News  

Hambat Aktivitas Pendidikan, DPRD DIY Desak PPATK Hentikan Pemblokiran Rekening Dormant

Ilustrasi pengambilan uang melalui ATM (Pixabay.com)

bernasnews — Dinilai merugikan masyarakat, termasuk mahasiswa yang kesulitan mengakses dana untuk kebutuhan penting seperti pendidikan dan kesehatan, Pemda DIY melalui Komisi A DPRD DIY mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar segera menghentikan kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif (dormant) selama tiga bulan terakhir.

Menurut Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto, kebijakan ini menimbulkan keresahan publik dan berpotensi melampaui kewenangan PPATK karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Pemblokiran rekening dormant oleh PPATK sebaiknya dihentikan. Kebijakan ini berdampak negatif, terutama bagi masyarakat yang sangat bergantung pada rekening tersebut untuk kebutuhan vital,” kata Eko, Senin (4/8/2025), dilansir dari jogjaprov.go.id.

Pihaknya menyatakan, bahwa banyak mahasiswa di DIY yang memiliki rekening khusus untuk pembayaran SPP. Lantaran jarang digunakan untuk transaksi rutin, rekening tersebut terdeteksi sebagai tidak aktif dan kemudian diblokir. Proses pembukaan kembali yang berbelit dan memakan waktu dianggap menghambat aktivitas pendidikan.

Kata Eko Suwanto, tindakan pemblokiran semestinya hanya dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme serta Peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017.

“Regulasi tersebut menyebutkan bahwa pemblokiran hanya dapat dilakukan jika ada dugaan transaksi mencurigakan atau permintaan dari aparat penegak hukum,” tegas Politisi dari PDI Perjuangan.

“Status dormant tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk pemblokiran. PPATK harus memastikan setiap kebijakan yang diambil sesuai dengan aturan dan tidak merugikan masyarakat,” lanjutnya.

Eko juga menekankan berdasarkan prinsip-prinsip hukum, pemblokiran rekening harus melalui proses hukum yang sah, seperti penetapan pengadilan, dan hanya dilakukan jika terdapat indikasi kuat adanya tindak pidana.

Komisi A DPRD DIY mendesak PPATK untuk segera mengevaluasi dan membatalkan kebijakan tersebut. DPRD DIY menilai, kebijakan yang tidak berbasis hukum ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.

“Kami berharap PPATK membatalkan kebijakan ini agar masyarakat tidak dirugikan, baik secara administratif maupun sosial,” ujar Eko.

Dalam hal ini, lanjut Eko, DPRD DIY menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan perlindungan hak-hak masyarakat dan memastikan setiap kebijakan pemerintah pusat berada dalam koridor hukum yang adil dan berpihak pada kepentingan publik, khususnya warga DIY. (ted)