News  

HELENA MENULIS Menginspirasi Pembelajar Peduli Sampah dan Suka Membaca

Para peserta sarasehan Literasi Keluarga di Lingkungan Santa Helena Paroki Gereja Santo Yakobus Bantul. Sebagian diantara mereka kemudian mengikuti program HELENA MENULIS 2025. (Foto : Humas Lingkungan Santa Helena)

bernasnews – Komunitas HELENA MENULIS sebagai bagian dari Tim Kerja Komunikasi Sosial Lingkungan Santa Helena Paroki Gereja Santo Yakobus Bantul memberikan inspirasi kepada pembelajar yang ikut program ini tentang kepedulian terhadap sampah, sadar membaca dan isu kehidupan lainnya.

Menurut Admin WAG Komunitas HELENA MENULIS A. Ryan Handayanto, komunitas ini terbentuk setelah sebagian umat Lingkungan Santa Helena mengikuti sarasehan Literasi Keluarga “Kasih di Ujung Pena” oleh Pegiat Literasi Y.B. Margantoro pada 20 Januari 2025. Sebagian di antara mereka kemudian sepakat melanjutkan belajar bersama tentang kepenulisan dalam tujuh kali pertemuan di rumah anggota.

“Sejauh yang saya ketahui, salah satu dampak nyata dari kegiatan komunitas ini adalah pembelajar jadi suka membaca. Mungkin memang ditugaskan narasumber,” kata Ryan yang juga Sekretaris Lingkungan Santa Helena ini seraya tersenyum, Rabu (5/2/2025).

HELENA MENULIS Angkatan 1/2025 ini diikuti oleh Theresia Dewi Haryanti, Margaretha Saventi Wahyu K., Elias Eke, Hery Kristiawan, Sugiyanta dan Bambang Soponyono. Dalam pertemuan pertama di kediaman Sugiyanta, mereka mendapat bekal inspirasi menulis dari berbagai tokoh, kutipan inspiratif dari tokoh-tokoh dunia, pembagian Media Komunitas NAGARI untuk dikaji dan peminjaman buku referensi untuk direfleksi.

Elias Eke tertarik membaca Media Komunitas NAGARI Edisi 25 Agustus 2023 yang mengangkat berita tentang krisis sampah yang sedang melanda Kota Yogyakarta. Tidak tanggung-tanggung, berita tentang krisis ini bahkan menjadi topik ulasan dalam lima (5) judul yang berbeda. Menurut dia, hal ini mengindikasikan bahwa krisis ini sedang menjadi pokok permasalahan serius yang telah banyak mendapat perhatian masyarakat khususnya di kota ini dan menjadi agenda kerja baru bagi aparatur pemerintah dibidang terkait lingkungan hidup di Indonesia.

Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai “Kota Pelajar” dan “Kota Gudeg” sedang mengalami krisis internal yang cukup serius, Jogja darurat sampah. Permasalahan ini, mau dan tidak mau harus segera ditanggulangi, karena sampah yang berserakan di mana-mana akan memperburuk wajah Kota Jogja yang selama ini menjadi salah satu tujuan wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Berbagai program sudah disiapkan oleh pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut. Pro dan kontra juga tak terelakkan ketika Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengusulkan untuk menjadikan salah satu area di Cangkringan, Sleman sebagai tempat pembuangan sampah sementara. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono juga menyarankan agar pemerintah Kota Jogja segera mengembangkan teknologi pengolahan sampah sebagai upaya penyelesaian jangka panjang.

Menurut Elias Eke, untuk mendukung program kerja Pemerintah Daerah dalam hal penanggulangan sampah, keterlibatan masyarakat tentunya sangat dibutuhkan. Pemerintah harus segera memulai program yang mengedukasi masyarakat dalam mengelolah sampah mereka sendiri, mulai dari lingkungan yang terkecil yaitu sampah rumah tangga. Edukasi bagi masyarakat untuk memilah sampah organik dan anorganik serta sampah yang sifatnya berbahaya agar tidak bercampur sehingga menyulitkan proses daur ulang. Edukasi kepada masyarakat untuk memiliki bank sampah dan tempat pengolahan sampah terpadu. Masyarakat juga harus diedukasi untuk membatasi penggunaan bahan plastik.

Pemerintah harus segera mengembangkan teknologi pengolahan sampah seperti incinerator dan daur ulang yang lebih modern, karena keterlibatan teknologi modern menjadi opsi yang paling solutif dalam hal penanggulangan krisis sampah ini. Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan permasalahan sampah di Kota Yogyakarta dapat ditanggulangi secara efektif. Yogyakarta yang bersih dan lestari bukan hanya akan meningkatkan kenyamanan warganya, tetapi juga menjaga citra kota sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia. Demikian Elias Eke.

“Terus belajar dan berkarya” – kata-kata ini menggelitik pikiran Sugiyanta setelah membaca tulisan bertajuk “Komunitas Literasi YBM Terus Belajar dan Berkarya” di NAGARI edisi 30 Mei 2022.

“Saya kan sudah purna tugas, sudah pensiun mengapa masih harus tetap belajar dan menghasilkan karya? Dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik pikiran itu, membuat saya penasaran dan ingin membaca lebih lanjut. Ada hal yang menarik dalam tulisan tersebut, bahwa keberadaan suatu komunitas itu sangat penting bagi kelangsungan suatu gagasan harapan dan impian sekelompok orang. Demikian pula untuk kegiatan literasi, keberadaan komunitas merupakan suatu keharusan,” kata dia.

Menurut purna tugas di Pemda DIY ini, keberadaan Komunitas Literasi YBM (Yuk Belajar Menulis) sangat luar biasa. Dalam usianya yang baru 4 tahun pada 2022 itu sudah menghasilkan banyak karya yang sudah mendapatkan legalitas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga karya buku-buku yang sudah ber-ISBN dari Perpustakaan Nasional.

“Saya cermati lebih lanjut keberadaan Komunitas Literasi YBM tidaklah berjalan dengan mudah, ada jatuh bangun, ada pasang surut. Dengan berkomunitas mereka bisa saling menguatkan, bisa menghilangkan rasa malas dan menimbulkan rasa percaya diri. Rasa percaya diri dan konsistensi inilah yang pada akhirnya bisa menghasilkan karya yang berguna bagi orang lain.

Saya tertarik membaca artikel itu karena di dalam tulisan tersebut mengandung beberapa hal yang menurut saya bisa menjadi inspirasi diantaranya manusia adalah makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, mereka perlu membuat komunitas. Dengan berkomunitas mereka bisa menguatkan satu sama lain, saling menginspirasi, memotivasi sehingga menimbulkan gairah dan semangat untuk bisa berkarya bersama.

HELENA MENULIS bisa menjadi wadah, paguyuban atau bahkan bisa kita sebut menjadi komunitas baru di Lingkungan santa Helena bagi umat yang ingin belajar menulis atau bahkan berkarya. Dengan adanya komunitas HELENA MENULIS, saya akan berusaha bersama-sama dengan umat yang lain dalam satu komunitas mewujudkan impian besar yang sudah menjadi kesepakatan bersama untuk menghasilkan suatu karya baik itu dalam bentuk buletin ataupun buku,” kata Sugiyanta. (mar)