News  

Gus Hilmy Kritisi Kasus Judi Online di Bantul, Sebut Ada Laporan Situs Judol Rugi Rp 477 Juta

bernasnews — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., atau akrab disapa Gus Hilmy, melayangkan kritik keras terhadap proses hukum yang dijalankan dalam kasus lima orang tersangka judi online yang diamankan oleh Kepolisian Daerah (Polda) DIY.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis Kamis, 7 Agustus 2025, Gus Hilmy menyampaikan keprihatinannya terhadap ketimpangan logika hukum yang digunakan dalam kasus tersebut.

Ia menilai bahwa aparat penegak hukum terkesan tidak adil dan cenderung tebang pilih dalam menangani kasus judi online di wilayah Bantul.

Sorotan Kejanggalan Penegakan Hukum

Gus Hilmy menyebut kasus ini bermula dari laporan seseorang yang mengatasnamakan situs judi online mengalami kerugian hingga Rp477 juta. Laporan tersebut kemudian menjadi dasar penangkapan lima pemain oleh aparat kepolisian.

Namun, yang menjadi pertanyaan besar bagi Gus Hilmy adalah mengapa situs penyedia layanan judi online yang menjadi sumber aktivitas ilegal tersebut justru dibiarkan bebas tanpa tersentuh hukum.

“Ini sangat janggal. Pelapornya mengaku dirugikan oleh pengguna judi online, tapi situs judinya justru tidak disentuh. Padahal situs itu adalah sumber kejahatannya. Kenapa yang dilaporkan hanya pemainnya? Ini logika hukum yang kacau,” tegas Gus Hilmy dikutip dari tugujogja.id.

Selain mempertanyakan keberadaan situs judi yang tak kunjung ditindak, Gus Hilmy juga menyoroti identitas pelapor yang oleh pihak kepolisian disebut tidak memiliki keterkaitan langsung dengan sindikat judi maupun bandar.

Menurutnya, pernyataan tersebut justru memperlihatkan kelemahan penegakan hukum dalam kasus ini.

“Membantu Kejahatan Adalah Kejahatan”

Lebih lanjut, Gus Hilmy menegaskan bahwa siapapun yang terlibat, baik sebagai pemain, operator, pelapor, ataupun pihak lain yang sadar akan keberadaan sistem ilegal tersebut, tetap merupakan bagian dari kejahatan.

“Kalau pelapor tahu bahwa itu judi online, berarti dia bagian dari sistem yang ilegal. Kenapa bisa dianggap korban? Ini penegakan hukum yang menyesatkan. Membantu kejahatan adalah kejahatan. Tidak bisa aparat hanya mengejar pemain kecil lalu membiarkan sistem besar tetap hidup,” ujarnya.

Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta sekaligus Katib Syuriyah PBNU, Gus Hilmy menegaskan bahwa keadilan hukum tidak boleh bersifat diskriminatif.

Ia menyampaikan analogi tajam bahwa penanganan kasus ini seperti membiarkan bandar narkoba bebas, sementara hanya kurirnya yang ditangkap.

“Bayangkan ada bandar narkoba yang melapor karena ditipu kurirnya, lalu yang ditangkap cuma kurirnya, bandarnya dibiarkan. Absurd! Ini contoh nyata dari kegagalan logika hukum. Judi online adalah kejahatan berjaringan, dan semua yang terlibat harus diseret ke meja hijau,” tandasnya.

Desakan Penindakan Menyeluruh

Gus Hilmy mendesak agar penegak hukum tidak berhenti pada penangkapan lima tersangka saja. Ia mendorong aparat untuk menindak lebih jauh hingga ke akar masalah, yaitu menutup situs-situs judi online, menelusuri aliran dana, membongkar identitas pengelola situs, dan bahkan memeriksa pelapor yang mengaku dirugikan.

“Jangan berhenti pada lima nama yang ditangkap. Situsnya harus dibekukan, pengelolanya dicari, pelapornya diperiksa. Kalau semua itu tidak dilakukan, maka publik berhak bertanya: siapa sebenarnya yang sedang dilindungi dalam kasus ini?” kata anggota Komisi Fatwa MUI Pusat tersebut.

Gus Hilmy juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum agar tidak menyimpang dari prinsip keadilan. Menurutnya, masyarakat berhak mempertanyakan arah penegakan hukum jika hanya menyasar pelaku kecil.

“Kalau aparat hanya menyasar yang kecil-kecil, sementara pelaku utama dibiarkan, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap hukum. Kita tidak boleh tinggal diam. Ini bukan soal lima orang pemain, ini soal keadilan yang harus ditegakkan sepenuhnya,” pungkas Gus Hilmy. (Eln)