malam (18/5/2025).
Kegiatan ini sebagai upaya membantu para pemburu sapi kurban supaya bisa amanah dan tidak mengecewakan shohibul qurban jelang Hari Raya Qurban.
Lutfi dari Masjid Jogokariyan memberikan pengantar, bahwa ada fenomena orang yang dipercaya mencari sapi kurban hanya itu-itu saja. Menurut Lutfi, hal itu boleh saja apabila orang tersebut amanah dan murni ibadah tidak ada kepentingan lain. Dan shohibul qurban puas tidak merasa dikecewakan sesuai dengan niat dan kondisi yang ada.
Lanjut Lutfi menjelaskan, harapan shohibul qurban mendapatkan sapi yang bagus dalam artian dengan harga yang murah namun menghasilkan daging kurban yang banyak, yang itu semua butuh ilmu dan pengalaman. Tujuannya dalam menjalankan amanah bisa memberikan kepuasan maksimal. Pengetahuan secara akademis dalam menaksir sapi sangat penting.
“Namun pengalaman juga penting, dari pengamatan dan pengalaman yang dilakukan terus menerus dan berulang akan menjadikan kebiasaan yang disebut Ilmu Titen,” ungkap Lutfi, yang diamini oleh Eko IB dari komunitas yang sama.
“Dengan ilmu Titen tanpa harus menimbang berat badan dan mengukur lingkar badan dengan meteran bisa memperkirakan berat sapi dan proyeksi daging yang akan dihasilkan,” imbuhnya.
Sementara itu Dosen Fakultas Peternakan UGM Cuk Tri Noviandi mengemukakan, bahwa menurut teori akademis untuk mengetahui proyeksi hasil daging ketika disembelih dengan melakukan penimbangan berat badan hidup dan diukur lingkar badan sapi. Setiap jenis sapi akan berbeda dengan karkasnya.
“Namun ketika seseorang dipercaya mencarikan sapi untuk kurban akan menjadi merepotkan kalau membawa timbangan dan meteran. Jadi memang pengalaman dan ilmu Titen membuat orang bisa tau kondisi sapi baik bobot dan proyeksi daging hanya dengan melihat fisik sapi tersebut ,” ujarnya.
Namun mencari sapi kurban juga harus jeli melihat kondisi sapi saat akan menjatuhkan pilihan. Penyakit sapi selain PMK adalah cacing hati. “Secara visual sapi yang terkandung cacing hati bisa ditengarai dengan kulit yang kurang bersinar, bulu bagian punggung kasar njegrag, telinga tidak tegak (kepleh) mata sayu dan mencret,” beber Cuk Tri Noviandi.
Sebenarnya ketika sapi disembelih dan ketahuan ada cacing di hati hewan kurban kalau parah dibuang dikubur. Namun bila diketahui ada cacing tapi kondisi hati masih utuh itu masih bisa dikonsumsi. “Dengan catatan daging dimasak sempurna pada suhu didih. Tidak boleh dimasak setengah matang seperti disate,” tandasnya.
Menurut sesepuh Juru Sembelih Halal (Juleha) Jogja Antok Listianto, bahwa sepanjang pengalaman menjadi pencari sapi kurban dari beberapa jenis sapi yang ada dirinya pada lima tahun terakhir menjatuhkan pilihan pada jenis sapi perah pejantan, bukan sapi perah betina.
“Dengan pertimbangan sapi perah tulangnya kecil hampir sama dengan sapi Bali. Jadi perbandingan berat daging lebih banyak dibanding jenis sapi yang lain,” terang Antok.
Harga jauh lebih murah membeli sapi pada 4 atau 5 bulan sebelum hari Raya Idul Qurban, dengan perjanjian titip pelihara sampai hari penyembelihan. Kondisi seperti ini dilakukan bila dana longgar dan jamaah telah siap jauh sebelum hari Idul Qurban. “Juga harus melakukan kerja sama dengan peternak yang amanah,” tegas Antok.
Dalam kesempatan yang sama, mas Izwar dari keluarga peternak besar mengatakan, bahwa dengan kondisi tersebut memilih sapi juga bisa dilihat dari katuranggan. Yaitu bentuk sapi yang ideal, dengan tubuh tegap, punggung datar, bokong atau pantat bulat berisi dan dada lebar. Jenis sapi yang ada bisa Limousin, sapi putih, sapi Bali, sapi Madura dan sapi perah. Kesemuanya jenis mempunyai kelebihan masing masing.
“Adapun sebagai dasar pemilihan sapi yang paling penting sapi sehat, proyeksi daging banyak dipilih pada ciri sapi dengan kepala lebar, mocong pendek dan warna moncong dengan tracak sapi sama, tutur mas Iswar, yang dibenarkan oleh Mbah Abe dari Komunitas Sorpring dan Juru Sembelih Halal Jogja.
Acara obrolan angkringan diakhiri dengan taburan door prize berupa pisau jagal, pisau kelet dan lainnya. Sajian menu makanan khas angkringan sego kucing dan gorengan menjadikan suasana keakraban khas Jogja. (nun/ Kusnadi, KIM Berbah)