BERNASNEWS.COM –Meski cuaca siang itu cukup terik dan cuaca juga cukup gerah, namun belasan guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Seni Budaya dan Prakarya MTs Kabupaten Bantul nampak asyik dalam kegiatan bertajuk “Jelajah Laras.”
Di bawah bimbingan seniman sekaligus akademisi ISI Yogyakarta Ki Udreka Hadi Swasono S.SnM.Sn, para guru mengikuti kegiatan di rumah Ki Udreka Hadi Swasono di Tonayan, Kebonagung, Imogiri, Bantul, Kamis (28/11), dengan penuh semangat. Mereka didampingi Konsultan Edukasi Yogyakarta Drs Edih Supardi M.Pd dan Ketua MGMP Seni Budaya Prakarya MTs Kemenag DIY Drs Sutanto.

Menurut Udreka, dengan belajar gamelan dapat membentuk pribadi yang halus perasaanya, santun, rendah hati, tidak egois dan tepa selira kepada orang lain. Ia memberi contoh, suatu waktu ia pernah membuat lomba Ndherek Langkung (permisi di hadapan orang) yang membuat penasaran teman dosen maupun seniman lainnya. Ternyata banyak anak muda yang tidak tahu bagaimana cara menghormati orang lain saat lewat di depannya.
Penasehat I Pengurus Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten Bantul tersebut mengemukakan, meski benda mati, namun gamelan mestinya juga diperlakukan dengan sopan. “Saat melewati gamelan etikanya tak boleh dilompati, namun harus dipinggirkan dulu,” katanya.
Pada kesempatan itu dikenalkan berbagai instrumen dalam gamelan seperti Kendang atau Gendang yang berfungsi untuk mengatur irama dan tempo dari gendhing (lagu yang dimainkan), Gong yang merupakan alat musik gamelan yang paling besar. Alat ini berfungsi untuk memberi tanda awal dan berakhirnya sebuah lagu atau gendhing.
Kemudian, Suling yang dalam musik gamelan berfungsi sebagai Pangrengga lagu. Gambang merupakan salah satu alat musik gamelan yang dimainkan dengan cara dipukul dengan alat yang disebut tabuh. Alat ini memiliki bentuk dan suara yang unik dan khas. Bonang berfungsin sebagai penguat melodi dasar pada sebuah lagu (gendhing).
Lalu Siter berfungsi sebagai pengendali cengkok. Siter dapat mengeluarkan suara khas dari 11 dawainya. Pada umumnya alat musik gamelan ini dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan alat musik gambang, Kemudian Rebab dimainkan dengan cara digesek mirip alat musik biola. Fungsimua yaitu sebagai instrumen pemuka dan dijuluki sebagai pemimpin lagu terutama dalam tabuhan yang lirih.
Dan Kenong yang berfungsi sebagai penentu batas-batas gatra dan berguna untuk menegaskan irama. Kempul untuk mengatur tempo dari lagu (gendhing) yang dimainkan. Dan Kempyang berfungsi sebagai alat musik ritmis dalam pertunjukan gamelan. Selain itu digunakan untuk membantu kendang agar menghasilkan sebuah ritme yang diinginkan.
Alat musik gamelan terakhir adalah gender. Gender dibuat dari logam kuningan yang dibentuk menjadi bilah bilah. Pada umumnya alat musik ini memiliki 10 sampai 14 bilah yang saat dimainkan menghasilkan nada yang berbeda.
Dalam kesempatan itu juga dijelaskan tentang laras yang dipakai dalam gamelan yakni yakni laras slendro merupakan sistem urutan nada yang terdiri dari lima nada dalam satu gembyang (oktaf), nada tersebut di adalah 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (mo), 6 (nem). Istilah ji, ro, lu, mo, nem tersebut merupakan nama singkatan angka dari bahasa Jawa, ji berarti siji (satu), ro berarti loro (dua), lu berarti telu (tiga), mo berarti limo (lima) dan nem berarti enem (enam).
Selain laras slendro, dalam karawitan Jawa juga dikenal istilah laras pelog yakni tangga nada yang terdiri dari tujuh nada yang berbeda. Nada-nada tersebut adalah nada: 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 4 (pat), 5 (mo), 6 (nem) dan 7 (pi).
Setelah penjelasan sekilas tentang intrumen dilanjutkan praktik menabuh gamelan, masing-masing Sutanto memainkan Kendang, A Rismanta (Demung), Zamroni (Gong), Dalgiyono (Peking), Justin (Gender), Rita, Lucki dan Jumaryati (Saron), Heni (Bonang Barung), Tri Wiyono (Kenong) dan Mulyo Rejoso (Bonang Penerus).
Udreka membimbing para guru dengan sabar dan telaten sampai bisa menabuh dasar baik dalam laras slendro maupun pelog. Konsultan Edukasi Yogyakarta Edih Supardi mengapresiasi pelatihan yang digelar. Ia mengatakan bahwa guru seni budaya dan prakarya sudah sepatutnya tak hanya menguasai segi pengetahuan namun layak menguasai skill. “Kegiatan ini sangat bagus dilakukan, namun mestinya tak hanya sekali ini saja tapi mesti berkelanjutan bila ingin skillnya meningkat,” kata Edih.
Senada dengan Edih, Ketua MGMP Seni Budaya Prakarya MTs Kemenag DIY Drs Sutanto mengaku cukup bangga dengan guru MTs di Bantul yang konsisten mengadakan pertemuan dengan berbagai kegiatan termasuk menabuh gamelan. ”Saya tak bisa melupakan Bantul, karena MGMP Seni Budaya Prakarya MTs DIY embrionya dari Bantul,” tandas Sutanto yang saat ini menjadi guru di MTsN 6 Kulon Progo. (Drs Sutanto, Ketua MGMP Seni Budaya Prakarya MTs Kemenag DIY)