bernasnews — Usai pelaksanaan diskusi terkait materi kebijakan terkini Bank Indonesia (BI) dan penyegaran penulisan opini serta penyegaran penyampaian pendapat kepada media massa, baik cetak dan elektronik.
Agenda hari kedua kegiatan “BI Sapa Akademisi” yang diselenggarakan oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia (Dekom BI) adalah mengunjungi Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) dan Museum BI, pada hari Kamis (8/5/2025).
“Perum Peruri, berlokasi di Desa Parung Mulya, Ciampel, Karawang, Jawa Barat. Sedangkan lokasi Museum BI di wilayah Kota Lama, Taman Sari, Jakarta Barat,” terang Y. Sri Susilo, dosen FBE UAJY, yang juga sebagai peserta “BI Sapa Akademisi”, kepada bernasnews, Jumat (9/5/2025).
“Tujuan kunjungan di kedua tempat tersebut untuk menambah informasi dan wawasan dari peserta. Ternyata mayoritas peserta belum pernah mengunjungi Perum Peruri dan Museum BI,” imbuhnya.
Dari Perum Peruri, uang negara diproduksi dan beredar di masyarakat. Uang kartal yang diproduksi oleh Perum Peruri dicetak atas pesanan BI. “Sejumlah tahapan yang sangat ketat harus dilewati untuk mencetak setiap lembar rupiah,” ungkap Wasiaturahma, Guru Besar FEB Unair, Surabaya, yang juga peserta dan akrab disapa Rahma.
Menurut Rahma, produksi uang di Perum Peruri menggunakan teknologi tinggi dan unsur pengamanannya sangat tinggi. Terdapat tiga unsur pengaman pada bahan uang Rupiah yakni, watermark, elektrotype dan benang pengaman.
Selanjutnya menurut informasi dari Perum Peruri, bahwa pencetakan sudah menggunakan teknik intaglio. Teknik cetak intaglio memiliki unsur pengaman paling tinggi dibandingkan teknik cetak lain. Hasil cetak teknik tersebut memunculkan elemen halus sampai tebal dan akan terasa kasar apabila diraba.
Dengan demikian dapat memudahkan pengguna uang kertas mengidentifikasi keaslian uang rupiah sekaligus mempersulit pemalsuan.
“Pemalsuan uang yang terjadi saat ini disebabkan lantaran pengetahuan sebagian masyarakat terhadap uang kertas Rupiah masih terbatas,” ujar YB Suhartoko, peserta dari FEB Unika Atmajaya, Jakarta.
Menurut Suhartoko, sebagian masyarakat belum terinformasi dan teredukasi mengenai uang kertas yang dikeluarkan oleh BI. “Secara teknis uang Rupiah produksi Perum Peruri sulit untuk dipalsukan,” tambah Suhartoko, yang juga penulis opini di beberapa media terkemuka.
Berkaitan peredaran uang palsu dan belum terinfo serta teredukasinya sebagian masyarakat maka sosialisasi oleh BI menjadi relevan dan penting. “Sosialisasi terkait Cinta, Bangga dan Paham Rupiah, termasuk di dalamnya mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah harus tetap dilanjutkan dan diselenggarakan oleh BI lebih intensif,” harap Y. Sri Susilo, yang juga penggiat pariwisata di Jogja.
Seperti diketahui “Cinta Rupiah” diwujudkan dengan senantiasa menyayangi rupiah dengan mengenali ciri keaslian uang Rupiah yaitu Dilihat, Diraba dan Diterawang (3D). Hal penting merawat rupiah yang dimiliki dengan baik yaitu jangan dilipat, jangan dicoret, jangan diremas, jangan di stapler dan jangan sampai basah kena air atau cairan lainnya.
Setelah dari Perum Peruri di Karawang, 51 peserta “BI Sapa Akademis” di Kawasan Kota Tua Jakarta. Museum Bank Indonesia (BI) menyimpan banyak nilai sejarah tentang keuangan Indonesia.
“Museum BI tidak hanya memamerkan benda penting seputar keuangan Indonesia, beberapa bagian museum juga memiliki daya tariknya unik, termasuk bangunan heritage museum tersebut,” kata Nugroho SBM, Guru Besar FEB Undip, Semarang, yang juga peserta.
Untuk diketahui koleksi yang ada di Museum BI di antaranya merupakan koleksi numismatik, atau benda-benda terkait uang, seperti uang kertas, dan uang koin. Token dan benda-benda terkait lainnya yang pernah beredar dan digunakan untuk transaksi oleh masyarakat juga dipamerkan di museum tersebut.
“Agenda hari ke-2 “BI Sapa Akademisi” diakhiri dengan makan malam dan bernyanyi bersama serta pembagian cindera mata bagi pemenang games. Dalam cara tersebut juga dihadiri oleh Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI,” pungkas Y. Sri Susilo. (*/ ted)