News  

Mencintai Hutan dan Mensyukuri Rahmat Tuhan

Kunjungan Tipel KPKC Gereja St. Maria Assumpta Gamping di kawasan hutan lindung Kaliurang, Sleman, DIY, Minggu 16/2/2025. (Foto kiriman: Praba Pangripta)

bernasnews – Prof. Martinus Dwi Marianto memimpin kunjungan Tim Pelayanan Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (Timpel KPKC) Gereja Santa Maria Assumpta Gamping, Sleman, DIY di Kawasan Hutan Dalam Tujuan Khusus (KHDTK) Kaliurang, Pakem, Sleman, DIY, Minggu (16/2/2025).

Para pengunjung terdiri dari anak-anak, remaja hingga dewasa antusias saat mendapat penjelasan mengenai hutan lindung (kawasan konservasi) dari Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diwakili oleh Surip, S.Hut, M.Sc, Fasis Mangkuwibowo, S.Hut., M.Sc, dan Paulus Widiantara, serta pemandu lapangan.

Fasis Mangkuwibowo, S.Hut., M.Sc memaparkan bahwa ada dua filosofi yang dapat dipetik dalam konservasi tumbuhan, yakni mensyukuri anugerah Tuhan dan cinta kasih kepada sesama makhluk hidup. Ia bahkan mengingatkan nenek-moyang terdahulu telah menunjukkan kearifan lokal melalui penamaan nama dusun atau padukuhan yang diambil dari nama tanaman. Misalnya : Timoho, Muja-muju, Pule, Karang, Jambe, Nyamplung, dan lain-lain. Menurut data, ada sekitar 25.000 tanaman tumbuh di Indonesia. Dia mengingatkan agar pemanfaatan tanaman tidak hanya dari segi ekonomi saja, namun lebih dari itu.

Selain mengenal tanaman endemik (khas daerah dan langka), pengunjung diajak untuk mencintai lingkungan, terutama tanaman yang unik dan tidak ditemukan di wilayah lain secara alami. Contoh tanaman langka yang buahnya dibuatkan monumen berbentuk seperti buah rambutan bernama saninten, ada juga tanaman kemenyan yang getahnya harum dan berkhasiat sebagai pengawet.

Menurut Surip, S.Hut, M.Sc, konservasi genetik bertujuan selain untuk pengembangan, juga untuk penyelamatan. Jangan sampai generasi mendatang hanya kenal nama tumbuhan, namun tidak dapat melihat langsung wujudnya. KHDTK di lereng pegungungan Plawangan, Kaliurang seluas 9,49 hektar dibangun dan dikelola Dinas Kehutanan DIY sejak tahun 1958.

“Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 memengaruhi ekosistem, komunitas tumbuhan dan satwa di kawasan hutan Kaliurang ini,” katanya mengingatkan bencana alam yang telah melanda kawasan tersebut.
Erupsi tahun 2010 merupakan bencana terburuk selama 100 tahun semenjak 1870 menyebabkan kerusakan ekosistem tingkat berat. Sebagian pohon dan rating terbakar, sehingga rantai makanan terganggu, dan sumber mata air mengecil, bahkan mati. Untuk mengembalikan kondisi hutan tersebut membutuhkan waktu lebih dari 15 tahun.

Restorasi ekosistem perlu melibatkan segenap masyarakat. Kolaborasi antara pengelola dan masyarakat penting dijalin demi membangun kesadaran bersama pentingnya pelestarian dan pengamanan ekosistem.

Pengunjung hutan lindung selanjutnya diajak menyusuri kawasan hutan dan pegunungan. Pengunjung dipandu mengenal lebih dekat tanaman endemik. Pohon-pohon besar tertentu telah dipasangi label nama dan dapat discan melalui QR-code. Selain itu mereka diajak mengenal berbagai jenis tanaman invansif, yang berbahaya karena ada yang menyebabkan gatal, bahkan beracun. (Praba Pangripta, Umat Paroki Gereja Santa Maria Assumpta, Gamping, Sleman, DIY)