News  

Dialog Lintas Iman tidak Harus tentang Tuhan

Dr. Martinus Joko Lelono, Pr memberi pembekalan kepada aktivis HAK di Gereja Santo Petrus, Warak, Sleman, DIY, Sabtu 1/2/2025. (Foto: Kiriman CF Praba Pangripta)

bernasnews – Para aktivis Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) se-Kevikepan Yogyakarta Barat mendapat pembekalan Dr. Martinus Joko Lelono, Pr. Agenda tersebut berlangsung di aula Tarsisius, Gereja Santo Petrus, Warak, Sumberadi, Mlati, Sleman, DIY, Sabtu 1 Februari 2025.

Para peserta berasal dari berbagai paroki dalam teritorial Kevikepan Yogyakarta Barat, yaitu Paroki dan Stasi: Pakem, Somohitan, Brayut, Medari, Mlati, Banteng, Warak, Gamping, Sedayu, Nanggulan, Seyegan, Promasan, Boro, Klepu, Pojok, Pelem Dukuh, Ganjuran, Bantul.

Narasumber Dr. M. Joko Lelono memaparkan adanya empat macam dialog lintas iman yang dapat dilakukan Tim Pelayanan HAK, yaitu: dialog kehidupan, dialog karya, dialog pengalaman religius, dan dialog teologis. Dialog pengalaman religius tidak harus tentang Tuhan. Olah rohani agar buahnya dapat dirasakan orang-orang sekitar.

“Berkotbatlah, tetapi kalau perlu saja gunakan dengan kata,” kata Passtor Paroki St. Mikael Pangkalan TNI AU Adisutjipto, Yogyakarta ini.

Romo Joko mengingatkan adanya tragedi global Covid-19 telah membangkitkan kesadaran bahwa kita adalah suatu komunitas global. Penanganan pandemi Covid melibatkan komunitas lintas iman. Segala sesuatu tidak cukup ditangani sendiri, namun bersama-sama dan menghindari sekat-sekat agama.

Menurut dosen teologi tersebut, era kini diperlukan tokoh yang rela melakukan sesuatu dengan melibatkan orang lain dan dapat diwariskan sehingga menjadi suatu sistem gerakan komunal. Para tim pelayanan di masing-masing paroki hendaknya dapat menjadi inspirator, animator, komunikator, motivator, dan mediator.

Dalam paparannya, Dr. M. Joko Lelono juga mengutip pernyataan tokoh-tokoh agama Katolik dan Islam yaitu Gus Dur dan Romo JB Mangunwijaya. Pernyataan Paus Fransiskus tentang persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup bersama seperti yang termaktup dalam dokumen “Fratelli Tutti”. Fransiskus menyatakan bahwa cara penanganan pandemi Covid-19 oleh negara-negara dunia menunjukkan kegagalan dalam kerjasama global. Ensiklik tersebut menyerukan persaudaraan dan solidaritas yang lebih manusiawi, dan merupakan sebuah dorongan untuk menolak perang.

Persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup berdampingan telah menjadi perjanjian bersama yang ditandatangani Paus Fransiskus dan imam agung Al-Azhar, Ahmad el-Tayeb di Abu Dhabi tahun 2019. Dokumen tersebut dapat menjadi panduan untuk memajukan budaya saling menguntungkan.

Isu-isu global harus diatasi bersama, semisal masalah kerusakan lingkungan. Karena menjadi permasalahan bersama, maka tidak perlu memandang imannya apa. Realitasnya apa yang diperjuangkan umat lain pun juga sama. Kasus lain soal kapitalisme vs humanisme, penegakan hukum yang rapuh dan diskriminatif, soal pinjol dan ekonomi secara digital.

Pada akhir sesi, para peserta diajak untuk mendata atau menginventarisir: potensi persaudaraan, ancaman persaudaraan, dan zona hijau-kuning-merah di masing-masing paroki, dan kegiatan lintas agama apa yang sudah dan akan dilakukan, serta mengenal tempat ibadat lintas iman beserta para tokoh dan pemimpinnya. (CF Praba Pangripta)