bernasnews – Banyak yang mencari tentang contoh studi kasus Pendidikan Profesi Guru (PPG) tentang Penilaian. Simak berikut contohnya.
Latar Belakang Kasus
Ibu Rina adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP Negeri 5 Surakarta yang sudah memiliki pengalaman mengajar selama 8 tahun. Ia dikenal sebagai guru yang disiplin dan memiliki komitmen tinggi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
Dalam proses pembelajarannya, Ibu Rina telah menerapkan berbagai strategi aktif seperti diskusi kelompok, penugasan proyek, dan simulasi praktik ibadah. Namun, ada satu hal yang masih menjadi tantangan besar baginya, yaitu menyusun dan menerapkan sistem penilaian yang benar-benar mencerminkan capaian kompetensi siswa secara menyeluruh.
Ibu Rina sering merasa bahwa hasil penilaian tidak sepenuhnya menggambarkan pemahaman siswa. Misalnya, saat membahas materi tentang iman kepada malaikat, banyak siswa yang aktif dalam diskusi dan menunjukkan pemahaman yang baik saat presentasi, namun hasil tes tertulis mereka cenderung rendah. Hal ini membuat Ibu Rina bertanya-tanya: apakah instrumen penilaiannya sudah sesuai? Apakah sudah mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagaimana tuntutan Kurikulum Merdeka?
Masalah Utama
Masalah utama yang dihadapi Ibu Rina adalah kesenjangan antara keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dengan hasil akhir yang diperoleh melalui penilaian tertulis.
Ia pun menyadari bahwa bentuk penilaian yang selama ini digunakan masih cenderung fokus pada aspek kognitif (pengetahuan), sedangkan aspek afektif (sikap) dan psikomotorik (praktik) belum terukur secara sistematis.
Tindakan yang Dilakukan
Untuk mengatasi persoalan ini, Ibu Rina mengikuti pelatihan Program PPG Dalam Jabatan yang difasilitasi oleh Kementerian Agama.
Dalam pelatihan tersebut, ia belajar bagaimana menyusun instrumen penilaian autentik yang mengukur tiga aspek penting: pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ia juga diperkenalkan pada teknik penilaian alternatif seperti observasi sikap, penilaian praktik keagamaan, dan penggunaan rubrik penilaian proyek.
Setelah pelatihan, Ibu Rina mulai merancang perangkat penilaian yang lebih komprehensif. Sebagai contoh, untuk materi “iman kepada malaikat”, ia menyusun tiga jenis penilaian:
- Penilaian kognitif melalui kuis dan tes uraian.
- Penilaian afektif dengan lembar observasi sikap saat diskusi berlangsung, seperti menghargai pendapat teman dan antusiasme bertanya.
- Penilaian psikomotorik melalui proyek membuat video pendek yang menjelaskan tugas-tugas malaikat dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dan Refleksi
Setelah menerapkan model penilaian yang lebih holistik tersebut, Ibu Rina mulai melihat perubahan yang signifikan.
Nilai siswa menjadi lebih beragam dan menggambarkan kemampuan mereka secara menyeluruh. Siswa yang sebelumnya mendapat nilai rendah dalam tes tulis, ternyata menunjukkan keunggulan dalam praktik dan sikap.
Ibu Rina juga mendapatkan umpan balik positif dari orang tua dan siswa, yang merasa sistem penilaian tersebut lebih adil dan memotivasi.
Dari pengalaman tersebut, Ibu Rina menyadari pentingnya merancang penilaian secara menyeluruh dan tidak terfokus hanya pada aspek kognitif. Ia juga belajar bahwa penilaian bukan hanya alat untuk mengukur hasil belajar, tetapi juga sarana untuk mendorong pembelajaran yang bermakna.
***