bernasnews – Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengemban tugas khusus, harus mampu berperan mewujudkan amanah Undang-Undang Keistimewaan DIY, melalui kepramukaan. Perlu dilakukan perumusan bagaimana mewujudkan Pramuka yang memegang janji Tri Satya dan melaksanakan Dharma Pramuka, serta kecakapan keistimewaan DIY, dan mengamalkan nilai-nilai budaya luhur Jogjakarta. Pramuka DIY memiliki kualitas sebagai Pramuka Istimewa yaitu mampu membangun dirinya sendiri secara mandiri, serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, dengan kualitas utama: Memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai budaya Jogja.
Perlu banyak tahapan yang ditempuh, yakni tahap kajian yuridis, akademis, sosiologis, kultural-edukatif, yang kemudian diwujudkan sebagai Naskah Akademik (NA). Setelah itu, disusun kurikulum Pramuka Istimewa sebagai pedoman. NA dan kurikulum tersebut disosialisasikan kepada internal Kwarda DIY, Kwartir se-DIY dan gugus depan. Kemudian, secara bertahap dilaksanakan kegiatan mewujudkan Pramuka Istimewa.
DIY memiliki keistimewaan-keistimewaan dalam penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya adalah urusan kebudayaan. Penyelenggaraan urusan kebudayaan didasarkan pada kebudayaan dan nilai-nilai kearifan lokal Yogyakarta. Keistimewaan urusan kebudayaan ini sebagai dasar mewujudkan Pramuka Istimewa.
Pengembangan kepramukaan di DIY dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan dan tugas pokok Gerakan Pramuka serta mempertimbangkan nilai-nilai keistimewaan dan kearifan lokal Yogyakarta. Wajarlah kiranya jika di DIY dikembangkan Pramuka Istimewa. Pramuka Istimewa adalah Pramuka yang memiliki kompetensi umum Pramuka Indonesia dan memiliki karater berbudaya Yogyakarta dan nilai-nilai keistimewaan serta nilai kearifan Yogyakarta.
Budaya yang ada Yogyakarta merupakan hasil kesepakatan bersama oleh masyarakat Yogyakarta dengan pusat budayanya di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan di Pura Pakualaman. Dalam perkembangannya, budaya Kraton yang dahulu sempat menjadi budaya njeron beteng saja, sekarang sudah menjadi hal yang dapat dipelajari rakyat luar beteng, kecuali beberapa bentuk budaya yang bersifat sakral serta budaya tradisi yang memang terbatas hanya untuk lingkungan kraton saja.
Sementara itu, di padesan berkembang budaya rakyat yang terpelihara dan berkembang dengan baik. Produk-produk budaya rakyat ini memiliki “konstituen”-nya sendiri, yakni masyarakat yang ada di desa-desa, di dusun-dusun, dan di kampung-kampung. Sehingga di Jogja ada dua genre besar budaya (budaya Kraton dan budaya rakyat) yang berkembang bersama dengan wilayah budaya masing-masing, yang keduanya saling menghormati dan berkembang bersama. Dua genre besar budaya Jogja inilah yang harus diakui sebagai budaya Yogyakarta. Dan keduanya merupakan warisan nenek moyang yang harus dikembangkan bersama, termasuk oleh Pramuka Istimewa.
Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan hasil cipta, rasa, karya yang berupa seni yang mengakar dalam kehidupan masyarakat DIY dan menjadi ciri khas DIY dilaksanakan melalui pendidikan berbasis budaya. Pendidikan berbasis budaya (pendidikan kejogjakartaan) diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya yang meliputi: kejujuran, kesabaran, kerendahan hati, ketertiban, kesusilaan, kesopan-santunan, kerjasama, toleransi, tanggungjawab, keadilan, kepedulian, percaya diri, pengendalian diri, integritas, kerja keras/keuletan/ketekunan, ketelitian, kepemimpinan, dan/atau ketangguhan. Pendidikan berbasis budaya -dengan pendidikan kejogjaannya- dikembangkan dengan perwujudan “Pramuka Istimewa”.
Untuk mewujudkannya, Pramuka di seluruh DIY haruslah “sak iyeg sak eka kapti” bersama-sama merealisasikannya serta menjalani “laku” yang ditempuh, sesuai dengan golongannya. Ada semacam Syarat Kecakapan Umum (SKU) menuju Pramuka Istimewa, dalam bentuk Syarat Kecakapan Pramuka Istimewa (SKPI).
Beranalogi pada tanda-tanda kecakapan serta penggolongan yang diberlakukan pada sistem tanda kecakapan Pramuka, maka untuk menjadi Pramuka Istimewa pun perlu menjalani tahapan semacam itu. Untuk mencapai Pramuka Istimewa perlu menjalani “laku” yang tingkatannya perlu disiapkan. “Ngelmu kuwi ketemune karana laku”.
Untuk itulah, perlu disiapkan tahapan-tahapan “laku” tersebut pada masing-masing golongan, dengan catatan bahwa penggolongan untuk menuju Pramuka Istimewa dapat “paralel” dengan penggolongan Pramuka S-G-T-D yang disesuaikan dengan Tata Nilai Budaya Yogyakarta serta kearifan lokal Yogyakarta. “Laku” untuk menjadi Pramuka Istimewa memang tidak mudah. Membentuk Pramuka Istimewa pada hakikatnya adalah membentuk Pramuka tangguh yang berbudaya kejogjaan. Semoga. Salam Pramuka Istimewa. (Edy Heri Suasana, Wakil Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DIY)