BERNASNEWS.COM — Museum Sonobudaya Yogyakarta menyelenggarakan Pameran Temporer bertajuk “Harmoni Cina – Jawa dalam Seni Pertunjukan, tanggal 26 Februari – 27 Maret 2021, di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudaya, Jalan Pangurakan (Titik Nol), Yogyakarta.
“Museum Sonobudaya mempunyai koleksi lebih dari 65.000, namun tidak semuanya dapat dipamerkan karena terbatasnya tempat. Sehingga diupayakan dengan penyelenggaraan pameran temporer atau tematik, salah satunya adalah koleksi hasil akulturasi budaya Cina dan Jawa terutama dalam seni pertunjukan,” ungkap Kepala Museum Sonobudoyo Setyawan Sahli , SE MM didamping Kepala Tata Usaha RR Titik Fatmadewi, SPd dan Kepala Seksi Koleksi Konservasi dan Dokumentasi Ery Sustiyadi, ST MM, Jumat (26/2/2021).

Dikatakan, enam seni pertunjukan yang ditampilkan dalam pameran ini adalah Srimpi Muncar, Beksan Golek Menak yang merupakan tari klasik dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan empat lainnya merupakan kesenian di luar keraton antara lain Ketoprak, Samsi atau Barongsai, Potehi dan Wacinwa (Wayang Cina-Jawa, red).
“Pameran ini juga dalam rangka memeriahkan Tahun Baru Imlek 2572. Menariknya dalam pameran alkuturasi budaya ini, seperti ketoprak serial Joko Sudiro merupakan adopsi dari cerita klasik Cina dengan tokoh lakon Sie Jin Kwie. Sedang Wacinwa kebalikan dari wayang Jawa diadopsi menjadi wayang Cina dengan cerita-cerita khasnya namun iringan musiknya tetap memakai gamelan,” terang Setyawan.

Tari Srimpi Muncar (Cina) diciptakan pada masa Hamengku Buwono VI yang kemudian diperbarui pada masa Hamengku Buwono VII dan Beksan Menak diciptakan pada masa Hamengku Buwono IX. Kedua tari yasan dalem tersebut merujuk pada sumber yang sama haitu Serat Menak, hasil adaptasi dari Hikayat Amir Hamzah dalam bahasa Melayu.

Hikayat Amir Hamzah sendiri merupakan saduran dari epos cerita kepahlawanan Persia pada abad 7 yang berjudul Qissa’I Emir Hamza. Perjalanan transformasi dari epos Persia hingga Srimpi Muncar (Cina) dan Beksan Minak merupakan rentetan laku inklusi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dalam penyusunan dramatari ini terdapat gerak tari yang diserap dari unsur kebudayaan Cina dan Minangkabau (Sumatera).

Sementara itu, Ketoprak dengan lakon Joko Sudiro merupakan contoh bagaimana orang Cina dan Jawa hidup bersama di Yogyakarta, dengan menyerap unsur budaya Cina untuk dipadu-padankan dengan tradisi seni pertunjukan Jawa. Sebaliknya penyerapan elemen budaya Jawa oleh warga Cina di Yogyakarta dapat dijumpai dalam Wacinwa, yang diciptakan oleh Gan Thwan Sing. Selain cerita yang berbeda, secara khusus bentuk Wacinwa adalah antara tubuh dan kepala wayang terpisah. (ted)