News  

Tradisi Sadran Menyatukan Keluarga yang Beragam Kepercayaan

Keluarga Trah Jusup Soedarsin foto bersama di TMP Kusumanegara, Jalan Kusumanegara, Muja Muju. Umbulharjo, Yogyakarta, Sabtu, 22/2/2025 (Foto: Kiriman TH. Hendarsih Kurniastuti)

bernasnews – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Sadran mempunyai arti mengunjungi makam atau tempat keramat pada bulan Ruwah untuk memberikan doa kepada leluhur (ayah, ibu dan sebagainya) dengan membawa bunga atau sesajian. Di Masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut dengan Sadranan atau Nyadran merupakan salah satu tradisi yang masih sangat kental.

Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya yang telah dijalankan oleh para leluhur sebagai budaya Jawa. Tak heran jika hingga saat ini Nyadran menjadi salah satu ritual yang dianggap penting bagi masyarakat Jawa.

Nyadran tak hanya dijadikan sarana untuk mengenal, mengenang, dan mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia. Makna dari tradisi Nyadran adalah memetik nilai-nilai kebaikan dari para pendahulu atau para leluhur. Hal ini selaras dengan pepatah Jawa kuno yang berbunyi “Mikul dhuwur mendem jero” yang bermakna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam”.

Nyadran juga memiliki makna untuk mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian. Selain itu, tradisi ini juga menjadi sarana melestarikan budaya gotong royong dan silaturahmi antar anggota keluarga (trah).

Tradisi Nyadran juga menjadi bagian kegiatan rutin bagi Trah Keluarga Jusup Soedarsin. Pada Sabtu (22/2/2025) pukul 14.30 WIB mereka mengadakan nyadran ke makam leluhur di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusumanegara Yogyakarta. Hujan tidak menjadi penghalang bagi mereka, dengan rasa gembira berpakaian nuansa baju berwarna gelap, mereka berkumpul dan berdoa bersama.

Hadir dalam Nyadran tersebut Hendar Klestono, Esmeraldayanti, Puji Rahayu, Hendarwati Sudarini, Hendarwasih Yuniati, Bambang Edi, Hendar Joko Riwayanto, Yanti, Rini, yang merupakan anak dan menantu. Tidak ketinggalan turut hadir para cucu dan buyut antara lain Lucia Eko Priatiningtyas, Hendro Suprapto, Dwi Wahyu Eliyanto, Handi Susanto, Ratna, Oka, Dessy, Angger Wicaksono, Nur Vivi, Cahyo Kristianto, Helmi, Damar Kristiyanto, Aryadana, Rinka, Milka, Elena, Jati dan Cicit Gendis, Genta.

Acara Nyadran diawali dengan Doa Ibadat Arwah secara agama Katolik dipimpin oleh Hendar Joko Riwayanto di Aula TMP Kusumanegara Yogyakarta. Sebagai pengantar sebelum doa Joko menyampaikan kepada saudara-saudara yang beragama selain Katolik dimohon untuk menyesuaikan sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Selesai Doa Ibadat Arwah dilanjutkan menuju ke makam almarhum Jusup Soedarsin untuk tabur bunga, sebagai puncak acara di hari pertama Sadran.

Sebelum kegiatan Nyadran di TMP Kusumanegara, diawali dari makam Boro tempat disemayamkan almarhum Hendar Hari Wardana anak kesembilan, dilanjutkan menuju ke makam Colombo di jalan Kaliurang, tempat makam almarhum Hendar Triwarsono anak ketiga, selanjutnya ke makam Krapyak Yogyakarta tempat bersemayam almarhum Sudarto, Hendarrini Sudarwati dan Baskoro Kurniawan yang merupakan menantu, anak dan cucu dari almarhum Jusup Sudarsin.

Kegiatan berlanjut pada hari kedua, Nyadran Trah Jusup Soedarsin pada hari Minggu (23/2) dimulai pukul 08.30 WIB rombongan berangkat dari Yogyakarta menuju ke Temanggung, Jawa Tengah. Ikut dalam rombongan Hendar Klestono, Esmeraldayanti, Puji Rahayu, Hendarwati Sudarini, Hendarwasih Yuniati, Bambang Edi, Hendar Joko Riwayanto, Yanti, Rini, Hendarsih Kurniastuti, yang merupakan anak dan menantu. Tidak ketinggalan turut hadir para cucu dan buyut antara lain Lucia Eko Priatiningtyas, Hendro Suprapto, Oka, Dessy, Angger Wicaksono, Nur Vivi, Cahyo Kristianto, Helmi, Damar Kristiyanto, Aryadana, Belinda, Milka, Elena, Jati dan Cicit Gendis, Genta.

Tempat pertama yang dituju rumah almarhumah mbah Karminah untuk takziah Om Sis yang pada Jumat (21/2) meninggal dunia. Selesai takziah dilanjut nyadran di makam mbah Karminah di Klepu. Dari Klepu melanjutkan perjalanan menuju ke Kranggan di makam almarhumah Maria Suwarti yang merupakan isteri almarhum Jusup Soedarsin. Di makam Kranggan ini selain almarhumah Maria Suwarti ada simbah Ayem yang merupakan ibu dari Maria Suwarti, Hendar Yudianto dan Hendar Agus Sustiyanto yang merupakan anak kedua dan kedelapan dari pasangan Jusup Soedarsin dan Maria Suwarti. Acara di makam Kranggan diawali doa ibadat arwah dipimpin oleh Hendar Joko Riwayanto, selesai doa ibadat dilanjutkan dengan doa Rosario dipimpin oleh Hendarwasih Yuniati dan diakhiri dengan tabur bunga.

Tradisi Sadran menyatukan keluarga yang beragam kepercayaan, ungkapan ini sungguh nyata, satu trah beda agama dan keyakinan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Dengan adanya kegiatan Nyadran bersama yang bertujuan mendoakan leluhur, memohonkan maaf segala kesalahan, kekhilafan, memohon untuk kebaikan bagi seluruh anggota keluarga, dapat saling berbagi, saling bertoleransi, saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Sebagai wujud gotong royong dan rasa kekeluargaan, saling membantu, masing-masing anggota keluarga membawa bingkisan aneka macam sembako (beras, minyak, mie instan, sabun, kue, dan lain-lain) untuk diberikan kepada keluarga Asmono yang merupakan keponakan almarhumah Maria Suwarti yang tinggal di dekat makam Kranggan tersebut. Rangkaian kegiatan selesai dilanjutkan perjalanan pulang ke Yogyakarta. (mar/Sugiyanta, HELENA MENULIS Bantul, Yogyakarta)