News  

Penanganan Bahasa dan Sastra Daerah Tanggung Jawab Pemda Bersama Pusat

Kepala Balai Bahasa DIY Dra. Dwi Pratiwi, M.Pd. (kiri) dan ketua panitia Ratun Untoro, M. Hum pada acara Evaluasi Modul dan Pengimbasan Hasil TOT di Hotel Grand Rohan Yogyakarta, Senin 23/9/2024. (Foto : Y.B. Margantoro/bernasnews)

bernasnews – Penanganan bahasa dan sastra daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah yang harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebagai pembuat kebijakan nasional kebahasaan. 

“Penyusunan pedomaan ejaan, tata bahasa, kamus, pembakuan istilah bahasa Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang berkoordinasi derngan UPT Pusat di daerah, dalam hal ini Balai Bahasa DIY. Selanjutnya Dinas Kebudayaan DIY berbagi tugas dengan Balai Bahasa DIY dalam penyusunan pedoman-pedoman Bahasa Jawa. Misalnya, pedoman penulisan aksara Jawa disusun oleh Dinas Kebudayaan DIY, sedangkan pedoman penulisan ejaan Bahasa Jawa aksara latin disusun oleh Balai Bahasa DIY,” kata ketua panitia Evaluasi Modul dan Pengimbasan Hasil TOT Balai Bahasa DIY Ratun Untoro, M.Hum kepada bernasnews seusai pembukaan acara itu di Hotel Grand Rohan Yogyakarta, Senin (23/9/2024).

Acara yang diikuti 200-an guru SD dan SMP se-DIY ini dibuka oleh Kepala Balai Bahasa DIY Dra. Dwi Pratiwi, M.Pd. dengan menghadirkan empat narasumber. Mereka adalah Prof. Dr. Endang Nurhayati, Dr. Arsanti Wulandari, M.Hum., Dr. Daru Winarti, M.Hum. dan Drs.  Dhanu Priyoprabowo, M.Hum. 

Dhanu Priyoprabowo mengemukakan, bagi praktisi Bahasa Jawa seperti dirinya, kehadiran “draft” Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa yang Disempurnakan Tahun 2024 memberikan pedoman dalam pemakaian ejaan Bahasa Jawa karena buku ini (kelak) mengakomodasi masa lalu dan masa kini Bahasa Jawa. Secara historis, pengguna pedoman ejaan ini dapat melihat secara nyata istilah-istilah khas Bahasa Jawa disandingkan dengan istilah-istilah Bahasa Indonesia.

Mimpi panjang

Di sela-sela acara, Kepala Balai Bahasa DIY Dra. Dwi Pratiwi, M.Pd. kepada pers mengemukakan, tujuan kegiatan evaluasi modul dan pengimbasan hasil TOT atau pelatihan guru utama Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) ini yang pertama karena balai sedang menyusun modul pembelajaran untuk Bahasa Jawa. Ini sudah mimpi panjang. Ini satu rangkaian dari kegiatan RBD khususnya Bahasa Jawa, lebih khusus lagi bahasa Jawa di Yogyakarta. 

“Jadi dalam rangkaian kegiatan Revitalisasi Bahasa Daerah ini ada penyusunan modul. Modul ini disusun dalam rangka untuk memfasilitasi para guru bahasa Jawa ketika mengajar. Jadi ada panduan, ada pedoman yang terbentuk. Yang sedang kami susun ini adalah panduan pembakuan istilah bahasa Jawa. Jadi ketika ada kosa kata-kosa kata yang belum masuk dalam konteks bahasa Jawa, maka dalam kamus bahasa Jawa kami menyerap. Bagaimana sistem sarapannya seperti apa, kami mengadopsi juga sistem pembentukan pedoman istilah bahasa Indonesia. 

Kemudian tata tulisnya seperti apa. Kalau kosa kata itu belum ada dalam bahasa Jawa apakah ditulis miring, apakah diadopsi langsung atau bagaimana. Kemudian kami juga melakukan pemutakhiran pedoman umum penulisan bahasa Jawa huruf latin,” kata Dwi.

Menurut dia, dalam rangka mendukung juga program revitalisasi bahasa daerah Balai Bahasa DIY mengumpulkan dua ratusan lebih guru bahasa daerah se-Provinsi DIY khususnya guru bahasa Jawa SD dan SMP. Mereka dibekali dengan TOT. Tapi ini bukan kegiatan yang tidak seiring dengan program pemerintah daerah. Ini menguatkan kegiatan atau kebijakan terkait dengan pelestarian bahasa Jawa. Ini adalah kegiatan yang kedua. 

Sedangkan kegiatan yang pertama dilaksanakan bulan Mei. Balai bahasa DIY mencoba mengumpulkan dua ratusan guru dari perwakilan empat kabupaten atau kota guru SD – SMP. Pihak balai juga bertanya buku-buku apa yang digunakan di sekolah. Ternyata masih banyak perbedaan antara guru yang di Kulonprogo dengan kabupaten lain. Kata para guru, buku panduan yang digunakan itu belum sama.   

Jadi nantinya diusahakan hanya satu pedoman untuk semua. Ada pedoman pembakuan istilah Bahasa Jawa dan memang ini belum dilakukan oleh tiga provinsi yang mempunyai bahasa utamanya yaitu Bahasa Jawa. Nanti ke depannya pedoman ini akan didiskusikan lagi dengan tiga provinsi yang mempunyai bahasa sama yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian juga kepada perguruan tinggi yang mempunyai jurusan Bahasa Jawa yang memproduksi guru-guru Bahasa Jawa juga yang memproduksi masyarakat pencipta. Jadi supaya semuanya mempunyai persepsi yang sama ketika sebuah kata akan dimasukkan dalam Bahasa Jawa itu.

“Seperti tadi ada masukan (tentang) desain misalnya, mau diserap dengan desain atau disain. Ada beberapa contoh yang tadi disampaikan oleh guru, dan masyarakat akan memilih yang mana. Kamus juga harus membakukan bahwa ini loh yang baku dan akhirnya nanti masuk ke Kamus Besar Bahasa Jawa. Nanti kalau sudah masuk ke kamus besar kemudian akan kami usulkan juga untuk masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia supaya kontribusi bahasa daerah terhadap ketersediaan kosa kata kamus itu semakin banyak,” kata Dwi Pratiwi. (mar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *