bernasnews – Suasana yang berbeda tampak sejak pagi hari di halaman Gereja Santo Yakobus, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (13/4/2025)..Umat Katolik berkumpul membawa daun palma di tangan, menandai perayaan Minggu Palma, sebuah momen istimewa yang mengenang kisah Yesus memasuki Yerusalem disambut laksana raja.
Perayaan misa pagi itu dipimpin oleh Romo Laurentius Dwi Agus Merdi Nugroho, Pr., dimulai dengan pemberkatan daun palma yang dilanjutkan prosesi perarakan menuju gereja. Uniknya, pintu gereja ditutup sejak awal dan baru dibuka saat rombongan perarakan tiba, menghadirkan nuansa simbolis yang kuat: menyambut Sang Raja Damai.
Dalam homilinya, Romo Merdi mengajak umat merenungkan pilihan Yesus yang mengendarai keledai saat memasuki Yerusalem. “Bukan kuda, bukan gajah, tapi keledai. Karena keledai adalah simbol damai. Hanya raja yang datang membawa damai yang menaiki keledai,” jelas Romo.
Suasana perarakan semakin hikmat saat lagu “Yerusalem, Lihatlah Rajamu” mengalun merdu, dibawakan oleh koor dari wilayah Santa Maria Tak Bernoda. Petugas tata laksana dari wilayah Santa Teresa turut mendukung kelancaran misa.
Misa berlanjut dengan liturgi sabda, di antaranya bacaan dari kitab Yesaya, Mazmur 22, dan surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi. Namun, yang paling mengesankan bagi banyak umat adalah momen pembacaan kisah sengsara Tuhan (Passio) yang dibawakan secara dramatis oleh tiga lektor dan Romo Merdi sebagai tokoh Yesus. Pembacaan ini menghadirkan suasana mendalam, membuat banyak umat larut dalam keheningan dan perenungan.
Menjelang akhir misa, Romo Merdi menyampaikan terima kasih kepada seluruh petugas dan umat yang berpartisipasi, sembari menyelipkan pesan sederhana namun kuat: “Dalam kehidupan sehari-hari, semoga kita terus berjuang untuk menjadi pengikut Kristus yang setia.”
PARADOKS YERUSALEM
Thomas S dari Komunitas HELENA MENULIS memberikan tanggapan tentang Minggu Palma. Menurut umat Lingkungan Santa Helena ini, kalau kita memperhatikan diantara semua Hari Minggu dan Hari Raya Kristiani, Hari Minggu Palma adalah satu-satunya yang mempunyai ciri perubahan suasana di tengah-tengah ibadat.
Ketika Yesus masuk ke kota Yerusalem massa berteriak “Hosana bagi Putera Daud!”, sebab mereka berharap dan percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang akan membebaskan mereka dari cengkeraman penjajah Romawi. Tetapi karena ternyata Yesus tidak tampil sebagai Mesias yang mereka harapkan, teriakan ‘Hosana’ pun berubah drastis menjadi ‘Salibkanlah Dia, Salibkanlah Dia!’ Suatu kontras yang sangat mencolok. Kontras ini membeberkan tentang paradoks Yerusalem.
Paradoks Yerusalem melambangkan ketegangan antara anugerah Allah dan tanggapan manusia terhadap anugerah itu. Meskipun Allah memilihnya sebagai kota suci (Mzm 132:13-14), manusia sering menolak kebenaran yang disampaikan melalui para nabi. Itulah yang terjadi pada Yesus.
“Minggu Palma yang bermuatan dua suasana yang kontras itu menjadi simbol Paradoks Yerusalem, Paradoks yang mengajarkan kepada kita untuk tidak jumawa, melainkan tetap rendah hati, ketika dekat dengan lingkungan rohani. Kita juga diajar agar tidak memiliki hati yang keras dan kaku, yang hanya mementingkan formalitas keagamaan, tetapi hati jauh dari Tuhan,” kata Thomas yang purna karya ASN di Pemda DIY itu.. (mar/Elias Eke, Sugiyanta, Lingkungan Santa Helena, Paroki Gereja Santo Yakobus Bantul)