News  

Malioboro City Memanggil: Aksi Demo P3-SRS Apartemen Malioboro City kepada Bupati dan Pemkab Sleman, Akan Digelar Secara Ekstrim!

Suasana demo aksi 'Jogja Memanggil' guna menyikapi kondisi politik terkait demokrasi, yang juga diikuti oleh Ketua P3-SRS Edi Hardiyanto dan beberapa anggota. (Foto: Istimewa)

bernasnews – Pemerintah Kabupaten Sleman dianggap ‘plin plan’ dan dianggap tidak memberikan solusi berupa kebijakan nyata, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3-SRS) Apartemen Malioboro City menyatakan kembali akan menggelar unjuk rasa, pada Senin 2 September 2024 mendatang.

Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Ketua P3-SRS Edi Hardiyanto saat jumpa pers dengan awak media terkait rencana pelaksanaan acara ‘Aksi 2 September 2024’, Sabtu (31/8/2024).

“Tanggal 2 September kami akan adakan aksi untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran. Kami akan meluapkan kegeraman kami terhadap sikap Bupati dan Pemkab Sleman yang terkesan diam di tempat saling melempar tanggung jawab. Apakah mau menunggu ada gempa megathrust SLF baru akan ditindak lanjuti oleh Pemkab Sleman, khususnya Dinas PU,” ujar Edi.

Menurut Edi, selama ini pihaknya merasa tidak mendapat jawaban yang jelas dan tegas dari pihak Pemkab dan Bupati dalam menangani proses perizinan, khususnya dalam hal prosedur Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sehingga menghambat menuju penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS).

Sementara MNC Bank sudah dapat mendaftarkan secara online. Kenapa baru sekarang Dinas PU memberikan penjelasan dan informasi untuk online sistem, kenapa tidak dari kemarin – kemarin. “Hal ini yang sangat aneh bagaikan drama dan sinetron, yang kami lihat  ada yang aneh dan tidak lazim dalam proses perijinan SLF ini,” tegas Edi.

“Keterlambatan penanganan perizinan oleh Pemkab Sleman menyebabkan kami dirugikan dan merasa tertipu oleh pengembang,” imbuhnya.

Kata Edi, tahapan penerbitan SLF ini merupakan produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasi dengan hukum yang tengah bergulir. “Pengurusan perizinan sertifikat laik fungsi ini adalah produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasinya dengan hukum yang sedang berjalan,”ungkap dia.

Pihaknya menambahkan, bahwa akan melakukan aksi teatrikal membakar keranda mayat dan membakar ban bekas sebagai simbol perlawanan terhadap proses penerbitan SLF, yang terlihat banyak unsur kepentingan.

“Apakah masyarakat akan dijadikan korban oleh pihak Pemkab Sleman? Di sini harusnya Bupati berani bersikap tegas dan pasang badan untuk masyarakatnya sebagai korban dari mafia pengembang, yang sudah 8 tahun mengharapkan mendapatkan kejelasan dan kepastian mendapatkan SHM SRS,” tandas Edi.

Suasana persiapan demo aksi Jogja Memanggil yang diikuti oleh Ketua P3-SRS Edi Hardiyanto dan beberapa anggota komunitas tersebut. (Foto: Istimewa)

Sementara itu, Sekretaris P3-SRS Budiono menilai progres yang dijalankan Pemkab Sleman dalam merampungkan persoalan apartemen Malioboro City sejauh ini tidak terlalu signifikan. Bahkan notulensi setiap pertemuan dengan pihaknya selalu tertutup dan dirahasiakan.

Menurut Budiono, ini merupakan bukti bahwa Bupati dan Pemkab sleman sedang posisi tidak baik baik saja. Pihaknya akan tetap lakukan aksi pada tanggal 2 September. “Kami akan lebih ekstrim lagi berbagai cara akan kami lakukan demi memperjuangkan keadilan dan hak kami di mana sudah 8 tahunan tidak ada kejelasan. Kami harus ke mana lagi? Satu – satunya jalan kami akan bakar keranda mayat dan ban di depan Kantor Bupati Sleman,” ucap dia.

“Kami akan mengerahkan puluhan gerobak sapi untuk kepung Kantor Bupati Sleman dan Jogja ini sebagai simbol perlawanan kami terhadap Pemkab Sleman dan Bupati Sleman pasalnya masih memberikan karpet merah terhadap pengembang yang sudah diblokir oleh Ditjen AHU, semenjak tanggal 20 Oktober 2024,” lanjut Budiono. 

Juga sebagai simbol, kami akan aksi teatrikal lebih ekstrim merupakan bentuk kegeraman, amarah dan keprihatinan kami terhadap sikap kinerja Bupati dan Pemkab Sleman dalam penyelesaian kasus Malioborp City, yang sudah 11 tahun tidak ada kejelasan dan kepastian.

Lanjut Budiono, kami akan bergerak  dengan mengajak mahasiswa, aktivis dan semua elemen masyarakat semua lapisan di Jogja. Penjelasan yang disampaikan Sekda Pemkab Sleman melalui Kepala Dinas PU dan Utusan Bupati Sleman sebagai penjembatan komunikasi dalam mencari solusi saat ini mentok tidak ada tindak lanjut dan perkembangan.

“Ada sesuatu yang janggal dan tidak lazim dalam proses penanganan perkara Malioboro City secara administratif oleh pihak Bupati dan Pemkab Sleman,” ujar dia.

Budiono merasa kecewa sampai saat ini melihat Bupati dan Pemkab Sleman hanya ingin cari amannya saja, tidak berani memberikan kepastian legalitas khususnya SLF yang sudah diajukan oleh MNC Bank. Sampai saat ini hanya terkesan ogah – ogahan tidak mau fokus dan banyak retorika, teori.

“Kami butuh bukti nyata sikap dan tindakan yang berguna bagi para masyarakat korban mafia pengembang yang sampai saat ini perkaranya di Polda DIY belum ada kejelasan dan kepastian. Pemkab Sleman sangat tertutup,” terang dia.

Pihaknya akan mengerahkan 78 gerobak sapi untuk kepung Sleman dan Jogja sebagai bentuk protes dan tidak ada kaitannya dengan politik. “Kami hanya menuntut hak kami, kami akan buktikan sudah cukup kami dipermainan oleh Bupati dan Pemkab Sleman. Aksi Malioboro City memanggil kali ini akan kami lakukan secara ekstrim. Pasalnya kami merasa diremehkan oleh Bupati dan Pemkab Sleman,” pungkasnya. (*/ nun)