Ikamaya Pentas Caci di Lapangan Denggung, 27 Oktober 2019

BERNASNEWS.COM — Ikatan Keluarga Manggarai Raya Yogyakarta (Ikamaya) akan menggelar Budaya Nusantara, khususnya budaya Manggarai, Flores, NTT, di Lapangan Denggung, Sleman, pada Minggu (27/10/2019), dari pagi sampai sore. Pada kesempatan itu, mahasiswa-mahasiswi maupun orangtua asal Manggarai, Flores akan mempertontonkan tarian caci sebagai sajian utama.

Untuk menyemangati para panari caci, di tepi arena caci sejumlah penari dan penyanyi, pria maupun wanita, melakukan danding (menari dengan gerakan tertentu sambil menyanyi dengan posisi melingkar yang terus berputar) dengan berbagai dialek, dan serangkaian tarian dan lagu.

“Untuk para penikmat sajian Budaya Nusantara di Yogyakarta dan sekitarnya, ada khabar gembira. Dalam bulan ini Anda bisa menikmati pagelaran budaya Nusantara, khususnya Manggarai, Flores-NTT tanpa perlu keluar dari Yogyakarta. Ikatan Keluarga Manggarai Raya Yogyakarta (Ikamaya) akan menggelar Budaya Nusantara, khususnya budaya Manggarai, Flores, NTT, di Lapangan Denggung, Sleman, pada Minggu (27/10/2019), dari pagi sampai sore,” kata Gode Afridus Bombang yang akrab disapa Amang Gode, Penasihat Ikamaya, Senin (7/10/2019).

Sejumlah ibu dan bapak duduk santai menunggu latihan danding di Kampus USD Mrican, Minggu (7/10/2019). Foto : Istimewa

Menurut Amang Gode, dengan menggelar budaya Manggarai di Jogja, maka tidak berlebihan kalau mereka disebut duta budaya Manggarai Raya, karena memperkenalkan dan mempromosikan budaya Manggarai di Jogja. Pada kesempatan itu juga akan dipentaskan tarian dan lagu persembahan dari Papua, Sulawesi, Kalimantan dan Jawa. “Suatu upaya mempererat persahabatan sekaligus memperkokoh persatuan,” kata Amang Gode.

Manggarai Raya adalah sebutan umum bagi kawasan berbudaya Manggarai di Flores, yang terbentang dari Selat Sape (barat) sampai Wae Mokel (timur), Laut Sawu (selatan) dan Selat Flores (utara). Secara administratif kawasan tersebut terdiri atas 3 kabupaten, yaitu Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur, namun secara budaya mereka adalah satu.

Caci sendiri merupakan sebuah tarian yang biasanya hanya ditampilkan pada momen-momen penting, seperti peresmian rumah adat (mbaru gendang), pembukaan kampung adat baru (Lumpung) atau acara penyambutan tamu-tamu penting dan acara-acara adat lainnya yang melibatkan warga antardesa atau antarkecamatan. Tarian caci merupakan tarian uji ketangkasan dua pria, satu lawan satu, dimana yang satu memukul menggunakan plecut (wado) dan yang satunya lagi menangkis menggunakan perisai (nggiling). Dan itu dilakukan secara bergantian.

Umumnya yang diincar bagian wajah. Namun, kebanyakan mengenai badan baik depan maupun bagian belakang, bila tidak tangkas menangkis pukulan, dengan luka-luka menganga mengeluarkan darah. Sebab, tali plecut (wado) biasanya terbuat dari kulit kerbau yang sudah kering. Dan meski terkena pukulan hingga luka berat sekalipun, tidak menimbulkan amarah atau dendam dari pihak yang terkena pukulan, sebaliknya justru merasa bangga bahwa luka itu sebagai bukti ia bisa ikut caci. (lip)