News  

FSY 2025 Resmi Ditutup: Tercatat 1.100 Hadir dalam Gelaran FSY Setiap Harinya

bernasnews — Kegiatan Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2025 resmi ditutup dengan pentas dan pertunjukan karya sastra, bertempat di Taman Budaya Embung Giwangan, Kemantren Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Senin malam (4/8/2025).

Gelaran FSY oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan ini dilaksanakan dari tanggal 30 Juli hingga 4 Agustus 2025, telah dihadiri oleh ribuan orang. Keberagaman dalam FSY 2025 dan antusiasme masyarakat mempertegas posisi Yogyakarta sebagai kota budaya sekaligus kota sastra.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti mengungkapkan, atas nama Pemkot Yogyakarta menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah mendukung FSY 2025.

“Pada tahun ini FSY menjadi bagian dari rangkaian pra-event menuju Rapat Kerja Nasional Jaringan Kota Pusaka Indonesia (Rakernas JKPI) 2025. FSY 2025 mengusung tema “Rampak”, yang berarti serempak atau bersamaan,” kata Yetti, dikutip dari Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta.

Menurutnya, Festival Sastra Yogyakarta semakin diakui di tingkat nasional dan dapat memberikan dampak lebih luas bagi perkembangan sastra Indonesia. Festival ini bukan sekadar peristiwa tahunan, tetapi sebuah gerakan budaya yang membuka ruang tumbuh bagi penulis, pembaca dan semua yang percaya pada kekuatan kata-kata.

Selama penyelenggaraan FSY 2025, tercatat rata-rata 1.100 orang hadir setiap harinya. Ada lebih dari 60 sastrawan tampil dalam berbagai sesi, dan lebih dari 35 komunitas sastra turut ambil bagian aktif. Di samping itu partisipasi 1.465 peserta sayembara puisi nasional yang berasal dari 285 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

“Partisipasi luar biasa itu menjadi bukti nyata bahwa FSY telah menjadi milik bersama dan dirayakan secara nasional,” tegas Yetti.

Dikatakan, Festival Sastra Yogyakarta ini bukan lagi milik warga Yogyakarta semata. Melainkan telah menjadi ruang bersama yang dicintai lintas wilayah dan generasi. Semoga festival ini terus menjadi ruang temu yang hangat bagi pelaku dan penikmat sastra.

“Tempat di mana kata-kata tidak  atau dituliskan, tetapi juga dirayakan sebagai kekuatan yang menyatukan, menggerakkan dan menginspirasi,” pungkas Yetti. (ted)