bernasnews – Forum Indonesia Menggambar menggelar acara Refleksi Deklarasi Hari dan Bulan Menggambar Nasional 2025 melalui zoom meeting, Rabu (26/2). Acara ini bertujuan untuk membahas perjalanan seni menggambar di Indonesia serta dampaknya terhadap perkembangan budaya dan masyarakat. Diskusi ini menjadi momen penting bagi para pelaku seni untuk merefleksikan kontribusi mereka dalam menjadikan menggambar sebagai bagian integral dari budaya bangsa.
Acara dibuka oleh Edo Pop, yang menekankan pentingnya diskusi ini sebagai sarana mempertemukan para seniman dari berbagai daerah, sekaligus mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan menggambar dan pameran seni.
Dipercaya sebagai moderator, Dosen ISBI Bandung dan Pengamat Komunitas Seni Syamsul Barry, M.Hum. menyampaikan bahwa forum ini merupakan bentuk eksplorasi serta refleksi terhadap berbagai pencapaian seni menggambar dalam beberapa tahun terakhir.
Diskusi diawali dengan pemutaran rekaman video dari Menteri Kebudayaan RI Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. Dalam sambutannya, dia menegaskan bahwa menggambar memiliki peran penting dalam memperkuat nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa.
Menteri juga menyatakan dukungannya terhadap langkah-langkah Forum Indonesia Menggambar dalam mendekatkan seni menggambar kepada masyarakat. Dia menekankan bahwa pemajuan kebudayaan hanya dapat dicapai melalui kolaborasi dan sinergi antar pemangku kepentingan. Sebelum mengakhiri pidatonya, Fadli Zon menyampaikan pantun inspiratif : “Ke pasar Muara Angke membeli ikan, pasarnya ramai di hari Selasa. Selamat berdiskusi ibu bapak sekalian, dengan menggambar kita perkuat jati diri bangsa.”
Sesi diskusi berlanjut dengan paparan dari General Manager Bentara Budaya & Com. Management Kompas Gramedia Ilham Khoiri, S.Ag., M.Sn. Dia mengajak peserta untuk merefleksikan sejarah menggambar di Indonesia. Bahwa menggambar bukan sekadar aktivitas estetika, tetapi juga merupakan bagian dari proses menemukan dan membangun identitas bangsa. Dia menyinggung temuan lukisan manusia berburu di Gua Leang Bulu Sipong, Maros, Sulawesi Selatan, yang berusia lebih dari 44.000 tahun. Lukisan ini membuktikan bahwa menggambar telah menjadi sarana komunikasi dan ekspresi sejak zaman prasejarah.
Ilham juga membahas legenda Sungging Prabangkara, yang menggambarkan bagaimana seni menggambar telah menjadi bagian dari kebudayaan Nusantara sejak era Majapahit. Selain itu, ia menyoroti bagaimana seni visual telah berkembang dalam berbagai bentuk, seperti wayang, relief candi, dan batik. Seni menggambar juga memiliki peran dalam perjuangan kemerdekaan, dengan didirikannya Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) pada tahun 1937 oleh Raden Saleh dan Sudjojono, yang menggunakan seni sebagai alat perjuangan. Dia menggarisbawahi bahwa dalam berbagai situasi, termasuk di tengah gejolak politik, menggambar dapat menjadi alat untuk menjaga kewarasan dan kesadaran (eling lan waspada).
Paparan berikutnya disampaikan oleh Dosen Pascasarjana ISI Yogyakarta dan Pengamat Seni Rupa Dr. Suwarno Wisetrotomo. Dia menyoroti sifat egaliter dari aktivitas menggambar. Bahwa menggambar adalah bentuk nyata dari pencatatan realitas dan imajinasi. Mengacu pada sejarah, ia menegaskan bahwa gambar dapat menjadi rekaman zaman dan alat untuk menyampaikan pesan, baik sebagai kritik, nasihat, maupun ekspresi artistik lainnya.
Suwarno juga menyebutkan bahwa Forum Indonesia Menggambar telah menjadi ruang bagi diskusi dan eksplorasi tentang gambar dalam berbagai bentuknya. Ia mengajak para peserta untuk terus menggali potensi gambar sebagai media komunikasi dan refleksi sosial.
Sementgara itu, Dr. Hajar Pamadhi, MA. Hons. memberikan sudut pandang yang lebih luas dengan menjelaskan pentingnya menggambar dalam konteks kebudayaan, filsafat, psikologi, dan teknologi. Ia menekankan bahwa budaya sangat mempengaruhi cara seseorang menggambar dan bahwa setiap bentuk gambar memiliki makna yang berakar pada sistem sosial dan nilai-nilai masyarakat.
Dari sudut pandang filsafat, Hajar menjelaskan, menggambar merupakan bentuk rekonstruksi realitas yang melibatkan kesadaran, ambang sadar, dan ketidaksadaran manusia. Ia juga membahas teori dari Plato, Aristoteles, dan Ludwig Wittgenstein, yang menunjukkan bahwa menggambar bukan sekadar meniru realitas, tetapi juga melibatkan interpretasi dan imajinasi.
Dari aspek psikologi, Hajar memaparkan bahwa menggambar memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif anak-anak, membantu mereka memahami bentuk, pola, dan ruang. Menggambar juga berkontribusi pada pengembangan kreativitas, kesabaran, dan ketelitian.
Di akhir pemaparannya, Hajar menekankan bahwa pencanangan Bulan Menggambar dapat menjadi momen penting dalam mendorong masyarakat untuk lebih memahami nilai gambar dalam berbagai aspek kehidupan.
Setelah sesi pemaparan, partisipan diberikan kesempatan untuk bertanya dan berbagi pengalaman. Antusiasme peserta menunjukkan betapa pentingnya menggambar sebagai bagian dari identitas dan ekspresi bangsa. Diskusi ini memperlihatkan bagaimana seni menggambar dapat menjadi jembatan bagi masyarakat dalam memahami budaya, sejarah, dan tantangan zaman.
Acara ini ditutup oleh Edo Pop, yang menyampaikan harapannya agar refleksi ini menjadi pemicu semangat bagi para pelaku seni untuk terus berkarya dan memperjuangkan seni menggambar sebagai bagian dari budaya nasional.
Deklarasi Hari dan Bulan Menggambar Nasional 2025 bukan sekadar perayaan, tetapi sebuah langkah strategis dalam merayakan dan mengukuhkan seni menggambar sebagai warisan budaya bangsa. Sejarah panjang menggambar di Indonesia menunjukkan bahwa seni ini bukan sekadar hobi, melainkan juga alat komunikasi, refleksi sosial, dan ekspresi perjuangan. Dengan menggambar, kita tidak hanya menciptakan bentuk visual, tetapi juga merekam perjalanan dan identitas bangsa.
Di tengah perkembangan zaman dan tantangan global, menggambar tetap relevan sebagai cara untuk memahami dan mengekspresikan diri. Sebagaimana yang telah disampaikan dalam diskusi ini, menggambar bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang keberlanjutan budaya dan pemahaman terhadap dunia di sekitar kita. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, mari kita terus menggambar masa depan Indonesia dengan warna dan makna yang lebih dalam. (mar/Elias Eke, HELENA MENULIS Bantul, Yogyakarta)