
BERNASNEWS.COM — Seseorang pasti terkena rasa bosen atau anak-anak milenial menyebutnya merasa “gabot” akronim dari kata gagal booting akibat dampak dari Pandemi Covid-19 yang menyebabkan harus di rumah saja selama hampir tiga bulan lebih. Sehingga dengan dibukanya kembali beberapa destinasi wisata di DIY, banyak warga yang berbondong-bondong untuk berwisata atau berkreasi guna penghilang rasa penat setelah cukup lama hanya tinggal di rumah.

Salah satu destinasi wisata yang menjadi tujuan, khususnya oleh warga Kota Yogyakarta berwisata tipis-tipis, yakni Grojogan Watu Purbo. Obyek wisata alam sungai Krasak dengan keindahan bangunan 6 dam air yang bersusun ini semakin terkenal sejak viral di media sosial beberapa waktu lalu sebelum pandemi. Lokasinya tak jauh dari pusat Kota Yogyakarta berkisar 15 kilo meter, tepatnya di Dusun Bangunrejo, Kelurahan Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Sleman, DIY.

Pesona Grojogan Watu Purbo adalah alur Sungai Krasak dengan airnya yang masih jernih, lingkungan banyak tanaman menghijau di pinggirannya, ditambah hiasan 6 dam bendungan penahan air, dengan ketinggian masing-masing dari 3 meter sampai 7 meter, serta berlatar belakang Gunung Merapi. Banyak pengunjung menyebut seperti air terjun Niagara Mini, sementara nama Watu Purbo sendiri dari masyarakat desa setempat dikarena tempat tersebut sejak dahulu telah ada batu-batu besar muntahan dari Gunung Merapi.
Selain menikmati udara segar pedesaan, pengunjung juga bisa bermain air atau dalam bahasa Jawanya kekeceh, mainan seni susun batu (Rock Balancing) dan tentunya tidak ketinggalan berfoto maupun swafoto berlatar belakang susunan dam atau batu-batuan raksasa di tempat itu. Apabila baju basah atau merasa lapar, pengelola destinasi dari pokdarwis pun telah menyediakan kamar ganti dan lapak-lapak angkringan kuliner.

“Sebelum pandemi atau awal-awal viral di medsos setiap hari Minggu atau libur omset bisa lebih dari Rp 1.000.000. Namun adanya pandemi ini omset turun, paling banyak berkisar Rp 500.000,” terang Rohman salah satu pengelola lapak angkringan, kepada Bernasnews.com, Minggu (26/7/2020).
Lanjut Rohman, dulu setiap Minggu atau hari libur sangat ramai pengunjung, banyak kelompok-kelompok sepeda motor trail dan sepeda gowes yang melakukan kegiatan lintas alam di Grojogan Watu Purbo ini. “Jadi sangat disayangkan kalau pemerintah desa mengijinkan pertambangan pasir di sini. Untung hal itu diurungkan setelah ada protes dari warga,” imbuh Rohman.

Berdasar pengamatan Bernasnews.com, kesadaran pengelola destinasi Grojogan Watu Purbo dalam hal pelaksanaan protokol kesehatan bisa dikatakan lumayan, pintu masuk menuju obyek telah tersedia beberapa kran air dan sabun untuk cuci tangan, akses jalan juga telah dibedakan antara arah masuk dan keluar meski hanya dibatasi tali rafia. Hanya rambu-rambu bentuk kewaspadaan terhadap banjir air bah dari atas (Gunung Merapi) belum ada dan satu lagi akses jalan menuju obwis masih berupa tanah. (ted)