Ekonomi DIY Tumbuh Tertinggi se-Jawa: Konstruksi dan Konsumsi Rumah Tangga jadi Motor Utama

Ekonomi DIY
Ekonomi DIY

bernasnews — Di tengah tantangan global dan nasional yang masih belum sepenuhnya pulih, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru menorehkan prestasi gemilang.

Badan Pusat Statistik (BPS) DIY melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi DIY pada Triwulan II 2025 mencapai 5,49 persen (year-on-year), tertinggi se-Pulau Jawa, sekaligus tumbuh 1,20 persen secara kuartalan (quarter-to-quarter).

Secara kumulatif semester I-2025 dibandingkan semester I-2024, ekonomi DIY tercatat tumbuh impresif sebesar 5,30 persen. Angka ini menunjukkan geliat ekonomi yang konsisten dan terarah.

“Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa mesin-mesin ekonomi DIY bergerak secara konsisten dan terarah, meski kondisi global dan nasional belum sepenuhnya stabil,” tegas Plt. Kepala BPS DIY, Ir. Herum Fajarwati, MM, melansir dari kabarjawa.com.

Ekonomi DIY Melonjak

Data BPS menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY atas dasar harga berlaku mencapai Rp51,76 triliun, sementara atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp32,64 triliun.

Dari sisi produksi, sektor konstruksi menjadi penopang utama pertumbuhan, dengan lonjakan 9,02 persen secara kuartalan dan 9,38 persen secara tahunan. Ini mencerminkan meningkatnya proyek infrastruktur di berbagai wilayah DIY.

Jasa perusahaan juga mencatat pertumbuhan kuat sebesar 8,46 persen, diikuti jasa lainnya yang tumbuh 6,75 persen. Namun, tidak semua sektor menunjukkan kinerja positif. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami kontraksi tajam hingga 15,23 persen (Q-to-Q) akibat cuaca ekstrem yang mengganggu pola tanam dan panen.

Meskipun demikian, sektor industri pengolahan masih menjadi tulang punggung PDRB dengan kontribusi sebesar 11,88 persen, diikuti oleh penyediaan akomodasi dan makan minum (10,80 persen), serta sektor pertanian (9,85 persen).

Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) tetap menjadi andalan dengan kontribusi dominan sebesar 62,25 persen terhadap PDRB. PKRT tumbuh 2,45 persen (Q-to-Q) dan 4,43 persen (Y-on-Y). Ini menandakan daya beli masyarakat tetap bertahan di tengah tekanan harga kebutuhan pokok.

Di sisi lain, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi juga menunjukkan tren positif. PMTB tumbuh 7,73 persen secara kuartalan dan 8,23 persen secara tahunan. Ini menyumbang pertumbuhan tertinggi dari sisi pengeluaran sebesar 2,21 persen.

Kinerja ini mencerminkan peningkatan investasi, khususnya di sektor konstruksi, properti, dan pembelian alat produksi.

Di tengah pencapaian positif lainnya, ekspor barang dan jasa DIY justru mengalami penurunan sebesar 3,53 persen (Q-to-Q) akibat penurunan permintaan global.

Sebaliknya, impor barang dan jasa tumbuh sebesar 4,93 persen, menandakan meningkatnya kebutuhan input produksi untuk memenuhi geliat industri dalam negeri.

Pertumbuhan Tertinggi se-Pulau Jawa

Meskipun kontribusi DIY terhadap total PDRB Pulau Jawa hanya 1,55 persen, dan terhadap nasional 0,88 persen, laju pertumbuhan ekonomi DIY pada triwulan ini mengungguli provinsi-provinsi besar seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

“Ini bukan sekadar angka. Ini bukti bahwa sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat mampu menggerakkan roda ekonomi secara optimal,” ujar Herum.

Meski demikian, Herum juga menyoroti tantangan ke depan, terutama ketimpangan antarwilayah dan melemahnya sektor pertanian. Ia mengingatkan pentingnya menjaga ketahanan sektor primer, agar pembangunan tetap inklusif dan berkelanjutan.

“Dari sektor pertanian kita banyak belajar. Meski konstruksi dan jasa mendorong pertumbuhan, sektor pertanian tetap harus mendapat perhatian agar ketahanan ekonomi tetap terjaga di tengah gejolak cuaca dan pasar global,” pungkasnya.***(Eln)