News  

Meet & Greet Dewi Lestari di Festival Sastra Yogyakarta 2025

Novelis Dewi Lestari (tengah) dan peserta Meet & Greet FSY 2025 di Grha Taman Budaya Embung, Giwangan, Yogyakarta, Senin 4/8/2025. (Foto : Humas FSY 2025)

bernasnews – Perjumpaan yang penuh keakraban antara novelis Dewi Lestari dan para pembaca setianya terjalin di Panggung Teras, Grha Taman Budaya Embung Giwangan, Yogyakarta, Senin (4/8/2025) sore. Sesi Book Signing dan Meet & Greet yang berlangsung pukul 16.30 hingga 18.00 WIB ini menghadirkan sosok penulis, musisi, sekaligus pemikir yang telah menemani banyak pembaca dengan karya-karyanya yang reflektif dan menggugah.

Dalam suasana santai dan intim, Dewi Lestari—atau yang akrab disapa Dee—berbagi cerita tentang proses kreatif di balik karya-karyanya, mulai dari Supernova, Perahu Kertas, Rectoverso, hingga Aroma Karsa dan Rapijali. Ia mengungkapkan bahwa setiap buku memiliki tantangan tersendiri, namun salah satu yang paling kompleks adalah novel yang melibatkan enam tokoh utama dengan alur aksi yang berbeda.

“Semua buku memang punya tantangannya masing-masing, tapi yang paling menantang itu salah satu buku saya yang menceritakan ada enam tokoh yang punya aksi masing-masing,” ujar Dee, merujuk pada novel pertamanya, “Supernova : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh” (2001), yang membuka semesta Supernova—seri novel fiksi ilmiah dan spiritual yang menjadi tonggak penting dalam karier kepenulisannya.

Dee juga menyinggung novelnya yang lain, seperti “Perahu Kertas”, sebuah kisah cinta remaja yang ringan namun puitis, yang telah diadaptasi ke layar lebar dan teater musikal. Tak ketinggalan, “Rectoverso”, proyek lintas medium yang memadukan cerita pendek dan lagu, serta “Aroma Karsa”, novel thriller spiritual yang menuai banyak pujian karena kedalaman riset dan orisinalitas idenya.

“Saya suka membuat karya yang punya lapisan-lapisan makna. Saya ingin pembaca saya bukan hanya membaca cerita, tapi juga mengalami sesuatu yang menggugah pikiran dan batin,” katanya.

Selain membahas dunia kepenulisan, Dee juga mengungkapkan sisi musikalnya yang kerap berjalan beriringan dengan dunia sastra. Ia menyebut bahwa beberapa lagunya telah dibawakan oleh musisi lain, termasuk lagu “Tahu Diri” yang dinyanyikan Bungareyza. “Lumayan banyak lagu saya, salah satunya yang dinyanyikan Bungareyza judulnya Tahu Diri,” tuturnya.

Momen istimewa terjadi ketika Dee menyampaikan bahwa dirinya baru kembali bernyanyi setelah enam tahun tidak tampil di panggung sebagai penyanyi. Festival Sastra Yogyakarta menjadi panggung pertamanya untuk kembali menyalakan sisi musikal dalam dirinya.

“Saya mulai menyanyi lagi setelah enam tahun. Ya ini, dimulai di acara Festival Sastra Yogyakarta. Orang-orang biasanya mengenal saya sebagai penulis, padahal saya juga penyanyi. Saya ingin masyarakat tahu itu bahwa saya bukan sekadar penulis saja melainkan juga penyanyi,” ujarnya sambil tersenyum.

Sesi ini disambut hangat oleh peserta yang datang dari berbagai daerah. Banyak yang mengaku tumbuh bersama karya-karya Dee, yang tidak hanya menyuguhkan cerita kuat secara naratif, tetapi juga membuka ruang perenungan filosofis dan emosional.

Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Ismawati Retno turut hadir dalam sesi ini. Sebagai panitia penyelenggara sekaligus penggemar Dee Lestari sejak remaja, ia mengungkapkan antusiasmenya dapat bertemu langsung dengan sosok yang telah ia kagumi sejak era 1990-an.

“Saya mengikuti karya-karya Mbak Dee sejak zaman Rida Sita Dewi, sebuah trio vokal perempuan yang bisa dibilang pionir ‘girlband’ di Indonesia. Bisa bertemu langsung dan mendengarkan cerita di balik proses kreatifnya, tentu menjadi pengalaman yang sangat berarti bagi saya secara pribadi, dan juga memperkaya semangat literasi di acara ini,” kataya.

Acara ditutup dengan sesi foto bersama, perbincangan ringan, serta pesan dari Dee untuk terus membaca, menulis, dan menjaga suara hati. Momen ini semakin menegaskan peran Festival Sastra Yogyakarta sebagai ruang perjumpaan yang hidup antara penulis dan pembacanya—sebuah ruang yang merayakan kata, musik, dan makna secara utuh. (*/mar)