bernasnews — Menyusun kamus dwi bahasa bertujuan untuk membangun jembatan bahasa dan budaya, menyetarakan dua bahasa dalam satu buku, menyelami kekayaan dua bahasa sekaligus, menolong pem(b)elajar bahasa (asing), memudahkan usaha penerjemah, dan memperkaya khazanah bahasa.
Penyusun “Kamus Portugis-Indonesia, Indonesia-Portugis” (2015) dan “Kamus Indonesia-Tetun, Tetun-Indonesia” (2007) Yohanes Manhitu mengatakan hal itu dalam acara Seri Diskusi Daring Bincang Kamus dan Istilah (Bingkai) melalui zoom, Selasa (4/10/2022).
Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi Republik Indonesia. Acara dibuka Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Drs. Imam Budi Utomo, M.Hum.
Selanjutnya Yohanes Manhitu menyampaikan langkah-langkah penyusunan kamus dwibahasa dimulai dari basis pustaka. Dalam kegiatan ini, kamus-kamus ekabahasa dan dwibahasa sebagai sumber baik sebagai sumber cetak maupun elektronik dihimpun secara berkala. Kemudian dia mengentri secara bebas dengan menggunakan ejaan yang digunakan secara resmi dalam bahasa yang hendak disusun, serta disusun sesuai dengan pola yang berlaku.
Narasumber mengakui, penyusunan kamus dwibahasa tidak mudah. Oleh karena itu diperlukan keberanian dan kebandelan untuk terus giat, walau ada rasa jenuh dalam waktu lama karena tidak direncanakan secara khusus. Namun komitmen untuk itu terus dijalankan dan hambatan keterbatasan referensi pun diatasi.
Pada acara sesi tanya-jawab, para penanya sangat antusias dan memberi apresiasi karena penyusunan kamus dwibahasa itu merupakan bagian dari memperkenalkan budaya bangsa Indonesia kepada para penutur bahasa Portugis di berbagai negara serta para pencari informasi kebahasaan di seluruh dunia.
Imam Budi Utomo memberi apresiasi kepada penyusun kamus sekaligus sebagai narasumber webinar atas karya penyusunan kamus dwibahasa. Untuk kamus bahasa Indonesia-Tetun, Tetun-Indonesia menghabiskan waktu kurang lebih 5 Tahun dan Bahasa Portugis-Indonesia, Indonesia-Portugis menghabiskan waktu kurang lebih 10 Tahun.
Webinarini diikuti kurang lebih 100 partisipan melalui zoom dan dapat diakses melalui youtube. Mereka berasal dari Institusi Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra di seluruh Indonesia, pemerhati bahasa, dan diikuti pula Ermalindus Sonbai dari Melbourne Australia.
Peserta lain, Pustakawan STPN Yogakarta Yoseph Nai Helly, S.Si.T., M.A. dalam siaran pers ke bernasnews juga sangat mengapresiasi acara tersebut. “Itu sebuah gerakan mencerdaskan dan membangun peradaban agar dunia tahu bahwa kita pernah ada dan melakukan sesuatu,” kata dia. (*/mar)