News  

Sinergi 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dengan Sekolah Ekologi

Para siswa SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta di sekolahnya bersiap dalam program Gerakan Sedekah Sampah. (Foto : Kiriman Esti Priyantini)

bernasnews – Di berbagai sekolah, kesadaran ekologis semakin menjadi bagian penting dari pendidikan karakter. Salah satu inisiatif yang telah terbukti efektif adalah Gerakan Sedekah Sampah, sebuah program yang sudah berjalan selama lima tahun di sekolah yang saya pimpin, SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Program ini bukan sekadar upaya menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi dan sosial yang signifikan.

Sebagai sekolah berbasis ekologi, kami menjadikan Gerakan Sedekah Sampah sebagai best practice dalam pendidikan karakter. Program ini mengajarkan siswa untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan, disiplin dalam memilah sampah, serta memiliki kepedulian sosial terhadap teman-teman yang kurang mampu. Dengan sistem insentif berupa kupon belanja makanan sehat dari hasil penjualan sampah, siswa semakin termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif.

Selama lima tahun berjalan, program ini telah menjadi budaya di sekolah kami. Para siswa tidak hanya belajar teori tentang pengelolaan sampah, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memahami bahwa kepedulian terhadap lingkungan adalah bagian dari kebiasaan baik yang bisa membawa manfaat besar bagi masyarakat.

KOLABORASI DENGAN 7 KEBIASAAN ANAK HEBAT
Di sisi lain, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menggagas 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat sebagai upaya membangun generasi yang sehat, berkarakter, dan berdaya saing. Tujuh kebiasaan itu mencakup: Rajin beribadah, bangun pagi, tidur cepat, berolahraga, giat belajar, bermasyarakat, dan makan bergizi.

Jika kita lihat lebih dalam, Gerakan Sedekah Sampah sebenarnya sudah selaras dengan tujuh kebiasaan ini. Misalnya: Rajin beribadah diwujudkan dengan kesadaran menjaga lingkungan. Berbagi melalui sedekah sampah merupakan bagian dari implementasi nilai-nilai agama.
Bangun pagi dan tidur cepat terlihat ketika siswa yang aktif dalam gerakan ini sering datang lebih pagi ke sekolah untuk menyiapkan meja piket dan mengumpulkan sampah.
Berolahraga dapat diimplementasikan dengan aktivitas memilah dan mengangkut sampah. Kegiatan ini melibatkan gerakan fisik yang menyehatkan.
Gemar belajar terlihat dari siswa mempelajari cara memilah sampah, mengenali jenis-jenis sampah bernilai ekonomi, serta memahami konsep daur ulang.
Bermasyarakat juga nampak ketika siswa belajar berinteraksi, bekerja sama dalam tim, dan berkontribusi terhadap kesejahteraan bersama.
Terakhir, makan bergizi diwujudkan dengan pemberian kupon belanja dari hasil sedekah sampah yang dapat digunakan untuk membeli makanan sehat di kantin sekolah.

Artinya, program ini tidak hanya mendukung kebiasaan baik yang dicanangkan Kemendikdasmen, tetapi juga mengajarkan anak-anak untuk menerapkannya secara nyata dalam kehidupan mereka.

MEMBANGUN KEBIASAAN POSITIF MELALUI AKSI NYATA
Menurut teori Behavioral Learning dari B.F. Skinner, perilaku seseorang dapat dibentuk melalui “reinforcement” atau penguatan yang berulang. Dalam konteks ini, sekolah memberikan penghargaan kepada siswa berupa kupon belanja untuk makanan sehat. Ini memperkuat motivasi mereka untuk terus berpartisipasi dalam gerakan tersebut.

Selain itu, teori Habit Loop yang dikemukakan oleh Charles Duhigg menjelaskan bahwa kebiasaan terbentuk melalui tiga unsur utama: (1) Pemicu (cue), yakni berupa kesadaran lingkungan dan ajakan sekolah; (2) Rutinitas (routine), yakni kegiatan memilah dan mengelola sampah setiap Jumat; dan (3) Penghargaan (reward), yakni manfaat sosial dan insentif kupon belanja.

Dengan sistem ini, kebiasaan positif dapat bertahan dalam jangka panjang. Setiap Jumat pagi, siswa dengan penuh semangat mengumpulkan sampah dari teman-temannya. Mereka bahkan datang lebih awal untuk menyiapkan meja piket sebagai tempat presensi. Sebagian bertugas memilah sampah dengan kater dan gunting, sementara yang lain menyambut teman-temannya di gerbang sekolah dengan ucapan salam dan terima kasih atas sedekah sampah yang diberikan.

Tidak hanya di sekolah, kebiasaan ini juga diterapkan di rumah. Banyak siswa yang mulai memilah sampah di rumah masing-masing, lalu membawanya ke sekolah setiap Jumat. Dengan begitu, orang tua dan anggota keluarga lain pun ikut teredukasi. Ini adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada individu, tetapi juga berdampak luas ke lingkungan sosialnya.

DAMPAK JANGKA PANJANG : DARI SEKOLAH KE MASYARAKAT
Apa yang telah kami lakukan selama lima tahun ini bukan hanya sekadar proyek jangka pendek, tetapi sebuah langkah kecil menuju perubahan besar. Jika lebih banyak sekolah menerapkan model serupa, maka akan lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter kuat, berintegritas, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Di tengah berbagai tantangan zaman, kita memerlukan anak-anak yang tidak hanya pandai dalam hitungan dan hafalan, tetapi juga mampu berpikir kritis dan bertindak nyata untuk kebaikan bersama. Program seperti Gerakan Sedekah Sampah menunjukkan bahwa pendidikan karakter tidak harus selalu dalam bentuk ceramah atau teori di kelas. Justru, pendidikan yang paling efektif adalah yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika seorang anak memahami bahwa sekantong sampah plastik yang ia pilah dapat membantu teman-temannya yang kurang mampu, di situlah esensi pendidikan karakter yang sebenarnya. Dari hal kecil seperti memilah sampah, mereka belajar tentang tanggung jawab, disiplin, dan kepedulian terhadap sesama.

Maka, jika ada pertanyaan apakah 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat bisa dikolaborasikan dengan sekolah berbasis ekologi? Jawabannya bukan hanya bisa, tetapi justru harus! Karena pada akhirnya, pendidikan bukan hanya soal apa yang kita pelajari di sekolah, tetapi bagaimana ilmu itu bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan sekolah kami telah membuktikan bahwa hal ini bisa dilakukan dengan sukses selama lima tahun terakhir. (Esti Priyantini, Kepala Sekolah Ekologi SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta)