bernasnews – Rencana Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, untuk menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen memicu gelombang penolakan.
Tak hanya dari kalangan petani dan pelaku usaha kecil, ribuan santri pun menyatakan siap turun ke jalan.
Bupati Pati, Sudewo, berdalih bahwa penyesuaian tarif ini perlu dilakukan demi mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, masyarakat menilai kebijakan ini membebani, apalagi dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Mari kita telaah fakta-fakta penting di balik kebijakan yang tengah menjadi sorotan ini.
14 Tahun Tidak Naik, PBB Akhirnya Disesuaikan
Sudewo menyampaikan bahwa tarif PBB di Kabupaten Pati tidak mengalami perubahan selama 14 tahun. Karena itu, ia merasa sudah saatnya dilakukan penyesuaian.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam pertemuan bersama camat dan kepala desa, Minggu, 18 Mei 2025.
Melalui laman resmi Humas Pemkab Pati, Sudewo menegaskan bahwa kenaikan sebesar 250 persen ini merupakan bentuk upaya mengejar ketertinggalan dibanding daerah tetangga, serta memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur.
Target: Infrastruktur Jalan dan Layanan Publik
Menurut Sudewo, beban anggaran Kabupaten Pati cukup berat, terutama untuk pembangunan jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, hingga sektor pertanian dan perikanan.
Penerimaan PBB yang hanya sekitar Rp 29 miliar dianggap terlalu rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Jepara yang mencapai Rp 75 miliar, atau Kudus dan Rembang yang masing-masing sekitar Rp 50 miliar.
Sudewo berharap, dengan kenaikan tarif ini, Kabupaten Pati bisa meningkatkan kualitas layanan publik dan mengejar ketertinggalan pembangunan.
Ia juga mengklaim bahwa sebagian besar kepala desa dan camat telah sepakat mendukung kebijakan ini.
Gelombang Penolakan Muncul, Warga Siap Demo
Kebijakan ini tidak diterima begitu saja oleh masyarakat. Sejumlah warga menilai kenaikan PBB sebesar itu terlalu drastis.
Rencana aksi unjuk rasa pun mulai digulirkan. Demonstrasi besar direncanakan akan digelar pada Rabu, 13 Agustus 2025, di depan Kantor Bupati Pati.
Ribuan orang, termasuk para santri dari berbagai pesantren, akan turut serta. Mereka tergabung dalam gerakan Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi (Aspirasi).
Menurut Koordinator Umum Aspirasi, Sahal Mahfudh, hingga awal Agustus, setidaknya 1.500 santri telah mengonfirmasi keikutsertaan, dan jumlah itu diprediksi terus bertambah.
Bupati Tantang Warga Demo 50 Ribu Orang
Alih-alih melunak, Bupati Pati justru menanggapi rencana aksi dengan nada menantang.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Sudewo menyatakan siap menghadapi demonstrasi sekalipun jumlah pesertanya mencapai 50 ribu orang.
“Saya tidak akan mengubah keputusan, tetap maju,” ujar Sudewo dalam video tersebut. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini akan tetap dijalankan meski mendapat tekanan publik.
Aksi Galang Dana Rakyat, Barang Sumbangan Disita
Menariknya, warga Pati secara swadaya menggalang dukungan untuk unjuk rasa. Mereka mengumpulkan donasi berupa air mineral dan logistik lain di sekitar Alun-Alun Pati sejak 1 Agustus 2025.
Aksi ini dipimpin oleh koordinator lapangan, Teguh Istiyanto. Namun, suasana sempat memanas ketika Satpol PP menyita ratusan karton air mineral yang dikumpulkan.
Ketegangan antara warga dan aparat sempat terjadi, tetapi barang-barang tersebut akhirnya dikembalikan setelah perwakilan warga mengadu ke kantor Satpol PP.
Menurut Teguh, penggalangan dana ini menjadi bukti bahwa gerakan mereka murni dari rakyat dan tidak didanai pihak tertentu. Hingga kini, polemik kenaikan PBB di Kabupaten Pati belum mereda.***