News  

Dialog HGN MALIGU 2024 : Dari “Kelas Cerdas Istimewa” sampai Soal Empati

Dialog HGN MALIGU 2024 di pojok baca SD BOPKRI Gondolayu, Yogyakarta,. Senin 25/11/2024. (Foto : Kiriman Praba Pangripta)

bernasnews – Majalah Literasi Guru (MALIGU) menyelenggarakan dialog pendidikan di SD BOPKRI Gondolayu, Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta, Senin (25 /11/2024). Agenda tersebut untuk memperingati Hari Guru Nasional (HGN) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tahun 2024. Dua nara sumber wanita yakni pendidik Bernadetta Herry Riyantini dan Diana Peggy P. menggugah antusiasme peserta dari kalangan pustakawan, pegiat literasi, kepala sekolah, dan para guru.

Bernadetta memberi paparan tentang “kelas cerdas istimewa”. Kelas tersebut diharapkan menjadi kelas unggulan bagi siwa kelas 1. Pada dasarnya anak mempunyai multi talenta dan dapat dikelompokkan sebagai anak yang ‘cerdas’ atau ‘istimewa’.

Anak masuk kelompok ‘cerdas’ apabila mempunyai minat dalam bidang bahasa, matematika, dan sain. Sedangkan kelompok anak ‘istimewa’ apabila mempunyai minat dalam bidang seni musik, lukis, dan tari. Waktu pembelajarannya menambah 2 jam pelajaran, di luar jam pelajaran regular dan ekstra kurikuler. Penentuan minat tersebut setelah melalui proses pengamatan selama 1 bulan pertama masuk kelas 1.

“Anak-anak yang termasuk ‘kelas istimewa’ dapat menciptakan tari, lagu, dan kostum dan ditampilkan di hadapan para orang tua,” jawab Bernadetta ketika peserta dialog menanyakan hasil akhirnya.

Sedangkan kelompok ‘anak cerdas’ dilibatkan membuat media tanam dari sampah organik setempat, menanam brokoli, mengamati perkembangan, melakukan mengukur, menyiram, dan mengenal struktur tanaman dari akar, batang dan daun. Pada akhirnya mereka menulis jurnal sederhana dan mempresentasikan.

Narasumber Peggy menyampaikan materi keterampilan sosial emosional dari pembelajaran. Guru yang merasa dekat dengan peserta didik ini menekankan pentingnya pengembangan emosional. Harapannya dapat mengurangi tingkat stres, rasa empati terhadap teman, mengurangi perilaku terlalu agresif, bahkan menghindari praktik bullying.
“Mendidik dengan hati tak tergantikan, mendidik dengan cinta tak terlupakan,” ungkapan guru yang sering menjadi tempat curhat para peserta didik.

Menurut dia, guru seyogyanya dapat memahami perasaan peserta didik hari itu. Bila kesedihan anak pagi itu dapat diungkapkan, guru dapat memberi solusi dengan penuh kasih. Pembelajaran emosional dapat diperoleh dari cerita, bahkan kecemasan peserta didik dapat ditulis. Lalu, dalam forum diskusi mereka dilibatkan dan dibangkitkan kesadaran bahwa bukan dia sendiri yang mengalami kecemasan. Dari situ timbul empati, saling memaafkan dengan sesama teman.

Penilik sekolah Susy Ernawati memberikan sharing atas pengalamannya. Peserta didik di kelas awal yang utama diajarkan budaya, agar karakter terbentuk. RPP sebaiknya menyesuaikan lingkungan dan situasi. Guru hendaknya memerhatikan perasaan peserta didik, sehingga telah memanusiakan manusia. Dengan demikian Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) sungguh dapat terwujud. (Praba Pangripta/MALIGU)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *