News  

Workshop MALIGU dan Merdesa : Bangun Kesadaran Lingkungan melalui Tulisan

Sukarelawan dan penulis Atiek Mariati saat memaparkan materinya pada Workshop MALIGU di Pustaka Merdesa, Kulon Progo, DIY, Sabtu 16/11/2024. (Foto : Susy Ernawati)

bernasnews – Kepekaan dan kesadaran terhadap lingkungan hidup dituangkan dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, abai terhadap persoalan tersebut berdampak kerusakan ciptaan-Nya. Kesadaran tersebut dapat dimulai dari lingkup keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, hingga teritorial yang lebih luas.

Hal tersebut disampaikan sukarelawan dan penulis Atiek Mariati dalam worksop menulis Majalah Literasi Guru (MALIGU) bekerja sama dengan Pustaka Merdesa, di kompleks perpustakaan desa itu, Kulon Progo, DIY, Sabtu (16/11/2024).

Menurut Atiek Mariati, tulisan yang sudah banyak dia buat berdasarkan pengalaman nyata, pengamatan di lingkungan, menggali sumber data primer, mencari referensi pustaka, sehingga dapat memberikan narasi yang komprehensif. Penerima award tingkat Nasional tahun 2022 ini mengajak para guru dan siswa di sekolah aktif menulis soal isu lingkungan hidup dan ekosistemnya.

Pengelola Pustaka Merdesa yang pernah kuliah jurusan Sastra Inggris ini telah banyak memfasilitasi komunitas membaca untuk membuat tulisan menjadi buku. Pengalamannya menjadi jurnalis bahkan ditularkan bagi masyarakat sekitar tempat tinggal sekaligus perpustakaannya yang sejuk dan nyaman di Dusun Kedondong, Banjararum, Kalibawang, Kulon Progo, DIY. “Bagi saya, berada di mana pun kita bermanfaat,” kata ibu yang menyukai seni rupa.

Workshop menulis tersebut merupakan bagian kegiatan untuk menyongsong Lustrum I MALIGU 21 Desember 2024. MALIGU yang menginjak usia lima tahun terbit rutin setahun dua kali dan telah terdaftar di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan diberikan nomor International Standard Serial Number (ISSN) 97727751420001. Majalah pendidikan tersebut mengakomodir tulisan para guru, pustakawan, pegiat literasi, bahkan komunitas menulis.

Keprihatinan terhadap sampah organik yang berasal dari rumah tangga hingga kesulitan mencari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) perlu diupayakan pemecahannya. Narasumber Atiek Mariati telah memberi solusi dengan pembuatan cairan eco enzyme secara mandiri maupun kelompok. Pemanfaatan eco enzyme dapat diterapkan dalam berbagai hal, utamanya mengatasi bau sampah organik.

“Kulit buah, bahan sayur yang sekiranya tidak terpakai jangan dibuang ke tempat sampah!” kata dia mengingatkan.

Penggerak pembuatan eco enzyme tersebut juga mengajak para peserta workshop menulis menyaksikan hasil olahannya yang telah dimasukkan dalam puluhan drum besar dan terawat bersih. Hasil fermentasi terdata secara rinci kapan dibuat, ada yang telah tersimpan dua tahun, bahkan ada yang dibuat lima tahun yang lalu. Penerapan eco enzyme dapat dipergunakan mengurangi pencemaran udara, air, dan tanah.

“Sebagai indikasi udara bersih adalah adanya kupu-kupu, capung, dan kunang-kunang,” kata kurator seni rupa dan penulis buku ini.

Atiek Mariati mengapresiasi penemu eco enzyme Dr. Rosukon Poompanvong dari Thailand. Eco enzyme menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Probiotik tersebut mudah terurai dan tidak berbahaya bagi lingkungan maupun manusia. Memanfatkan eco enzyme, berarti telah berhasil mengolah sebagian besar dari sampah sehingga mengurangi beban TPA.

“Semua penelitian, pengamatan, penerapan eco enzyme dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan lingkungan pada akhirnya dapat menjadi bahan tulisan,” katanya menginspirsi. peserta workshop dari kalangan kepala sekolah, guru, pustakawan, jurnalis, fotografer, dan seniman. (Praba Pangripta/MALIGU)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *