bernasnews – Delapan orang pegiat literasi Yogyakarta yang tergabung di Majalah Literasi Guru (MALIGU) mengunjungi Monumen Pers Nasional (MPN) di Surakarta, Sabtu (19/10/2024). Kunjungan ini merupakan bagian dari agenda menuju HUT ke-5 MALIGU bulan Desember 2024 mendatang..
Rombongan MALIGU diajak berkeliling ke setiap sudut gedung dengan didampingi oleh Humas MPN Arnaini dan Tiyas. Kunjungan diawali dengan nonton bersama di ruang audiovisual mengenai pengenalan Gedung MPN dan juga video sejarah masuknya pers di Indonesia yang merupakan video kreasi dari staf dan peserta magang yang ada di MPN.
Kemudian beralih ke sisi timur gedung, Tim MALIGU yang terdiri dari Susy Ernawati, Praba Pangripta, Atun Pratiwi, Bernadetta Herry Riyantini, Atiek Mariati, Ch. Endah Heruwati, Ayunda Widosari dan pegiat literasi Y.B. Margantoro diajak untuk menyaksikan koleksi-koleksi berkaitan sengan sejarah pers dan juga tokoh-tokoh pers di Indonesia.
Gedung MPN yang terletak di Jalan Gadjah Mada, No. 59, Surakarta, Jawa Tengah merupakan bangunan bersejarah yang berdiri sejak tahun 1918. Sebelum menjadi MPN, gedung tersebut merupakan gedung Societeit Mangkunegaran yang dibangun atas prakarsa KGPAA Sri Mangkunegoro VII untuk dipergunakan sebagai balai pertemuan.
Pada 9 Februari 1946 dilaksanakan konferensi pertama Wartawan Pejuang Kemerdekaan Indonesia yang merupakan cikal bakal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Tanggal pelaksanaan konferensi tersebut kemudian juga ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional. Tepat 10 tahun sejak berdirinya PWI, beberapa tokoh wartawan mengusulkan pembentukan Yayasan Museum Pers Indonesia. Yayasan tersebut kemudian dibentuk, dan pada salah satu kongresnya yang diadakan di Palembang pada tahun 1970, dicetuskan ide untuk mendirikan Monumen Pers Nasional.
Akhirnya pada 9 Februari 1978, Presiden Soeharto meresmikan gedung tersebut menjadi MPN. Peresmian tersebut ditandai dengan penandatanganan prasasti yang sekarang ini berada di depan bagian informasi gedung untuk mengenang momentum berdirinya monumen ini. MPN sejak tahun 2005 hingga saat ini dikelola oleh Kementerian Kominfo RI dan kini dikepalai oleh Widodo Hastjaryo.
Gedung MPN dirancang oleh seorang arsitek asal Wonosobo bernama Mas Aboekasan Atmodirono pada tahun 1917. Gedung ini memiliki keunikan karena terdapat perpaduan budaya Barat dan Timur. Langgam arsitektur gedung ini merupakan perpaduan langgam arsitektur Eropa dan Jawa. Langgam Arsitektur Barat atau Kolonial diwakili oleh bentuk dan ukuran pintu dan jendela yang besar, sedangkan langgam arsitektur Jawa diwakili oleh bentuk faset gedung yang menyerupai stupa, dan dinding gedung menyerupai batu candi.
Di dalam gedung induk, terdapat informasi mengenai sejarah MPN. Terdapat juga jejak sejarah pers di Indonesia sejak zaman kolonial berupa surat kabar di masa lalu, bahkan ada yang berbahasa Belanda.
Di dalam gedung ini juga terdapat prasasti MPN dan patung wajah tokoh-tokoh pers di Indonesia, salah satunya yaitu R.M. Tirto Adhi Soerjo yaitu seorang tokoh pers nasional yang menerbitkan surat kabar lokal pertama di Indonesia bernama “Medan Prijaji”.
Di sebelah timur gedung induk, terdapat Ruang Pamer Sejarah Pers. Dalam ruangan ini ditampilkan replika alat dan sarana komunikasi di masa lalu seperti Tifa, Kentongan, dan juga Tahuri. Di sisi lain ruang ini juga terdapat koleksi alat ketik pada masa dahulu, dan yang menarik terdapat panel yang berisi informasi dan koleksi barang milik tokoh-tokoh pers yang berpengaruh di Indonesia. Salah satunya adalah kamera dan tas milik Fuad Muhammad Syafruddin atau dikenal sebagai Wartawan “Udin”, Wartawan “Bernas Jogja” yang meninggal akibat dianiaya oleh orang tidak dikenal. Kematian Udin diduga besar berkaitan dengan upaya dia untuk mengungkap penyimpangan pemerintah daerah pada saat itu.
Pers memiliki peran penting dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dalam sejarah pendirian Bangsa Indonesia, pers memiliki andil yang cukup besar yaitu untuk menyebarkan informasi-informasi untuk disampaikan kepada masyarakat. Sebagai salah satu pilar demokrasi, Pers bersandingan dengan kekuasaan Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif.
Pers memiliki tugas utama yaitu mengawasi pemerintahan, oleh karena itu Pers dituntut untuk selalu independen dan profesional, bebas dari campur tangan pihak manapun. Lahirnya Undang-Undang Pers merupakan perwujudan dari Kebebasan Pers yang dimuat dalam konstitusi, dalam undang-undang tersebut mengatur perlindungan petugas pers ketika menjalankan tugas. Namun pada perkembangannya, tidak sedikit pejuang pers di Indonesia yang mengalami nasib yang tragis.
Diharapkan ke depan perlindungan terhadap wartawan dapat menjadi perhatian bersama, agar tujuan pers untuk memberikan informasi yang benar dan aktual kepada masyarakat dapat terlaksana dan dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan bangsa Indonesia menuju arah yang lebih baik. (mar/Ayunda Widosari, Staf PMI Kota Yogyakarta)