News  

Puisi Esai untuk Udin dan Membaca Kembali Buku Udin

Cover buku UDIN Upaya Menegakkan Kebenaran, Februari 1998. (Foto : Istimewa)

bernasnews – Hari Selasa 18 Februari 2025 genap 62 tahun Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin. Dia adalah wartawan Harian BERNAS Yogyakarta yang tewas dianiaya akibat berita yang dia tulis. Lelaki kekar yang berhati lembut itu menghembuskan nafas terakhirnya di ruang ICU Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada 13 Agustus 1996 malam setelah koma selama tiga hari. Udin dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Esa waktu itu di usia 33 tahun.

Seorang pegiat lingkungan dan Pengelola Pustaka Merdesa di Kulong Progo, DIY, Atiek Mariati, menulis sebuah karya fiksi di wag MALIGU bertajuk PUISI ESAI UNTUK UDIN. Berikut puisi esai tersebut :

Din, berapa usiamu hari ini?/ Banyak yang bilang kau kini mencapai usia bijaksana/ Ya, kamu kini berusia enam puluh dua tahun/ Tapi kau hanya hidup separo dari itu, seperti dua head linemu : / “Dana IDT Hanya diberikan Separo”/ “Proyek Jalan 2 Km Hanya Digarap 1,2 Km”.

Din, antara tanggal satu hingga tiga belas Agustus 1996/ Tak kurang dari tujuh kasus kau tulis/ Empat berita criminal/ Empat berita keberhasilan Pemda/ Dua soal jungun ianfu/ Bahkan ceramah juga kau himpun/ Tak ketinggalan kisah ringan di kolom “Ana-Ana Wae”.

Hari ini banyak orang – termasuk aku – yang ingin membaca kembali tulisanmu itu/ Untuk menghidupkan jiwamu dalam semangat kami/ Din, memang benar katamu “Banyak Invisible Hand Pengaruhi Pencalonan”/ Tapi harusnya hanya satu Invisible Hand yang berhak akan nyawamu/ Kini, setelah kau pergi korupsi malah menjadi-jadi/ Bukan hanya koruptornya, tapi jumlah yang dikorup itu lho, Din./ Sampai ratusan triliun! Sulit membayangkan/ Apalagi membandingkan dengan gaji terakhirmu. Jauh, Din!/ Beruntung kau tak menyaksikan lagi/ Jika tidak pasti kau banyak menghabiskan waktu di kantor/ Tak kan pulang tanpa tulisan tajammu.

Aku masih penasaran dan ingin tahu/ Apa cita-citamu dulu? Benarkah kau pernah mendaftar jadi TNI?/ Lalu berubah haluan mendaftar jadi koresponden di “Berita Nasional”/ Aku hampir tak percaya kau tak punya bekal pengalaman jurnalistik sebelumnya/ Tapi kau berguru pada kemauan kerasmu dan berhasil. Aku angkat topi untukmu!/ Sambil membuat berita kau pun jadi loper dan agen koran/ Sampai muncul kebijakan melarang wartawan merangkap jualan koran dan menjadi agen/ Konon kau pernah gusar saat ada managemen baru, kau takut kena PHK/ Buru-buru kau buka “Studio Foto Krisna” Cermin kegigihanmu mencari nafkah/ Syukurlah manajemen baru melihat bakatmu./ Kau tetap jadi wartawan di media yang bersalin nama menjadi “BERNAS”/ Kau tulis setidaknya tiga berita setiap harinya/ Jadi dembilan puluh berita dalam satu purnama. Itu luar biasa!/ Pantaslah namamu masyhur, kau seperti Tirto Adhi Soerjo. / Gilang gemilang lantaran berani mengusik laku sewenang-wenang/ Selamat berulang tahun di sana, Din. Mungkin Tirto hadir. (Dekso, 18 Februari 2025. Atiek Mariati).

BUKU “UDIN UPAYA MENEGAKKAN KEBENARAN”
Sebuah buku bertajuk “UDIN Upaya Menegakkan Kebenaran” diterbitkan oleh PT Muria Baru dan Harian BERNAS pada bulan Februari 1998. Buku setebal 176 halaman dengan gambar cover Udin sedang duduk sambil memegang kamera ini diberi kata sambutan oleh Komnas HAM dan Pengantar Drs. Ashadi Siregar. Di cover belakang ada endorsement dari Cungki Kusdarjito, Riswandha Imawan, dan Emha Ainun Nadjib.

Buku ini dikerjakan oleh tim yang terdiri dari Penyunting : H.R. Subadhi dan Y.B. Margantoro, Foto : Dedi H. Purwadi, dkk., Reportase : Setya Krisna Sumarho, Karikatur : Kuss Indarto, Grafis dan Pracetak : Praba Pangripta dan Wahyu Widodo Hadi. Percetakan : PT Muria Baru Yogyakarta. Cetakan pertama Februari 1998.

Pada daftar isi ada pengantar penerbit, pengantar Ashadi Siregar dan Sambutan Ketua Komnas HAM Munawir Sjadzali. Kemudian ada delapan tulisan hasil lomba karya tulis tentang Udin, karikatur, reportase tentang Udin mulai dari Kronologi Kasus Udin dan Sidang Iwik sampai Masih Asa Keadilan untuk Rakyat dari Sidang Iwik serta foto-foto. Bagian berikutnya berisi tulisan tajuk rencana tentang Udin dan beberapa tulisan lain di Harian BERNAS tentang Udin.

Membaca aneka tulisan pemenang lomba karya tulis, tajuk rencana dan artikel tentang Udin menunjukkan bahwa profesionalisme wartawan di satu sisi (selalu) berhadapan dengan proses demokratisasi masyarakat dan kekuasaan di sisi lain. Bahwa karena Udin bukan wartawan biasa, maka dia berani membongkar kebungkaman “sistematis”. Bahwa (benturan) hati nurani dan kekuasaan, serta balada negeri siuman, menjadi kenyataan yang harus dialami oleh insan yang hidup di negeri ini.

Perpaduan antara reportase, karikatur dan foto-foto eksklusif tentang Udin mulai saat lelaki kekar itu meliput Festival Kesenian Yogyakarta di Bantul (1995) sampai stand Harian BERNAS di arena Gadjah Mada Bulaksumur Yogyakarta bulan Desember 1996 yang secara khusus menampilkan memorabilia Udin dan sajian video berita-beritanya, kita menjadi paham sesuatu. Sesuatu yang sangat bernilai tentang kehidupan, kemanusiaan, perjuangan, kebenaran dan upaya menjegalnya, profesionalisme wartawan, sampai tercabik-cabiknya demokrasi rakyat. Bahwa di “(Balada) Negeri Siluman”, sebagaimana dikatakan Emha Ainun Nadjib, setiap wartawan bisa menjadi Udin. Apalagi orang biasa yang bukan wartawan.

Ketua Komnas HAM Munawir Sjadzali dalam sambutannya mengemukakan, penerbitan buku tentang Udin itu diharapkan dapat meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap peristiwa-peristiwa yang menyangkut hak asasi manusia. Hanya dalam masyarakat yang mempunyai kepekaan yang besar terhadap hak asasi manusia maka pemajuan dan perlindungan hak asasi dapat diwujudkan. (mar/Atiek Mariati, Pegiat Lingkungan dan Wartawan MALIGU)