bernasnews – Pemerintah Kota Yogyakarta menyiapkan anggaran lebih dari Rp7 miliar melalui APBD Tahun 2025 untuk menangani persoalan kawasan kumuh di berbagai titik kota.
Dana tersebut dialokasikan melalui Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) dan ditujukan untuk penataan fisik serta pembenahan sosial di permukiman padat dan tak layak huni.
Kepala Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman DPUPKP Kota Yogyakarta, Sigit Setiawan, menyampaikan bahwa pendekatan yang dilakukan bukan hanya dalam bentuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga upaya penataan ulang tata ruang dan kehidupan warga.
“Kami tidak sekadar membangun, tapi menata ulang kehidupan warga,” kata Sigit seperti diberitakan kabarjawa.com pada Senin, 4 Agustus 2025.
Hingga kini, luas kawasan kumuh di Kota Yogyakarta masih mencapai 50,7 hektar. Pemerintah menargetkan rehabilitasi delapan hektar kawasan kumuh setiap tahun.
Dengan pola ini, ditambah dukungan dari pemerintah pusat lewat dana APBN, Pemkot menargetkan seluruh kawasan kumuh bisa ditangani maksimal pada 2029.
Fokus utama penataan diarahkan ke kawasan padat yang berada di sepanjang bibir sungai. Permukiman jenis ini banyak ditemukan di wilayah Kotabaru, Prenggokusuman, hingga Terban.
Salah satu persoalan mendasar adalah buruknya sanitasi. Banyak rumah tidak memiliki septic tank dan langsung membuang limbah domestik ke sungai, yang berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan warga.
Menanggapi hal ini, DPUPKP memprioritaskan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal sebagai solusi sanitasi terpadu. Pada tahun 2025, pembangunan IPAL akan difokuskan di tiga wilayah: Kotabaru, Sorosutan, dan Terban.
“IPAL komunal ini solusinya. Kami bangun saluran bersama dan jaringan pipa yang mengarah ke sungai. Di atasnya bisa kita manfaatkan sebagai jalan inspeksi. Lebih rapi dan sehat,” jelas Sigit.
Pemerintah juga menjalankan konsolidasi tanah di kawasan padat, seperti Kotabaru dan Prenggokusuman. Tahapan ini menjadi langkah awal dalam penataan permukiman, dengan tujuan menciptakan ruang yang cukup antar rumah serta menyediakan fasilitas sanitasi yang layak.
Konsolidasi dilakukan secara sukarela, dengan pendekatan partisipatif yang melibatkan warga secara aktif.
DPUPKP membangun komunikasi intensif dan menyediakan ruang diskusi bersama masyarakat. Proses ini dilakukan untuk menghindari konflik dan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap kawasan yang telah ditata.
Pemerintah juga menghadirkan arsitek perencana untuk mendampingi warga dalam menyusun rencana kawasan secara bersama-sama.
Penataan tidak hanya terbatas pada pembangunan IPAL. DPUPKP juga terus melanjutkan program perbaikan rumah dan penyambungan jaringan pembuangan limbah domestik ke sistem yang lebih terintegrasi.
Kawasan-kawasan seperti Prenggokusuman, Cokrodiningratan, dan Kotabaru menjadi prioritas utama, mengingat tingkat kepadatan dan kondisi lingkungan yang cukup mengkhawatirkan.
Pendekatan yang diterapkan bukan sekadar proyek konstruksi, melainkan penataan terpadu dengan target perbaikan kualitas hidup secara menyeluruh. DPUPKP menekankan pentingnya peran serta warga dalam setiap tahap pembangunan.
Forum warga rutin digelar untuk menyampaikan informasi dan mendengar masukan. Hal ini diharapkan dapat mendorong keberhasilan program secara berkelanjutan.
Dengan dukungan anggaran yang signifikan dan perencanaan yang melibatkan warga, Pemkot Yogyakarta berupaya menghapus keberadaan kawasan kumuh dari peta kota secara bertahap.
Upaya ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat perkotaan. (Eln)