bernasnews – Media yang menyampaikan informasi, berita kepada khalayak disebut pers. Sejak lama, pers sangat penting dalam memainkan perannya kepada masyarakat tentang fakta, opini, dan fiksi secara massal untuk diketahui.
“Pers yang dirayakan pada setiap tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional atas dedikasi mereka terhadap apa yang terjadi di dunia, baik internasional, nasional maupun lokal. Para pekerja pers telah berkontribusi untuk menyuarakan peristiwa yang terjadi di sebuah tempat ke seluruh masyarakat untuk diketahui,” kata Pustakawan STPN Yogyakarta Yoseph Nai Helly kepada bernasnews berkenaan Hari Pers Nasional 2025.
Menurut dia, pers saat ini sebenarnya semakin banyak diminati oleh masyarakat dengan adanya teknologi informasi yang semakin pesat. Bagaimana tidak, media-media sosial yang berkembang sekalipun menjadi sebuah media yang sangat mengedukasi masyarakat untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
Pers yang dulu disampaikan melalui media cetak telah mengalami disrupsi menjadi elektronik yang dapat diakses lebih mudah oleh siapapun dan dimanapun. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah dunia dengan segala dinamikanya. Teknologi informasi telah memberi kemudahan kepada manusia tentang fakta peristiwa yang terjadi di dunia lain dengan jarak yang jauh pun dapat diketahui dengan mudah dan cepat. Para pekerja pers yang dengan gesit serta menguasai komunikasi, dengan mudah menyampaikan kepada dunia untuk diketahui.
“Selamat hari pers kepada para pekerja pers di Indonesia yang telah berkontribusi untuk masyarakat Indonesia dan dunia,” kata Yoseph yang juga anggota redaksi Majalah LITERASI GURU ini.
Secara terpisah purna tugas UGM Bambang Soponyono mengatakan, HPN tahun ini sebagai momentum refleksi UU Pers dan Relevansinya. Semangat reformasi mendasari pembebasan pers dari belenggu kekuasaan pemerintah orde baru.
Di HPN kali ini ada upaya revisi UUD Pers agar semakin relevan. Artinya UUD Pers yang baru dapat melindungi kebebasan pers dan tidak menjadi alat kontrol pemerintah serta menjamin kemerdekaan pers sebagai hak azasi warga negara. Harapannya, UUD Pers memberikan perlindungan penting bagi kebebasan berekspresi dan akses masyarakat terhadap informasi. Maka Dewan Pers diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers melalui hak jawab dan koreksi.
Seorang ibu rumah tangga Margaretha Saventi WK berpendapat, pers berfungsi sebagai media informasi, namun juga pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Dewasa ini pers didukung oleh kemudahan akses internet oleh masyarakat. Penyampaiannya lebih cepat, dan mudah. Sehingga marak media media baru secara elektronik. Bahkan masyarakat umum pun dapat membuat media informasi yang mereka suka.
“Namun perkembangan internet juga memberi tantangan tersendiri bagi insan pers. Muncul berita-berita yang tidak akurat atau hoax. Dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka melakukan untuk kepentingannya sendiri atau keinginan pihak tertentu. Bahkan media informasi yang sudah besarpun dipalsukan alamat elektroniknya. Semua orang dapat menulis namun mengesampingkan etika jurnalistik, peran pers dan mencoreng citra para jurnalis yang memang sungguh-sungguh mendedikasikan pengabdiannya di media,” kata anggota Komunitas HELENA MENULIS ini.
Seorang wirausahawan Hery Kristiawan mengingatkan pentingnya belajar sejarah panjang pers Indonesia. Pers kita mengalami perjalanan panjang yang terjal, penuh liku dan gelombang yang tak jarang mencekik kebebasannya. Dalam dekapan kolonialisme Belanda, pers lahir bagai tunas yang rapuh, tumbuh di antara belenggu kekuasaan. Tahun 1744 menjadi saksi bisu lahirnya Bataviasche Nouvelles, sebuah publikasi yang mengabarkan realitas dari sudut pandang penguasa. Abad ke-19 menghadirkan denyut baru, saat pers pribumi mulai menampakkan keberaniannya. Medan Prijaji, yang dikobarkan oleh Tirto Adhi Soerjo pada 1907, menjadi secercah cahaya bagi kaum pribumi yang haus akan suara sendiri. Namun, setiap helaan nafas kebebasan selalu dibayangi ancaman pengekangan.
Tatkala di bawah bayang-bayang Orde Lama dan Orde Baru, pers berjalan di atas tali tipis antara kebebasan dan keterpasungan. Demokrasi Terpimpin Soekarno membentuk pers sebagai corong negara, membungkam kritik dengan kendali besi. Berlanjut pada rezim Orde Baru, kebebasan pers semakin terkekang oleh SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), alat yang menjadi palu godam bagi mereka yang dianggap melawan arus. Media yang terlalu berani segera diberedel, dihapus dari peredaran seperti daun yang luruh diterpa badai kekuasaan.
Pada tahun 1998 menjadi lonceng yang membangunkan pers dari tidur panjangnya di bawah tirani. Reformasi menggugurkan belenggu, mencabut SIUPP, dan membuka gerbang bagi kebebasan pers yang selama ini terpenjara. Dengan kelahiran Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, jurnalisme Indonesia mendapatkan kembali ruhnya. Kini, pers tumbuh subur di era digitalisasi, merayakan kebebasannya dengan beragam media yang terus berinovasi. Namun, ancaman baru selalu mengintai, dari disinformasi hingga manipulasi informasi. Pers tetap berdiri, tak sekadar mencatat sejarah, tetapi menjadi bagian dari denyut perubahan yang tak akan pernah padam. Demikian Hery.
Seorang pekerja seni Elias Eke yang ditemui terpisah berpendapat, salah satu tantangan terbesar bagi pers saat ini adalah maraknya disinformasi dan berita hoaks yang menyebar begitu cepat. Di tengah maraknya informasi yang tidak selalu akurat seperti ini, pers harus tetap dapat menjadi sumber berita yang terpercaya dan kredibel. Independensi dan integritas jurnalistik harus dijaga agar masyarakat tetap mendapatkan informasi yang benar dan berimbang.
Dalam menghadapi perkembangan era digital, pers harus mampu menguasai teknologi digital dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi pemberitaan. Data analytics, fact-checking berbasis AI, serta platform digital yang interaktif dapat membantu media dalam menyajikan berita yang lebih relevan bagi audiens. Di tengah gempuran berita instan, pers harus tetap mengutamakan kualitas. Jurnalisme investigatif yang mendalam dan berbasis fakta akan menjadi pembeda utama antara media profesional dan sumber informasi yang tidak kredibel.
“Kepercayaan adalah modal utama pers. Transparansi dalam peliputan, keterbukaan terhadap koreksi, serta kedekatan dengan audiens melalui interaksi di platform digital dapat memperkuat hubungan antara media dan masyarakat. Ketergantungan pada pendapatan iklan saja tidak lagi mencukupi. Media harus mencari model bisnis baru, seperti langganan digital, crowdfunding, atau kemitraan strategis untuk tetap mandiri dan berkelanjutan. Pers juga memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan literasi digital masyarakat. Membekali audiens dengan kemampuan memilah informasi yang benar, dan turut membantu menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat,” kata Eke.
Purna tugas dari Pemda DIY Sugiyanta mengatakan, momentum HPN dapat dijadikan refleksi untuk melihat keberlanjutan perjalanan bangsa dan negara. Dia mengemukakan, Presiden Prabowo Subianto memberikan ucapan selamat HPN ke-79, Minggu 9/2/2025.
“Atas nama Pemerintah Republik Indonesia dan atas nama pribadi mengucapkan selamat Hari Pers Nasional ke -79 kepada seluruh insan pers di Indonesia. Selama delapan dekade ini, Pers Indonesia telah menjadi pilar penting dalam kehidupan demokrasi, menyuarakan kebenaran dan memberikan informasi yang akurat kepada rakyat Indonesia,” ungkap Prabowo melalui video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Di samping memberikan ucapan selamat, Prabowo juga mengingatkan kepada insan pers harus selalu mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Harus waspada terhadap usaha-usaha untuk mengendalikan pikiran dan mempengaruhi jalannya opini rakyat dengan menggunakan modal yang besar.
Di tempat terpisah Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa pers nasional harus terus berpegang pada prinsip integritas dan profesionalisme. Dia juga mengingatkan bawa pers sebagai pilar demokrasi harus tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah dan menjaga independensinya. “Media massa dan insan pers tidak boleh melupakan perannya sebagai pengawas jalannya pemerintahan dan penjaga kedaulatan rakyat,” kata Puan dalam keterangan resminya.
Pemberian ucapan selamat HPN ke-79 dari kedua tokoh nasional tersebut, menurut Sugiyanta yang anggota PWRI di Pajangan Bantul ini, menunjukkan betapa pentingnya peran pers nasional dalam menjaga keseimbangan informasi di tengah derasnya arus digitalisasi. Untuk itu, insan pers harus selalu menerapkan prinsip “checks and balances” dalam setiap pemberitaan.
Media harus tetap netral dan tidak berpihak dalam pemberitaan, terutama dalam era informasi yang cepat dan beragam seperti sekarang ini, insan pers harus tetap kritis terhadap informasi yang didapat. Meskipun tantangan insan pers dalam arus perkembangan digital kini semakin marak, terutama maraknya informasi yang tidak terverifikasi (hoaks) dan ancaman terhadap kebebasan pers. Mari kita terus mendukung peran pers menjaga kualitas jurnalistik yang profesional dan beretika.
Seorang pendidik Theresia Dewi Haryanti mengatakan, Hari Pers bukan hanya tentang perayaan, pidato atau bahkan demo-demo yang menyuarakan tentang kebebasan dalam mendukung demokrasi. Pers dan jurnalistik merupakan dua unsur yang saling terkait satu sama lain. Keduanya sama-sama memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Melalui pers kita dapat mengetahui informasi dalam bidang apapun. Namun pada kenyataannya, pemerintah belum mendukung kebebasan pers secara nyata. Sehingga pers belum dapat bebas mengekspresikan suaranya. (mar)