BERNASNEWS.COM – UNESCO sudah menetapkan kesenian wayang kulit sebagai Warisan Budaya Tak Benda pertama Indonesia dalam kategori Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity pada tahun 2003. Sedangkan seni pedalangan merupakan salah satu kekayaan budaya warisan leluhur yang sangat tinggi nilainya. Salah satu anak muda yang siap turut melestarikan kedua warisan itu adalah Muhamad Yusuf Anshor Khoirudin (14), warga Nglipar, Gunungkidul, DIY.
“Saya tahu, belum atau tidak semua anak muda zaman sekarang suka wayang dan pedalangan. Kebetulan saya suka. Baru enam bulan yang lalu belajar sendiri dari tayangan youtube. Rasanya suka, maka saya teruskan hingga sekarang dengan praktek langsung,” kata dalang cilik yang masih duduk di kelas 2 SMP Negeri 3 Nglipar, Gunungkidul, DIY ketika ditemui sejenak sebelum pentas wayang kulit climen dengan lakon Petruk Ratu di Pendapa Yudonegaran, Jalan Ibu Ruswo Nomor 35 Yogyakarta, Sabtu (22/1/2022) pukul 22.00 sampai lepas dini hari.

Pentas kesenian tradisional yang menghadirkan bintang tamu pesinden Aniek Sunyahni ini dibuka langsung oleh tuan rumah GBPH Drs H Yudaningrat yang mengapresiasi ketertarikan terhadap seni wayang dan kemampuan mendalang Ki Yusuf. Dia berharap, dalang cilik ini dapat terus meningkatkan kemampuan diri agar kariernya di masa depan dapat berkembang.

Demikian pula Sunyahni yang mendampingi seniman Yono serta tiga pesinden yakni Trinil, Tarni dan Lia dalam penampilan di panggung, menyarankan kepada ki dalang cilik agar tetap disiplin dan konsekuen bila memilih karier sebagai dalang kelak. Dunia pewayangan dan pedalangan sangat membutuhkan kaderisasi dan regenerasi yang baik, terlebih setelah beberapa dalang senior telah tiada.
Penonton di kursi kehormatan antara lain Ketua PMI DIY GBPH H. Prabukusuma, S.Psi, pemerhati seni budaya Kardi, SH dan undangan lainnya sangat terhibur oleh penampilan mendalang Ki Yusuf, pesinden dan para pengrawit. Suara Ki Yusuf yang cukup mantap tidak mengira bahwa dia masih muda belia. Apresiasi dan respon penonton juga diberikan para penggemar di luar dengan pesan lagu karena pementasan ini ditayangkan secara live streaming akun youtube.
Pentas ketujuh
Sejak duduk di sekolah dasar, Muhamad Yusuf Anshor Khoirudin yang putra pasangan Karyanto dan Sutarmi ini sudah menyukai wayang. Bahkan saat sudah kepingin mendalang, namun karena masih terbatas sarananya, dia minta kepada ibunya dibuatkan wayang dari karton. Tokoh wayang pertama karya ibunya adalah Kresna.

Ketertarikan dan kemampuan Yuruf semakin terasah ketika sering melihat tayangan pentas wayang kulit di yuotube. Dia memantapkan diri untuk belajar sendiri dengan bimbingan pelatih Supardi. Suatu ketika, lima bulan silam, dalam sebuah pentas wayang kulit saat syawalan 2021 di Karangmojo, Gunungkidul dia diminta untuk mucuki pentas wayang. Mucuki artinya mengawali pementasan wayang kulit, sebelum ki dalang mengambil alih duduk di depan blencong.
“Saat itu, jujur saja, saya baru pertama kali pegang wayang beneran. Sebelumnya kan baru pegang wayang dari karton. Ya rasanya campur aduk, ada rasa deg-degan sedikit, ada rasa suka dan bersyukur,” kata Yusuf sambil tersenyum tipis.
Sejak saat itu, dia memperoleh beberapa kali kesempatan mendalang secara singkat atau climen. Saat pentas di ndalem Yudonegaran Yogyakarta, Sabtu malam itu adalah pentas panggung ketujuh bagi kakak Kholifah Azka Nuraini ini. Malam hari hingga dini hari, adik kecilnya ikut nonton bersama keluarga besarnya dari Gunungkidul dan Jakarta. Bahkan si kecil ikut berjoget lucu ketika kakaknya memainkan wayang dengan iringan aneka lagu dan gamelan menarik saat adegan goro-goro.

Ketika ditanya apa pesan dari lakon Petruk Ratu yang dipilihkan Gusti Yudaningrat, Ki Yusuf menjawab pendek, “Hidup itu sebaiknya dijalani apa adanya.”
Barangkali, ketika hidup dijalani apa adanya atau sederhana, akan lahir kejujuran, kesetiaan dan semangat dalam menjalani dinamika kehidupan ini. Karena sudah terlanjur suka seni wayang dan pedalangan, Yusuf Anshor Khoirudin mantap mengatakan memilih hidup masa depannya sebagai dalang. Dia percaya cita-cita ini luhur karena turut melestarikan nilai-nilai budaya adiluhung dan peradaban bangsa. Untuk itu, setelah lulus dari SMP Negeri 3 Nglipar, Gunungkidul, DIY dia akan meneruskan ke lembaga pendidikan yang mendidik calon dalang professional. (YB Margantoro)