Tari Tandang Tayub, Roman Epik Ki Ageng Mangir dan Retna Pembayun dari Kerajaan Mataram

Tari Tandang Tayub karya Muhammad Habib Wicaksono dan Nabil Izza Laksono, yang dibantu oleh penata musik Sahrul Kepek Yulianto,S.Sn saat pentas di sebuah event di Kabupaten Bantul beberapa waktu lalu. (Foto: Istimewa)

bernasnews — Adat, budaya dan sejarah berkaitan dengan kerajaan yang pernah ada di Jogja, bagi seniman tari menjadikan sumber inspirasi dalam penggarapan atau mencipta karya bentuk baru sebuah tarian.

Hal itu seperti yang dilakukan oleh seniman muda tari Muhammad Habib Wicaksono dan Nabil Izza Laksono. Keduanya selaku koreografer mencipta karya baru tarian, yang diberi judul ‘Tari Tandang Tayub’, dengan penata musik dibantu oleh Sahrul Kepek Yulianto,S.Sn.

“Karya tari ini terinspirasi dari kesenian tayub yang berkembang di Jogja. Seni Tayub merupakan kesenian rakyat yang salah satu fungsinya sebagai pengiring upacara ritual yakni upacara kesuburan yang biasa dilakukan masyarakat agraris,” terang Habib, Senin (11/12/2023).

Pemilik Sanggara Tari Hokya Traditional Dance Yogyakarta ini menambahkan, bahwa Kesenian Tayub meruopakan sebuah seni tari yang berisi perlambang kesuburan kehidupan manusia antara laki-laki dan perempuan, yang dimanifestasikan dengan menari bersama atau istilah lainnya Ngibing.

Sementara untuk sumber garapannya diambil dari Babad Tanah Jawa, yang mengisahkan roman epik antara Ki Ageng Mangir dan Retna Pembayun yang berlatar belakang Kerajaan Mataram, dengan yang bertahta sebagai raja adalah Senopati.

“Dimana waktu itu Ki Ageng Mangir yang masih lajang dan sangat tertarik dengan kesenian tayub dianggap mbalelo atau berani terhadap Kerajaan Mataram sehingga Senopati kemudian menggunakan putrinya Retna Pembayun untuk menjadi rantai emas (senjata penakluk), menarik hati Ki Ageng Mangir,” beber seniman tari, yang juga alumni UNY.

Retna Pembayun kemudian menyamar sebagai ledhek atau penari seni tayub, dengan nama samaran Lara Kasihan. Ia disertai dengan Adipati Martalaya yang menyamar sebagai dalang Sandiguna, Ki Jayasupanta, Ki Sandisasmita, Ki Suradipa, dan Nyai Adirasa.

Pasangan penari yang memerankan tokoh Ki Ageng Mangir dan Retna Pembayun (Lara Kasihan). Foto: Istimewa.

Retna Pembayun beserta rombongan meninggalkan istana Mataram menuju wilayah Mangir untuk menggelar pertunjukan tayub dengan cara mengamen. Mendengar informasi adanya serombongan kesenian tayub dengan penarinya berwajah cantik jelita tengah ngamen di wilayahnya, membuat Ki Ageng Mangir berkenan untuk menyaksikannya.

“Ki Ageng Mangir pun kemudian mengutus anak buahnya untuk mengundang grup kesenian tayub Mataram yang menyamar ini untuk pentas di halaman nDalem Mangiran. Di sinilah gambaran keseruan dan rancaknya dari ‘Tari Tandang Tayub’, yang menggambarkan gerakan tubuh, wajah cantik, dan kemolekan Retna Pembayun, yang membuat banyak laki-laki tergoda, tak terkecuali Ki Ageng Mangir,” ujar Habib.

“Tari Tandang Tayub ini pernah kami pentaskan dalam sebuah event Risital Sanggar Seni  Kabupaten Bantul, yang bertajuk ‘Karya Bantul untuk Negeri’. Kebetulan sanggar tari kami berada di Perumahan Puspa Indah, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul,” pungkasnya. (ted)