News  

Duka Petani Gunungkidul, Harga Ketela Anjlok hingga Rp 500 saat Panen Raya

Ketela busuk yang gagal dijemur akibat hujan mendadak di awal Agustus. (Ef Linangkung)

bernasnews — Panen ketela yang melimpah di Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul, justru menjadi petaka bagi petani.

Harga jual ketela turun drastis hingga menyentuh angka Rp 500 per kilogram, jauh dari harga normal sebelumnya yang mencapai Rp 1.500. Sementara gaplek hanya laku Rp 1.500 per kilogram, padahal tahun lalu masih bisa dijual Rp 2.500.

Wardoyo, petani dari Padukuhan Petir C, menjadi salah satu yang terdampak paling parah. Ketela yang ia panen dalam jumlah besar tak dapat dijual dengan layak akibat cuaca yang tak menentu.

Hujan deras yang turun dua hari berturut-turut mengganggu proses penjemuran, membuat sebagian ketela membusuk dan gaplek menjadi hitam serta ditumbuhi spora. Akibatnya, sebagian hasil panen tidak layak jual.

“Kami panen banyak, tapi malah rugi. Kami mohon pemerintah bantu normalkan harga lagi,” kata Wardoyo seperti dikutip dari kabarjawa.com.

Cuaca Tak Menentu dan Infrastruktur Minim Perparah Kerugian

Lurah Kalurahan Petir, Sarju Riyanto, mengonfirmasi bahwa permasalahan yang dialami petani cukup serius. Ia menjelaskan bahwa sekitar 70% dari total luas wilayah Kalurahan Petir yang mencapai 10.000 hektare masih merupakan lahan pertanian aktif.

Namun, topografi wilayah yang berupa perbukitan dan lereng membuat tidak semua area mudah diakses atau diolah secara optimal.

Menurut Sarju, para petani telah memulai musim tanam dengan keyakinan bahwa kemarau akan berlangsung seperti biasanya, dari Juli hingga Oktober.

Namun, hujan turun di luar dugaan pada awal Agustus. Kondisi tersebut sangat merugikan petani, terutama dalam proses pembuatan gaplek.

“Akibatnya fatal. Gaplek hitam, beratnya berkurang, harganya anjlok. Warga rugi besar,” ujarnya.

Sarju menyebut bahwa sekitar 96% warga Kalurahan Petir menggantungkan hidup dari pertanian. Ketika terjadi kerugian besar seperti sekarang, hal itu dapat berdampak pada ketahanan ekonomi dan pangan keluarga petani.

Ia mengapresiasi bantuan dari pemerintah berupa Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang telah disalurkan kepada sekitar 480 dari total 1.268 kepala keluarga di wilayahnya. Namun menurutnya, bantuan itu belum sebanding dengan kerugian yang diderita warga.

“Syukurlah pemerintah sudah memberikan bantuan berupa beras cadangan pangan pemerintah. Tapi jelas, ini belum cukup untuk menutup kerugian petani,” kata Sarju.

DPR Minta Pemerintah Hadir Tangani Komoditas Ketela

Merespons situasi ini, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Totok Daryanto, turun langsung ke lokasi. Dalam kunjungannya ke Kalurahan Petir, ia menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi petani yang sudah bekerja keras namun tidak memperoleh hasil yang layak akibat harga jatuh dan cuaca yang tidak bisa diprediksi.

“Ini bukan sekadar kisah satu desa. Ini adalah cerminan problem nasional. Ketika panen melimpah, harga malah hancur. Di komoditas padi, negara sudah hadir lewat peran Bulog. Tapi bagaimana dengan ketela?” ujar Totok.

Ia mendesak pemerintah pusat, khususnya Presiden Prabowo Subianto, agar segera mengambil langkah strategis untuk melindungi komoditas non-beras seperti ketela. Salah satu usulan Totok adalah memperluas peran Bulog atau membentuk lembaga baru yang khusus menangani komoditas pertanian yang belum tercakup.

“Karena masalah ketela di Gunungkidul belum tentu sama dengan di daerah lain. Harus ada penanganan sektoral,” tegasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga dan perubahan cuaca yang tak menentu masih menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan pertanian lokal. Tanpa intervensi kebijakan yang tepat, ketahanan pangan dan kesejahteraan petani akan terus terancam. (Eln)