BERNASNEWS – Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta mewakili Pemerintahan Kota Yogyakarta membuka ruang diskusi dengan para seniman dan mengetuk jajaran stakeholder pemerintah lewat program Jogja Cross Culture (JCC).
Kegiatan berbasis budaya ini mengusung pula semangat Gandeng Gendong yang diluncurkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Gandeng Gendong adalah perwujudan filosofi gotong royong berbagai elemen masyarakat yang terbagi menjadi 5 K yaitu Kota, Kampung, Kampus, Komunitas, dan Korporat.
“Satu lagi elemen pembeda yang menuju keunikan Kota Yogyakarta adalah keberadaan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Pakualaman,” ujar Yetti Martanti, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Jogja
Titik tekan program ini adalah bagaimana kebudayaan ini hidup dan menghidupi. Gerakan pembinaan dan penguatan budaya di kelompok-kelompok inilah yang sebenarnya menjadi vocal point. Istimewanya, di Kota Yogyakarta terjadi saling silang budaya dan semuanya mampu berkembang dan bersanding. Inilah kemudian menciptakan sebuah melting pot budaya dalam satu kota. Tepat kiranya Kota Yogyakarta menjadi rumah budaya dan menuju kota budaya dunia.
JCC sejak awal dikonsep menjadi gerakan budaya di seluruh elemen masyarakat. Dalam membidani program ini, kesadaran yang terbentuk bahwa budaya bukanlah sebuah komoditas. Budaya adalah sebuah cara hidup yang tumbuh dan berkembang pada sebuah kelompok dan di wariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
JCC hadir dalam kemasan indoor performance dan akan ditayangkan secara daring di kanal youtube Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) Kota Yogyakarta dan Jogja Cross Culture pada tanggal 10 November 2021 jam 19.45 WIB.
“Keterlibatan potensi seni budaya wilayah yang dikolaborasikan bersama para koreografer muda Kota Yogyakarta menjadi highlight program JCC 2021 ini. Hasil kolaborasi ini dikemas dalam bentuk sajian indoor carnival yang mengangkat cerita Story of Jogja,” lanjutnya.
“Story of Jogja” merupakan rangkaian penggambaran tonggak-tonggak peristiwa yang menjadi sejarah peradaban di Yogyakarta sejak jaman pra sejarah hingga tumbuhnya peradaban luhur nenek moyang, berdirinya peradaban Mataram hingga Ngayogyakarta, sampai dengan revolusi, reformasi dan tantangan pandemi global.
Adapun Pembagian Adegan sebagai berikut
- Segmen 1 dengan judul “ Jawa Semesta”
Kemantren Keraton dengan judul scene Jogja Purwa
Kemantren Mantrijeron dengan judul scene Arca Dwipa.
Kemantren Umbulharjo dengan judul scene Pralaya.
Kemantren Kotagede dengan judul scene Tanah Air.
Kemantren Ngampilan dengan judul scene Jaya Raya.
- Segman 2 dengan judul “ Kertaning Yogya”,
Kemantren Gondokusuman dengan judul scene Boyongan Nagari
Kemantren Mergangsan dengan judul scene Sangkan Paraning Dumadi,
Kemantren Tegalrejo dengan judul scene Baluwarti Tanjung Anom,
Kemantren Wirobrajan dengan judul scene Sedumuk Bathuk Senyari Bumi,
Kemantren Gedongtengen dengan judul scene Kerta Raharjaning Praja.
- Segmen 3 dengan judul Yogya “Tumuwuh”
Kemantren Pakualaman dengan judul scene Yogyakarta Handayani.
Kemantren Jetis dengan judul scene Jiwa Jawi Mardika,
Kemantren Danurejan dengan judul scene Owah Gingsir,
Kemantren Gondomanan dengan judul scene Yogya Tanggap Tanggon.
Selain menyajikan “Story of Jogja”, JCC 2021 juga menampilkan sebuah karya video kompilasi tari dari para partisipant yang berada di luar negeri. Di antaranya dari Malaysia, Thailand, Hong Kong, Turki, Australia, New Caledonia, Canada dan Rusia. Para partisipant ini juga merupakan kolaborasi antara seniman tari asing dan juga seniman tari Kota Yogyakarta yang sedang berada di luar negeri. Sajian kompilasi video tari ini juga melibatkan kolaborasi dengan musisi dan videografer yang berada di Jogja. Karya kolaborasi ini bertajuk “Jogja Journey”.
JCC 2021 pun juga menjadi ajang berkarya para seniman lintas komunitas dan disiplin ilmu seni, lewat 4 karya commission work. Masing-masing bertajuk “Bang Bintulu”, “Binar”, “Oasis” dan “Alive”. (adv)