bernasnews.com – Di setiap saat memasuki bulan Mei, bagi para pendidik tentu teringat dengan salah satu sosok terkenal, yakni “Ki Hadjar Dewantara” yang dapat sebutan juga sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan juga pencetus Taman Siswa. Melalui pesan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Hndatani”, yang artinya, di depan seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik, di tengah atau diantara murid (anak didik), guru harus menciptakan ide, gagasan atau prakarsa, di belakang seorang pendidik (guru) harus dapat memberikan dorongan serta arahan yang baik.
Penyelengaraan upacara bendera peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2022, kali ini diselenggarakan pada tanggal 13 Mei 202 mulai pukul 08.00, tidak pada tanggal 2 Mei 2022, hal ini dikarenakan pada tanggal 2 Mei lalu bertepatan dengan Idul Fitri 1443 H. Melalui tema Harkitnas 2022, yakni “Pimpin Pemulihan Bergerak Untuk Merdeka Belajar” tentu salah satu aspek penting yang tidak dapat diabaikan adalah perlunya etos kerja yang terkait dengan kompotensi dan keunggulan bersaing yang harus dimiliki oleh insan pendidik.

Aspek etos kerja atau budaya kerja adalah suatu pandangan yang khas terhadap makna kerja pada suatu golongan sosial atau masyarakat. Jika dikaitkan dengan suatu profesi tertentu disebut Kode “Etik Profesi.” Di Negara Indonesia, etos kerja juga terkait dengan nilai-nilai luhur, misalnya: budi pekerti, mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabat, bekerja secara cerdas, rela berkorban dan penuh pengabdian. Pada dasarnya ada 4 (empat) unsur penting dalam etos kerja yang perlu dimiliki seseorang, yakni: kejujuran, kedisiplinan, ketekunan dan kerapian kerja. Oleh karenanya untuk dapat menuju etos kerja yang baik, maka hilangkan adanya konsep “Hedonisme,” yakni suatu konsep yang menganut faham bahwa bekerja hanya maunya secara enaknya sendiri dan cenderung lari dari tanggung jawab. Untuk menghilangkan pemikiran hedonisme tersebut, dapat dilakukan melalui empat pilar kiat sukses dalam pengembangan etos kerja, yakni: Self awareness (kesadaran diri dari berbagai kekuatan dan kelemahan. Ingenuity (kecerdikan, secara percaya diri terbuka, berinovasi dan beradaptasi untuk menghadapi dunia yang selalu berubah), Love (berperilaku positif terhadap orang lain, sikap mencintai) dan pilar keempat adalah Heroism (semangat juang dan berorientasi lebih (Lowney,2003).
Selain empat pilar tersebut di atas tentu masih dibutuhkan tersedianya competitive advantage (keunggulan bersaing), utamanya bagi para pendidik harus selalu mau meningkatkan kualitas kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan, dan selalu mau melakukan pembaharuan, yakni perubahan pola kerja dari dinamika kerja secara keras menjadi pola kerja secara cerdas. Pendek kata, menjadi seorang pekerja, pegawai (pendidik), harus memiliki etos kerja yang baik, hal ini terurai dalam 3 (tiga) dimensi keahlian. Pertama, keahlian konseptual. Keahlian konseptual menyangkut kemampuan individu dalam organisasi dalam berbagai fungsi manajerial, seperti: pengambilan keputusan, penyelesaian konflik dan problem yang kompleks, penyusunan strategi dan kebijakan. Kemampuan konseptual memerlukan dukungan pengetahuan yang harus selaluterus menerus diperbaiki (on going formation). Kedua, keahlian bersifat “human” yakni individu pada level apapun, perlu memiliki kemapuan yang bersifat “human.” Karakteristik ini diperlihatkan dalam kemampuan bekerjasama, interelationship, komunikasi dalam kelompok. Ketiga, keahlian teknikal, yakni kemampuan yang bersifat teknik adalah kemampuan individu yang lebih bersifat keahlian khusus teknik operasional, seperti kemampuan mengoperasikan alat-alat teknologi dan kegiatan yang bersifat administratif.
Selain perlunya keunggulan bersaing, juga harus berani melakukan perubahan. Akan tetapi adanya perubahan diharapkan mampu memberi makna atau manfaat yang lebih baik bagi bagi diri sendiri dan bagi orang lain, tanpa harus merugikan atau kepentingan yang lain. Dengan demikian perubahan yang menyangkut moral dan kehidupan kita sehari-hari menjadi bagian yang sangat krusial untuk diwujudnyatakan dalam perilaku hidup dan kerja secara keseharian, mengingat tantangan organisasi saat ini sarat dengan persaingan yang semakin kompleks. Lebih-lebih bagi insan yang ada dalam dunia pendidikan, perubahan yang besifat unggul dan kompetitip sudah menjadi suatu kebutuhan (bukan keharusan) yang tidak boleh ditawar lagi keberadaannya. Kondisi itu bisa dicapai manakala kita sebagai pendidik mau melakukan “On Going Formation”.
Dalam konteks “on going formation” bagi seorang pendidik, pada dasarnya tidak ada seorang pendidik yang mampu melakukan proses pendidikan secara baik, tanpa pembentukan pribadi secara terus-menerus dari intuisi atau lembaga yang bersangkutan secara baik. Dalam hal ini proses pembentukan pribadi sebaiknya tidak dilaksanakan secara paksaan, akan tetapi melalui kesadaran untuk menumbuhkembangkan sebagai kebutuhan dalam pribadi masing-masing pendidik secara berkelanjutan, sehingga mampu menciptakan tingkat kinerja dan produktivitas kerja yang baik. Adanya konsep produktivitas kerja yang sering kita dengungkan, kiranya bukan hanya isapan jempol belaka, akan tetapi harus diwujudnyatakan dalam tatanan hidup dan kehidupan yang teratur dalam masing-masing pribadi seorang pendidik. Lebih-lebih bagi para pendidik yang telah mendapatkan atau lulus sertifikasi sebagai guru atau dosen, tentu harus semakin terus-menerus selalu ada peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran, pengabdian dan penelitian serta darma penunjang lainnya. Oleh karena untuk dapat menghasilkan anak didik yang unggul, kiranya terlebih dahulu para pendidik harus juga memiliki daya saing dan kompetensi yang unggul pula.*). Z. Bambang Darmadi, Lektor Kepala/ Dosen ASMI Santa Maria Yogjakarta.