Arsitektur yang Unik jadi Salah Satu Daya Tarik Kotagede

BERNASNEWS.COM –Kotagede merupakan salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah yang unik dan menarik di Kota Yogyakarta. Salah satu yang menarik dari bekas ibukota Kerajaan Mataram itu adalah arstitektur bangunan yang unik, ada arsitektur Hindu, arsitektur Jawa dan sebagainya.

“Kotagede sesungguhnya begitu kaya. Salah satu yang menonjol memang bangunan-bangunan yang dibuat oleh keturunan Kalang. Namun demikian, secara keseluruhan apa yang ada di Kotagede adalah rentetan sejarah yang kemudian memperkaya wajah Kotagede,” kata Drs Abdul Charis Zubair MA, Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta, pada acara talkshow dengan tema Kaum Kalang dan Kemerdekaan RI di Pendopo Omah Dhuwur Kotagede, Kota Yogyakarta, Sabtu (14/9/2019).

Talkshow sebagai rangkaian kegiatan pameran museum yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Forum Komunikasi (Forkom) Museum Kota Yogyakarta itu menampilkan empat narasumber yakni Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Ir Eko Suryo Maharsono MM, salah satu wakil dari keluarga Kalang Moh Arya Parikesit, Dr Ayu Helena Cornellia BA MSi, pakar komunikasi pemasasan dari Cornellia & Co dan Abdul Charis Zubair.

Dr Ayu Helena Cornellia BA MSi, pakar komunikasi pemasasan dari Cornellia & Co (kanan) pada talkshow di Pendopo Omah Dhuwur Kotagede, Sabtu (14/9/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Menurut Charis Zubair, sejak Kotagede jadi ibukota Kerajaan Mataram maka dibangun bangunan-bangunan dengan arsitektur yang unik, yang ada gaya Hindu-nya. Sebab bagaimana pun juga Mataram dari sejarahnya Majapahit, Demak, Pajang, kemudian Mataram Kotagede. Meskipun berarsitektur Jawa Hindu namun juga dengan fungsi Islam. Sehingga bila melihat halaman pesarean/makam, ada tempat pemandian yang mirip dengan halaman Kraton Karangasem di Bali.

“Bahkan mungkin arsiteknya dapat ilmu yang sama. Kemudian sesudah ditinggal oleh Sultan Agung pada abad 17, Kotagede jadi kosong. Tapi kemudian banyak yang berdatangan ke Kotagede, salah satunya keturunan Kalang, meski sejarah keturunan Kalang juga ada banyak versi dan setidaknya yang saya tahu ada 4 versi Kalang,” kata Charis Zubair.

Menurut Charis Zubair, Kalang merupakan abdi dalem sejak Majapahit dan saat itu bernama abdi dalem Kalang yang bertugas sebagai ahli bangunan, arstitektur dan seni. Dan ketika Majapahit runtuh maka yang Hindu ke Bali, yang Islam ke Demak dan Pajang ke Kotagede, Mataram. Sementara ada versi lain bahwa Kalang merupakan keturunan yang sungguh-sungguh kaya. “Saya punya catatan bahwa dulu ada orang Kalang yang cukup kaya. Namun, di Kotagede tidak hanya Kalang yang kaya,” kata Charis Zubair.

Sementara Ayu Helena Cornelia, ahli Marketing Communication/komunikasi pemasaran dari Cornellia & Co, mengatakan bahwa kekayaan budaya dan sejarah Kotagede menjadi aset yang bisa dipasarkan kepada wisatawan. Dan pemasaran/ promosi harus dilakukan secara terintegrasi melalui pemasaran/penjualan secara personal (personal seling), pemasaran secara langsung (direct marketing), melalui hubungan masyarakat (public relation), sales promotion maupun iklan (advertising). Dan hal ini harus dilakukan secara konsisten, menyeluruh dan terus menerus.

Ayu Cornelia (kanan)

Menurut Ayu-sapaan akrab Ayu Helena Cornellia-, dalam hidup di era digital perlu juga melihat apa yang dilakukan negara lain dalam mempromosikan dan memasarkan potensi-potensi dan kekayaan budaya maupun sejarah yang dimiliki, seperti yang dilakukan Singapura. Dikatakan, Singapura dengan gencar melakukan promosi dan memasarkan potensi-potensi wisata sejarah dan budaya melalui berbagai cara dan sarana/ media yang ada.

Ia memberi contoh, di Jogja ada andong, ada pasukan bregada, punya prajurit Kraton. Potensi ini perlu dipromosikan/ dipamerkan secara reguler, misalnya sekali sebulan, bukan hanya pada har-hari tertentu.

Dikatakan, perlu banyak melakukan promosi dan publikasi. Sehingga semakin banyak orang tahu tentang living museum di Kotagede karena sudah banyak media yang mempublikasikan tentang kekayaan dan potensi-potensi budaya dan sejarah Kotagede. (lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *