bernasnews – Ikatan Alumni Filsafat Teologi (IKAFITE) Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Panitia Nasional Pengusul Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional YB Mangunwijaya dan Lingkaran Sahabat Romo Mangun meluncurkan buku “YB Mangunwijaya Demi Manusia dan Bangsa — Esai-Esai Perjuangannya bagi Indonesia” di Auditorium Kampus III Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Babarsari, Yogyakarta, Senin (10/2/2025). Peluncuran ditandai dengan pembukaan kain penutup cover buku Romo Mangun oleh Kepala Dinas Sosial DIY yang diwakili Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Tri Susilastuti, AKS.
Oleh Kardinal Suharyo, buku ini dikomentari sebagai “opus magnus” sebuah karya besar. Buku yang diedit oleh St. Sularto dan A. Margana ini ditulis oleh dua orang Kardinal Indonesia, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Menteri Agama K.H. Nasaruddin Umar.
Selain itu ada karya Sukidi Ph.D, Dr. Karlina Supeli, Prof. Siti Musdah Mulia, Prof. Darwis Khudori, Prof. CB Mulyatno, Ayu Utami, Sudhamek AWS dan lebih dari 50 penulis dari kalangan pendidik, akademisi, tokoh masyarakat, budayawan, rohaniwan, arsitek, dan pemerhati kemanusiaan. Karena berisi tulisan begitu banyak tokoh dari pelbagai bidang, maka Romo Magnis Suseno menyebut buku buku setebal lebih dari 500 halaman ini sebagai berbobot dan luar biasa.
Editor buku St. Sularto pada kesempatan ini mengemukakan, Romo Mangun selain sebagai pastor atau gembala umat adalah aktivis gerakan sosial kemasyarakatan lewat pemberdayaan dan penataan lingkungan kelompok masyarakat miskin terpinggirkan-tertindas. Dia juga pendidik yang mempersiapkan manusia Indonesia terampil berpengetahuan, demokratis, tahu keterbataan diri dan berbela rasa lewat Pendidikan yang Memerdekakan.
Kemudian, Romo Mangun adalah juga arsitek yang mengembangkan konsep dan bangunan yang menyingkapkan dua sisi arsitektur yakni sisi teknis atau kegunaan dan sisi nonteknis yang manusiawi atau citra. Dia adalah novelis yang diinspirasi dan dilandasi niat pembelaan manusia miskin dan terpinggirakan, inspirasi perjuangan demokratisasi, termasuk penghargaan pada martabat wanita. Ia seorang novelis yang berbicara dengan hati, sejalan dengan perjuangan dan obsesinya meningkatkan harkat martabat manusia.
Selanjutnya, Romo Mangun adalah seorang inspirator yang aktif-produktif-inspiratif menulis, berceramah, berseminar dan mengajar dalam bingkai kemerdekaan dan penghargaan martabat manusia. Komitmennya adalah kemerdekaan sebagai hak, kesatuan dan persatuan sebagai keniscayaan, demokratisasi dan keadilan berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam bernegara-berbangsa yang satu tapi plural.
Lelaki yang lahir di Ambarawa Jawa Tengah 6 Mei 1929 dan meninggal pada 10 Februari 1999 ini adalah teolog publik. Sesuai dengan ungkapan iman tanpa perbuatan adalah sia-sia, kegelisahan menjadi spirit Romo Mangun mewujudkan ungkapan “dari mimbar turun ke pasar”. Romo Mangun adalah juga pioner gerakan pluralisme. Dia menempatkan agama-agama tidak sebagai yang memisahkan, tetapi yang mempersatukan.
St. Sularto mengatakan, menghadirkan kembali sosok kepahlawanan Romo Mangun berarti menghidupan kembali, memungut inspirasi dan mengambil hikmahnya sebagai “pahlawan historis”, menurut istilah sejarawan Taufik Aldullah.
“Romo Mangun sudah diafirmasi sebagai salah satu pioner dan penggerak pemuliaan martabat manusia dan kemanusiaan. Apa yang sudah diwariskan, mulai dari medan pertempuran, ujaran, tindakan, sikap dan karyanya berkat talenta-anugerah yang semaksimal dia kembalikan menjadikan Romo Mangun menyejarah. Dia sebagai ‘pahlawan historis’ dan akan menjadi lengkap ketika diakui sebagai ‘pahlawan politik’. Artinya, ‘pahlawan historis’ sekaligus ‘pahlawan politik’,” kata Sularto. (mar/Hery Kristiawan, HELENA MENULIS Bantul Yogyakarta).